UCAPAN SULIT - APAKAH ALLAH MURKA?
![]() |
Gambar Ilustrasi |
UCAPAN
PAULUS YANG SULIT 01
“APAKAH
ALLAH MURKA?”
Roma 1:18
“Sebab murka
Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang
menindas kebenaran dengan kelaliman.”
Murka Allah sulit untuk dimengerti dan dipercaya. Bagi beberapa
orang, gagasan mengenai "Allah yang murka" telah menjadi perintang
iman. Bagi orang-orang lain, yang telah mengalami kasih karunia Allah yang
mengubah kehidupan mereka, gagasan mengenai kemurkaan Allah ini nampaknya
bertentangan dengan pengalaman mereka tentang Allah.
Dapatkah dipercaya bahwa Allah yang kasih-Nya tanpa syarat
terungkap dalam firman "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada
kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih
berdosa" (Roma 5:8) adalah juga
Allah yang murka?
Sebelum kita mengangani masalah yang pokok, kita perlu
mendiksusikan penggunaan istilah anthrophomorfisme dalam Alkitab, yaitu
penggunaan analogi pengalaman manusia untuk menggambarkan Allah.
Alkitab berbicara tentang hakikat. Allah yang mutlak dapat
memperkirakan seperti apakah Allah dengan membandingkannya kepada kita sendiri.
Sesungguhnya inkarnasi, yaitu datangnya Allah ke tengah-tengah kita
dalam Firman menjadi manusia (Yohanes 1:14), mensahkan dan memberikan kuasa
terhadap pernyataan anthrophomorfis tentang Allah.
Dalam bahasa teologi yang tradisional, penggunaan anthrophomorfisme
yang perlu dan sah ini telah dikenal, tetapi juga ada kekurangan-kekurangannya.
Jadi, jika ilmu pengetahuan dan kekuasaan adalah aspek-aspek pengalaman
manusia. Allah dianggap memiliki hal-hal diatas secara mutlak dan tidak
terbatas : Ia Mahatahu dan Mahakuasa.
Pada umumnya, aspek-aspek sifat dan pengalaman manusia yang
tertinggi dan terbaik dikaitkan dengan Allah. Kita memandang Allah sebagai yang
memiliki kebenaran, kasih-karunia, keindahan, cita-kasih, kesetiaan secara
lengkap atau mutlak.
Tetapi konsekuensi cara berfikir tentang Allah semacam ini adalah
penolakan untuk mengaitlan sifat-sifat atau perasaan manusia yang kita pandang
negatif dengan Allah : Kebencian, kemarahan, ingin membalas dendam, keburukan,
dan sebagainya. Murka jelas merupakan salah satu hal yang ini.
Ada beberapa dasar Alkitabiah untuk penolakan ini. Misalnya, dalam Hosea 11, alasan penolakan Allah untuk
menyerahkan Israel walaupun Israel jelas pantas dihancurkan atas dasar standard
keadilan manusia adalah fakta bahwa "Aku
ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu, dan Aku tidak
datang untuk menghanguskan" (Hosea
11:9).
Walaupun demikian, alasan utama dari kesulitan kita untuk
mengaitkan sifat-sifat manusia yang negatif semacam ini dengan Allah adalah
pandangan yang idealis dan romantis tentang Allah, yang lahir dari spekulasi
filosofis.
Alkitab tidak memiliki pandangan semacam ini tentang Allah, karena
Alkitab memandang Allah dan dunia ini secara lebih serius daripada sekadar
spekulasi filosofis yang abstrak.
Tuhan dari Alkitab memiliki hubungan dengan ciptaanNya di dalam
Tuhan Yesus kristus, dimana "seluruh
kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia" (Kolose 1:19). Tuhan Yesus inilah, yang juga "dalam segala hal disamakan dengan
saudara-saudara-Nya" (Ibrani
2:17).
Alkitab juga sangat serius dalam memandang hubungan antara Pencipta
dan yang diciptakanNya. Karena ciptaan milik Allah, ciptaan itu bertanggung
jawab terhadap Allah.
Dalam hubungan tanggung-jawab semacam ini, konsep yang romantis,
idealistis, dan sentimental tentang Allah tidak pada tempatnya. Dengan latar
belakang yang lebih luas inilah konsep tentang murka Allah harus dipahami.
Paulus ingin mengajar kita, ketika ia berbicara tentang murka Allah
dalam konteks teologi penciptaan. Cerita Alkitab tentang penciptaan dan
pembuangan yang terdapat dalam pasal-pasal pembukaan kitab Kejadian jelas
menjadi latar belakang dari Roma 1:18-23.
Khususnya pada ayat 21-22 merupakan
peringatan yang tajam tentang penolakan uman manusia (Adam) untuk hidup sebagai
makhluk yang memiliki hubungan dengan Allah, dan sebaliknya ingin menjadi
seperti Allah (lihat Kejadian 3:1-7).
Dalam cerita kitab Kejadian ini, timbul godaan untuk menyangkal
kemanusiaan, keterbatasan, dan ketergantungan kita kepada pencipta supaya kita
menjadi "seperti Allah" (Kejadian 3:5).
Akibat dari penyangkalan ini adalah kita menajdi rendah, lebih
rendah daripada menusia seharusnya. Menurut peristiwa yang dicatat dalam Kejadian pasal 3-11, penyangkalan akan
ketergantungan dan tanggung jawab terhadap Allah mengakibatkan bermacam-macam
penyimpangan didalam berbagai lingkup masyarakat manusia.
Paulus, dalam Roma 1:25
menyimpulkan situasi ini dengan kata-kata berikut : "Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan
menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji
selama-lamanya, amin". Dalam penilaian terhadap tujuan Allah untuk
penciptaan dan penolakan itulah gagasan murka Allah perlu didengarkan.
Paulus berbicara tentang murka Allah dalam 2 hal. Kebanyakan.
Ungkapannya mengacu kepada peristiwa masa depan dimana hukuman Allah
dilaksanakan atas dunia. (Roma 2:5,8;
5:9; Efesus 5:6; 1 Tesalonika 1:10; 5:9).
Dalam konteks ini, murka Allah (atau persamaan katanya "hukuman
Allah") jelas dipandang sebagai aktivitas Allah, tidakanNya yang tegas
terhadap dosa. Penting untuk dicatat disini bahwa murka adalah reaksi pribadi
Allah terhadap dosa
Walaupun berbeda dengan murka dalam berbagai ilah-ilah pada agama
dan mitos Yunani-Romawi, murka Allah tidak berubah-ubah, bersifat membalas
dendam atau jahat.
Dalam teks kita, Paulus tidak mengatakan bahwa murka Allah akan
diungkapkan pada hari kiamat (yaitu hari penghakiman) melainkan, "Murka
Allah sedang dinyatakan dari Surga sekarang".
Murka Allah bukan hanya merupakan reaksi ilahi terhadap
ketidak-setiaan ciptaan dalam penghakiman di masa depan; ini sudah merupakan
kenyataan pada saat ini. Perwujudan murka Allah pada saat ini ditegaskan dalam
beberapa tulisan Paulus lainnya (Roma
3:5; 4:15; 9:22; 1 Tesalonika 2:16), dan juga dalam beberapa tulisan
Perjanjian Baru lainnya (lihat Yohanes
3:26)
Seperti ditujukan pada bacaan yang mengikuti Roma 1:18, perwujudan muka Alah sekarang ini bersifat tidak
langsung dan bukan langsung; murka Allah ini adalah ungkapan sesuatu yang
diizinkan Allah untuk terjadi, bukan kehendak Allah yang aktif.
Di sini Allah tidak digambarkan melakukan sebagai reaksi terhadap
dosa. Dalam pengertian tertentu, murka Allah tertanam didalam struktur realitas
yang diciptakanNya.
Dengan menolak struktur Allah dan menciptakan struktur kita
sendiri, melanggar tujuan Allah dan menciptakan struktur kita sendiri,
melanggar tujuan Allah untuk penciptaan dan menggantikannya dengan tujun-tujuan
kita sendiri, kita menyebabkan kehancuran kita sendiri.
Kondisi manusia, yang digambarkan Paulus dalam Roma 1:18-32, bukan sesuatu yang disebabkan oleh Allah. Ungkapan
"nyata dari sorga" (dimana
"Surga" adalah kata khas
Ibrani untuk menggantikan kata "Allah"),
tidak menggambarkan campur tangan ilahi, melainkan tidak terhindarnya penurunan nilai manusia, yang terjadi jika
kehendak Allah yang tertanam di dalam ciptaanNya dilanggar.
Karena ciptaan itu berasal dari Allah, Paulus dapat mengatakan
bahwa murka Allah sekarang (terus-menerus) nyata "dari sorga".
Hal ini terungkap dalam fakta bahwa penolakan terhadap kebenaran
Allah (Roma 1:18-20), yaitu
kebenaran tentang hakekat dan kehendak Allah, mengarah kepada pikiran yang
sia-sia (Roma 1:21-22), pemujaan
berhala (Roma 1:23), penyimpangan
terhadap seksualitas yang dikehendaki Allah (Roma 1:24-27) dan rusaknya hubungan (Roma 1:28-32).
Ungkapan "Allah menyerahkan mereka" yang muncul tiga kali dalam bacaan kita (Roma 1:24, 26,28), mendukung gagasan
bahwa penyimpangan manusia yang menimbulkan dosa, walaupun berasal dari keputusan
manusia, harus dipahami sebagai hukuman Allah yang diakibatkan oleh diri kita
sendiri karena pilihan bebas kita.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran ini, tentang basaan kita, gagasan
yang umum bahwa Allah menghukum atau memberkati dalam kaitan langsung dengan
perbuatan kita yang baik atau berdosa tidak dapat dipertahankan. Hubungan Allah
dengan kita bukanlah hubungan timbal balik.
Kasih Allah yang radikal dan tidak bersyarat telah ditunjukkan,
yaitu ketika Tuhan Yesus Kristus mati ketika kita masih berdosa. Allah
mengasihi kita dengan kasih yang abadi.
Tetapi penolakan terhadap kasih itu memisahkan kita dari
kekuatanNya yang memberi kehidupan. Akibatnya adalah kehancuran dan kematian. Terhadap
ciptaan yang menimpang seperti inilah murka Allah dinyatakan.
Sumber :
“Ucapan Paulus Yang
Sulit” Manfred T. Brauch. LITERATUR SAAT, 2019, halaman 15-19
0 Response to "UCAPAN SULIT - APAKAH ALLAH MURKA? "
Post a Comment