UCAPAN SULIT "ALLAH MENCOBAI ABRAHAM"





UCAPAN SULIT DALAM PERJANJIAN LAMA
“ALLAH MENCOBAI ABRAHAM” 10


Kejadian 22:1 

Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: "Abraham," lalu sahutnya: "Ya, Tuhan."

Sekalipun si penulis dengan berhati-hati mengarahkan pemaparannya tentang perintah Allah kepada Abraham sebagai suatu "ujian", bagaimanapun banyak orang bertanya-tanya mengapa Allah terlibat dalam hal yang dianggap banyak orang sebagai penjebakan. Lalu bagaimanakah seharusnya kita mernahami ujian dari Allah ini?

Istilah yang dipakai untuk "mencoba" di sini digunakan dalam delapan bagian lain dalam Perjanjian Lama di mana Allah dikatakan sebagai "pencoba". Dalam enam bagian di antaranya (Keluaran 15:22-26; 16:4; 20:18-20; Ulangan 8:2, 16; Hakim 2:21-22; 3:1-4) Israel dicoba. Dalam 2 Tawarikh 32:31, Raja Hizkia dicobai dan dalam Mazmur 26:2, Daud memohon Allah untuk mencobainya. 

Dalam lima di antara eriam kasus di mana Israel "dicobai", konteksnya menunjukkan bahwa pengujian tersebut berakar dari perhatian atas ketaatan bangsa itu pada perintah-perintah, hukum, atau jalan Allah.

Perhatian yang sama diterapkan dalam Keluaran 20:18-20 di mana persoalannya adalah takut akan Tuhan, sama seperti dalam Kejadian 22:1, 12 ini. 

Sama juga, bagian dalam Mazmur 26 dan 2 Tawarikh 32:31 berfokus pada permasalahan ketaatan dan mempersilakan Allah membuktikan apakah Daud dan Hizkia tidak rela taat kepada Allah dengan segenap hati dan jiwa mereka. 

Itu sebabnya, berdasarkan kedelapan bagian ini di mana Allah merupakan subjek dan perencana pengujian tersebut, kita boleh menyimpulkan bahwa Allah ingin menguji Abraham untuk mengetahui hatinya dan untuk melihat apakah ia mau taat dan takut akan Tuhan yang memberinya anak yang sangat ia kasihi. Sama seperti Ratu Syeba datang untuk "menguji " hikmat Salomo (1 Raj. 10:1), demikianlah Allah menguji tanpa sedikitpun konotasi buruk.

Tatkala istilah "mencoba " dipakai sebagai istilah yang di dalamnya manusia menguji atau mencobai Allah, maka maknanya sama sekali berbeda (Ke1uaran 17:2, 7; Bilangan 14:22; Yesaya 7:12). 

Ujian semacam itu terpancar dari suatu sikap ragu dan hati yang berdosa di pihak manusia. Dalam situasi ini, manusia ingin memastikan apakah kuasa Allah cukup besar, yang akibatnya adalah "mencobai" Allah.

Namun tatkala dipakai oleh Allah, maka tak ada konotasi keraguan atau hasrat untuk menipu atau memperdaya orang yang ditempatkan di bawah ujian tersebut. Pengujian-Nya hanyalah berkeriaan dengan ketaatan atau dengan takut akan Allah, yaitu, suatu sikap yang menyatakan semangat yang sama dengan ketaatan kepada Allah. 

Ulangan 8:2 menggambarkan pengembaraan di padang gurun dengan pengalaman-pengalaman sangat keras sepanjang perjalanan sebagai suatu ujian dari Allah, "Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu. di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud: merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu."

Ujian semacam itu memperlihatkan apa yang Abraham percaya melalui tindakan, yaitu bahwa ia rela mempercayai Allah yang telah mengaruniakan anak yang lahir pada saat ia telah sangat uzur ini.



Istilah dalam bahasa Inggris kuno untuk ujian adalah to prove. Dalam konteks kita istilah tersebut tidak memiliki makna bergembira dalam dosa atau menghasut seseorang untuk melakukan suatu kejahatan. 

Memang. Yakobus 1:13 menyatakan, "Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun." Pencobaan atau pengujian dalam arti yang buruk selalu dimulai dari kedengkian Iblis yang berkarya berdasarkan kebobrokan hati kita sendiri. 

Namun, Allah boleh membawa ciptaan-Nya ke dalam keadaan pengujian khusus, bukan dengan tujuan memberikan informasi bagi diri-Nya sendiri, melainkan agar terwujud pada yang bersangkutan maupun orang lain apa yang ada dalam hati mereka. 

Dalam konteks ini, segala bentuk ujian ilahi, yang diadakan untuk pembuktian dan mencobai setiap manusia dipakai sedemikian rupa sehingga atribut-atribut Allah tak dapat dicela.

Namun jika ditanyakan, "Bagaimanakah Allah yang kudus membiarkan hamba-Nya melewati cobaan yang seberat ini?". 

Maka jawabannya terletak pada hubungan istimewa yang Abraham dan Tuhan nikmati. Hubungan bapa-anak yang ada antara Abraham dengan Ishak sama persis dengan hubungan yang ada antara Allah dengan Abraham. 

Ujian atas diri Abraham sesungguhnya merupakan ujian mutu yang bernilai sama tinggi bagi Abraham maupun bagi Allah yang mengadakan ujian tersebut.

Masalahnya adalah ujian tersebut bukanlah suatu pencobaan untuk melakukan kejahatan atau suatu ujian yang dimaksudkan untuk menjebak patriakh yang bernasib buruk itu. 

Sebaliknya, ujian itu mempunyai tujuan yang berlawanan: ujian itu dimaksudkan untuk menguatkannya dan membangunnya, sebagaimana halnya sejumlah ujian di padang gurun. 


Sebagaimana yang digunakan di sini, gagasan mengenai mencoba, menguji atau mencobai merupakan konsep-konsep rohani. Allah menguji rekan perjanjian-Nya untuk melihat apakah ia memegang teguh janji itu di pihaknya.

Allah tak pernah menguji orang kafir; Ia secara khusus menguji umat-Nya sendiri. Jadi ujian ini selalu merupakan suatu ujian dari Allah sendiri dengan maksud untuk mengetahui apakah mereka akan mengasihi, takut , taat, menyembah dan melayani Dia

Akhirnya, ujian merupakan salah satu sarana yang melaluinya Allah menghadirkan tujuan-tujuan penyelamatan-Nya Seringkali manusia tidak tahu mengapa mereka diuji sampai ujian itu usai berlangsung. 

Hanya sesudah mereka dipelihara, terbukti, dimurnikan, didisiplin dan diajar barulah mereka bisa meIihat di balik situasi tersebut, kuat dalam iman dan diteguhkan untuk menghadapi tugas-tugas yang lebih sulit di masa mendatang.


Sumber :
“Ucapan yang Sulit dalam Perjanjian Lama”  Walter C Kaiser, Jr. LITERATUR SAAT, 2015, halaman 36-39


0 Response to "UCAPAN SULIT "ALLAH MENCOBAI ABRAHAM""

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel