TANGGAPAN GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) TERHADAP AJARAN PDT. DR. ERASTUS SABDONO
Sehubungan dengan klaim
Pdt. Erastus Sabdono (ES) yang menyatakan bahwa pengertian/pengajarannya telah
“berkembang” sehingga berbeda dan tidak bisa menyesuaikan diri lagi dengan
pengajaran Gereja Bethel Indonesia (GBI), sehingga menyatakan diri keluar dari
Sinode GBI dan membentuk Sinode baru, maka dengan ini kami memberikan
penjelasan tentang beberapa perbedaan antara ajaran Pdt. Erastus dengan
pengajaran GBI, yang intinya meliputi hal sebagai berikut:
1. ES:
Allah itu Dwitunggal. Roh
Kudus selalu menyatu dengan kehendak Bapa, sehingga Roh Kudus adalah pribadi
ketiga yang relatif, tidak mutlak. Berbeda dengan Yesus yang ketika menjadi
manusia bisa memiliki kehendak yang berbeda dengan Bapa, sehingga ada risiko terpisah
selamanya dari Bapa. Lagi pula Bapa, Anak dan Roh Kudus itu tidak setara.
GBI:
Allah itu Tritunggal: satu
hakekat tapi memiliki tiga pribadi yang setara yaitu: Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Bisa dibedakan namun tidak bisa dipisahkan. Pandangan ES bukan hanya berbeda
dengan ajaran GBI tapi dengan konsep gereja secara umum yang dirumuskan dalam
konsili Nicea tahun 325 M.
2. ES:
Ada dua standar keselamatan
dan kemuliaan, yaitu bagi orang yang percaya Injil dan sempurna akan mengalami
kemuliaan dan memerintah bersama Yesus. Sedangkan orang yang belum mendengar
Injil namun berbuat baik bisa selamat dan menjadi anggota masyarakat dalam
dunia yang akan datang. Di Langit Baru bumi Bumi Baru (LB3) masih ada dosa dan
hukuman Tuhan bagi masyarakat yang tidak taat, karena Tuhan akan memerintah
dengan tongkat besi (Why. 2:27).
GBI:
Menurut Yoh. 14:6,
keselamatan hanya melalui Yesus Kristus. Tidak ada catatan Alkitab bahwa orang
yang belum mendengar Injil namun berbuat baik bisa selamat. Di langit baru dan
bumi baru semua sudah disucikan, tidak ada lagi dosa. Memang di Kerajaan 1000
tahun damai di bumi yang mendahului langit baru dan bumi baru masih ada dosa,
namun dosa tidak ada dalam kekekalan di langit baru dan bumi baru, dengan
Yerusalem Baru sebagai ibukotanya.
3. ES:
Di Sorga masih ada
perkawinan, dengan demikian masih ada hubungan seksual.
GBI: Di Sorga manusia akan
hidup seperti malaikat, tidak kawin dan mengawinkan. Kasihnya agape bukan lagi
eros. Perkawinan adalah lambang hubungan Kristus dan jemaat-Nya.
4. ES:
Lucifer bukan malaikat,
tapi diciptakan sebagai anak Allah. Ada tiga anak terkemuka Allah Bapa: Yesus,
Lucifer, dan Adam. Lucifer adalah pangeran Kerajaan Tuhan di sorga yang
kemudian jatuh dalam dosa. Adam gagal mengalahkan Lucifer, tapi Yesus berhasil
mengalahkannya.
GBI:
Lucifer bukan anak Allah
yang diciptakan lebih tinggi dari pada malaikat. Dia adalah malaikat yang
kemudian jatuh dalam dosa.
5. ES:
Lucifer belum terbukti
bersalah hingga ada corpus delicti (bukti bahwa kejahatan itu telah terjadi).
Ketaatan Yesus di kayu salib dan ketaatan orang percaya yang mengikuti gaya
hidup Yesus (Why. 12:11) membuktikan Iblis bersalah. Manusia diciptakan untuk
mengalahkan Iblis dengan membuktikan bahwa Iblis salah karena manusia bisa taat
sempurna kepada Allah, sedangkan Iblis tidak.
GBI:
Alkitab, Firman Allah
sendiri sudah menyatakan Iblis salah karena ditemukan telah kecurangan padanya
(Yeh. 28:15). Ini tidak harus dibuktikan dulu dengan menunggu ketaatan manusia,
karena Yesus lah yang telah mengalahkan Iblis. Lagi pula manusia diciptakan
bukan untuk membuktikan Iblis salah, tapi untuk memuliakan Allah (Yes. 43:7).
Kajian teologis lebih
lengkap bisa dipelajari melalui penelaahan terhadap beberapa buku dan khotbah
Erastus Sabdono, serta tanggapannya bawah ini:
A. Sabdono, Erastus. Roh
Kudus. Jakarta: Rehobot Literatur: 2018.
1. Sabdono mengatakan bahwa
Roh Kudus bisa dikatakan sebagai Pribadi ketiga secara relatif. Kalau Roh Allah
atau Roh Kudus bisa dikatakan mutlak sebagai Pribadi Ketiga, maka penjelasan
mengenai Allah yang Esa menjadi sangat sulit dan kacau (hal. 15). Roh Kudus
dipahami tidak terpisah dari Bapa.
Tanggapan: Tidak demikian
menurut kesaksian Alkitab dan Bapa-bapa Gereja. Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah
satu substansi/hakekat (ousia) dan adalah tiga pribadi yang setara (hypostasis)
(J.N.D. Kelly, Early Christian Doctrines, London: A & C Black, 1965, hal
.88). Roh Kudus adalah Pribadi ketiga Allah yang mutlak dan bukan relatif.
2. Saat Tuhan Yesus menjadi
manusia, Ia memiliki risiko kemungkinan terpisah dari Allah Bapa selamanya.
Perpisahan Pribadi dengan Bapa ini membuka kemungkinan Tuhan Yesus memiliki
kehendak sendiri yang berbeda dengan Bapa (hal. 19, 22-23).
Tanggapan: Yesus sendiri
justru berkata bahwa Ia dan Bapa adalah satu (Yoh: 10:30). Berikutnya, bila ada
kemungkinan Yesus terpisah dari Allah atau Bapa selamanya, maka keallahan bisa
berubah dari tiga menjadi dua. Sementara Allah tidak berubah (Ay. 23:13;
Mzm. 102:28; Yes. 48:12; Mal. 3:6; Ibr. 1:12; 13:8). Jika Allah berubah, Ia
bukan Allah, karena yang berubah itu adalah ciptaan dan bukan Pencipta.
Pemahaman Yesus yang bisa gagal dan terpisah dari Allah selamanya juga
menunjukkan pemahaman keallahan yang bersifat politeistik di mana dewa-dewa
bisa berhenti menjadi dewa.
3. Roh Kudus dipahami
menyatu dengan Bapa dan tidak terpisah, sementara Yesus benar-benar terpisah
dari Bapa. Dan seperti di atas, keterpisahan dari Bapa dapat membuat Yesus
terpisah selamanya bila tidak taat kepada Bapa (hal. 14, 15). Dengan demikian
Allah belum tentu Tritunggal namun bisa Dwitunggal.
Tanggapan: Ini sebetulnya bukan lagi tritunggal melainkan dwitunggal,
karena yang benar-benar terpisah adalah Bapa dan Anak. Namun anehnya, Anak bisa
benar-benar terpisah selamanya dari Bapa dan tidak menjadi bagian dari
Tritunggal lagi.
4. Penekanan yang
berulang-ulang diberikan adalah bahwa Roh Kudus keluar dari Bapa dan adalah Roh
Allah.
Tanggapan: Jika Roh Kudus
keluar dari Bapa dan tidak keluar dari Anak, maka roh siapakah yang anak
miliki? Apakah Anak tidak memiliki Roh? Padahal Alkitab menyaksikan bahwa ada
Roh Yesus dalam Kis. 16:7: “Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke
daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka” dan juga dalam Flp.
1:19: “karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh
doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus”. Jika Roh Kudus hanyalah Roh yang
keluar dari Bapa, lalu Roh Yesus atau Roh Yesus Kristus ini roh siapa, jika
bukan Roh Kudus? Sebaliknya, jika Roh Yesus atau Roh Yesus Kristus juga
dipahami sebagai Roh Kudus, maka dalil Sabdono gagal total.
Selain istilah Roh Yesus
dan Roh Yesus Kristus, Perjanjian Baru juga menggunakan istilah Roh Kristus
dalam Rm. 8:9: “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika
memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh
Kristus, ia bukan milik Kristus.” 1 Pet. 1:11: “Dan mereka meneliti saat yang
mana dan yang bagaimana yang dimaksudkan oleh Roh Kristus, yang ada di dalam
mereka, yaitu Roh yang sebelumnya memberi kesaksian tentang segala penderitaan
yang akan menimpa Kristus dan tentang segala kemuliaan yang menyusul sesudah
itu”. Jika Roh Kudus hanyalah Roh yang keluar dari Bapa, maka roh siapakah Roh
Kristus ini? Apakah ada roh lain sehingga Allah ada 4 pribadi?
Berikutnya, Gal. 4:6
menyebutkan: “Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh
Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!". Roh
Anak-Nya yang dimaksud jelas adalah Roh Yesus Kristus. Lalu, jika Roh Kudus
menurut Sabdono hanyalah Roh Allah yang keluar dari Bapa, lalu Roh Anak-Nya ini
roh siapa? Sebaliknya, penyebutan bergantian antara Roh Allah dan Roh Kristus
dalam Rm. 8:9 menunjukkan bahwa Roh Allah dan Roh Kristus adalah satu. Itu
berarti Roh Allah atau Roh Kudus sama dengan Roh Kristus. Ini berarti dalil
Sabdono juga gagal ketika ia membedakan antara Bapa dengan Anak tetapi
menyamakan Bapa dengan Roh Kudus.
5. Bapa tidak mahahadir.
Anak juga tidak mahahadir. Anak ada di sebelah kanan Bapa. Bapa menjadi
mahahadir karena Roh Kudus yang ada di mana-mana (hal. 15).
Tanggapan:
Walaupun Sabdono bersitegas
bahwa Roh Allah adalah bagian dan keluar dari Bapa, namun pada sisi lain
menunjukkan perbedaan antara Bapa dengan Roh Kudus, yaitu Bapa hanya ada di
surga dan tidak mahahadir (omnipresent) dan kehadiran Allah lebih disebabkan karena
Roh Kudus yang hadir di mana-mana. Terlihat bahwa Sabdono memahami bahwa Bapa
dan Anak tidak mahahadir dan hanya Roh Kudus yang mahahadir dan memberikan
penekanan yang sangat berlebihan pada ketigaan Allah pada satu sisi dan
keterbatasan Bapa dan Anak pada sisi lain dan ini bukan ajaran kekristenan.
Berikutnya, dalam Rm. 8:10
dikatakan: “Tetapi jika Kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati
karena dosa, tetapi roh adalah kehidupan oleh karena kebenaran”. Jika Kristus
hanya diam di surga, maka tidak mungkin Kristus ada di dalam orang percaya. Dan
Kristus yang disebutkan dalam ayat 10 ada dalam orang percaya ini, pada ayat 9
disebut sebagai Roh Allah dan Roh Kristus. Jadi dengan kata lain, pemisahan
yang ketat antara Bapa dengan Anak sementara Bapa dengan Roh Kudus tidak, namun
Bapa diam di sorga menjadi keliru, karena dalam teks ini, Kristus yang diam
dalam diri orang percaya juga adalah Roh Allah yang juga adalah Kristus. Pada
satu sisi, ini menunjukkan kekeliruan pemahaman Sabdono bahwa ada keterpisahan
yang kuat antara Bapa, Anak dan Roh namun juga bahwa Roh Kudus hanyalah Roh
Bapa. Teks Rm 8:9, 10 menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah juga Roh Allah adalah
juga Roh Kristus dan ketiganya adalah satu.
B. Buku: Sabdono, Erastus.
Keselamatan di luar Kristen. Jakarta: Rehobot Literatur, 2016.
1. Sabdono menyatakan bahwa
ada dua standar dalam keselamatan. Pertama adalah bagi orang yang mendengar
Injil dan kedua adalah mereka yang tidak mendengar Injil. Kualitas
keselamatannya pun dengan demikian berbeda. Keselamatan bagi orang percaya
berarti dikembalikan kepada gambar Allah semula sehingga suatu hari nanti
dilayakkan bersama dengan Tuhan dalam kemuliaan. Keselamatan bagi orang yang
tidak mengenal Injil adalah diperkenankan masuk dunia yang akan datang sebagai
anggota masyarakat (hal. 65).
Tanggapan: Tidak ada dalam Alkitab
yang menyatakan bahwa di dunia yang akan datang, akan ada anggota masyarakat
yang merupakan orang-orang yang belum mendengar Injil.
2. Sabdono mengatakan bahwa
bila orang Kristen gagal mencapai keberkenanan di hadapan Bapa atau tidak
sempurna, namun didapati berbuat baik menurut Tuhan, maka akan digolongkan
kelompok orang yang berbuat baik yang diperkenan masuk dunia yang akan datang atau
menjadi anggota masyarakat. Tetapi bila mereka berbuat jahat, maka mereka
dibuang ke dalam lautan api (hal. 66).
Tanggapan: ini juga tidak ada dalam
Alkitab. Siapa yang dapat sempurna?
3. Bagi mereka yang
menerima anugerah keselamatan, ia harus meresponi panggilan untuk sempurna
seperti Bapa (Mt. 5:48).
Tanggapan: Mt. 5:48:
"Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga
adalah sempurna." Beberapa teks bahasa Inggris menuliskan: "Therefore
be perfect" (MKJV); "Ye therefore shall be perfect, as your heavenly
Father is perfect" (ASV); So be perfect, as your heavenly Father is
perfect." "Be then complete in righteousness, even as your Father in
heaven is complete" (BBE). Dalam teks Yunani: ἔσεσθε οὖν ὑμεῖς τέλειοι,
ὥσπερ ὁ πατὴρ ὑμῶν ὁ ἐν τοῖς οὐρανοῖς τέλειός ἐστιν. Dalam bahasa
Indonesia dikatakan "haruslah kamu sempurna" di mana
"haruslah" berbentuk KALA KINI dan IMPERATIF. Dalam teks Yunani
digunakan kata ἔσεσθε yang berbentuk KALA FUTUR dan INDIKATIF. Bila diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris, maka yang tepat adalah "you shall be
perfect" atau "you will be perfect". Dalam bahasa Indonesia maka
lebih tepat diterjemahkan "kamu akan menjadi sempurna". Kata
"Karena itu" merujuk kepada ayat-ayat sebelumnya, di mana Yesus
membandingkan Taurat dengan ajaran-Nya di mana Ia datang bukan untuk meniadakan
Taurat melainkan menggenapinya (πληρῶσαι, yang berarti juga menaikkan atau
menyempurnakan). "Karena itu" merujuk pasal 5:1-47, yaitu artinya,
kalau kita melakukan semua yang dijabarkan di atas, kita akan sempurna. Jadi
yang terpenting, atau yang jadi fokus, bukanlah menjadi sempurna, tetapi
melakukan kehendak Tuhan Allah, yaitu bahwa Ia bukan hendak menghapuskan
Taurat, tetapi menggenapi (menyempurnakan), yaitu dari gigi ganti gigi dan mata
ganti mata, menjadi tampar pipi kanan berikan pipi kiri, jalan satu mil, jalan
dua mil, diminta baju, berikan juga jubah, berzinah bukan lagi pada tindakan
tetapi pada keinginan, dll., itu semua yang Tuhan bicarakan dan itu yang
dimaksud dengan "karena itu" atau "jika kamu melakukan itu, kamu
akan menjadi sempurna".
Berikutnya, kata ‘sempurna’
merupakan terjemahan dari τέλειός (teleios) yang berarti sempurna, tetapi
juga lengkap, utuh, matang, dewasa dan berintegritas. Bila melihat keseluruhan
pasal, maka kata τέλειός lebih tepat diterjemahkan berintegritas atau utuh.
Jadi kesempurnaan yang diacu bukanlah: kamu harus sempurna, tetapi yang benar
adalah: KAMU AKAN MENJADI BERINTEGRITAS, UTUH, SEPERTI BAPA kalau kamu
melakukan apa yang dijabarkan di pasal 5, seperti yang Yesus jabarkan.
Sebaliknya, bila sempurna yang Sabdono ajarkan adalah sempurna mutlak seperti
Bapa, maka tiada seorangpun yang dapat sempurna seperti Allah dan secara
silogistik tidak ada yang selamat karena menurut Sabdono, semua orang yang
menerima anugerah harus sempurna seperti Bapa (hal. 66).
C. Rekaman youtube Seminar
Erastus Sabdono, Perceraian Sesi 2
Pada waktu 1:16:13, dalam
link: https://www.youtube.com/watch?v=F2bnDR-PUT0&t=4637s, pada sesi tanya
jawab, penanya pertama dibacakan oleh moderator, transkripsinya adalah sbb.:
Penanya: Apakah pasangan
saya yang sudah meninggal di bumi adalah pasangan saya di LB3 (ket: Langit Baru
Bumi Baru) atau Tuhan menyediakan yang lain?
Sabdono: Jawabannya cuma satu, Tuhan
yang tahu, oke, tetapi menurut saya, idealnya pasangan di bumi menjadi pasangan
selamanya.
Tanggapan: Yang menjadi
rujukan adalah Mt. 22:23-33 di mana pertanyaan orang-orang Saduki kepada Yesus
tentang siapa yang menjadi suami dari wanita yang telah menikah 7 kali suami
dan adik-adik suaminya (perkawinan levirat) di surga nanti dan Tuhan menjawab
bahwa manusia hidup di surga seperti malaikat tidak kawin dan dikawinkan (Mt.
22:30). Ini dipahami sebagai ketiadaan perkawinan levirat di surga dan bukan
ketiadaan perkawinan di surga. Ini keliru. Tidak perkawinan di surga! Yesus
jelas justru menolak gagasan ada perkawinan di surga. Kehidupan manusia adalah
sama dengan malaikat di surga.
D. Buku: Sabdono, Erastus.
Lucifer, Jakarta: Rehobot Literature, 2016
1. Menurut Sabdono, Lucifer
dipahami sebagai anak Allah. Dasarnya adalah dalam Kitab Ayub,
malaikat-malaikat Allah disebut bene haelohim (בני האלהים ) dalam Tanakh (Ay. 1:6; 38:7) yang arti harfiahnya adalah
anak-anak Allah (h. 13). Ia juga mengutip Ibr. 12:9 yang menyatakan bahwa Allah
adalah “Bapa segala roh” (πατρὶ τῶν πνευμάτων) yang dipahami sebagai
asal-muasal segala roh, termasuk malaikat. Karenanya, malaikat-malaikat dapat
disebut anak-anak Allah. Lucifer juga memiliki roh dari Bapa dan karenanya ia adalah
anak Allah Bapa yang istimewa. Pada mulanya, Lucifer adalah anak Allah. Sejak
ia jatuh, ia bukan lagi anak Allah (h. 13). Karena itu, Lucifer, yang dipahami
sebagai salah satu malaikat, berarti juga adalah Anak Allah.
Tanggapan: Kelemahan dalam gagasan ini
adalah bahwa dalam terjemahan Septuaginta, bene Elohim diterjemahkan sebagai
aggeloi tou Theou. Artinya, para penerjemah LXX memahami bahwa istilah bene
Elohim merujuk kepada malaikat-malaikat dan tidak memberikan suatu pengertian
tersendiri atau terpisah pada Lucifer.
2. Menurut Sabdono, Lucifer
bukan malaikat, karena ia diciptakan dalam kesempurnaan. Selain itu, Alkitab
tidak pernah menyebut Lucifer sebagai malaikat. Kemudian, komponen yang ada
pada Allah juga ada padanya (h. 54).
Tanggapan: Argumentasi ini
membingungkan. Komponen Allah yang ada pada Lucifer itu komponen apa?
Diciptakan dalam kesempurnaan yang dimaksud hanya karena ada 1 ayat yang
menyatakan ia tidak bercela. Tidak bercela dipahami sebagai kesempurnaan. Tidak
bercela, dalam teks asli adalah תּמים (tamiym) yang menurut
BDB berarti complete, whole, sound (lengkap, utuh, menyeluruh). Tidak ada yang
mengindikasikan sebuah kesempurnaan yang utopis apalagi mengandung komponen
Allah. Komponen Allah pun tidak jelas yang dimaksud.
3. Menurut Sabdono, Lucifer
diciptakan segambar dengan Allah karena ia adalah gambar dari kesempurnaan
(Yeh. 28:12) (h. 59 & 79). Lucifer adalah mahluk ciptaan Tuhan yang
memiliki keberadaan seperti Allah. Kesempurnaan menunjuk kepada
kualitas Allah sendiri (h.
59). Ia diciptakan sudah dalam kesempurnaan yang permanen (h. 59).
Tanggapan: Mengingat tamiym sudah
dijelaskan di atas, maka jelas Lucifer tidak memiliki keberadaan seperti Allah.
Dia makhluk biasa seperti ciptaan lainnya.
4. Menurut Sabdono, Lucifer
memiliki kedudukan lebih tinggi dari malaikat, bahkan lebih tinggi dari
penghulu malaikat (Mikhael). Karenanya, Lucifer adalah anak Allah yang istimewa
sebelum jatuh dalam dosa dan mendapat pelayanan dari para malaikat di Eden (di
surga) (h. 61).
Tanggapan: Dalam banyak
terjemahan, Lucifer disebut sebagai kerub saja (MKJV, ESB, German Luther Bibel,
Dutch Staten Vertaling, French Louis Segond).
5. Menurut Sabdono, ada
tiga anak terkemuka Allah Bapa. Pertama, Anak Tunggal Bapa, Tuhan Yesus Kristus
yang keluar dari Bapa, kedua, Bintang Timur Putra Fajar (yaitu Lucifer) dan
terakhir adalah Adam, namun Lucifer dan Adam diciptakan oleh Tuhan Yesus.
Lucifer adalah “putera” yang memberontak. Adam gagal mengalahkan Lucifer. Tuhan
Yesus diutus untuk membinasakan pekerjaan Lucifer (h. 61). Lucifer adalah anak
Allah yang memberontak kepada Bapanya (h. 62). Ia awalnya adalah pangeran
Kerajaan Tuhan di surga (Yeh. 28:13). Ia juga dahulunya adalah anak Allah yang
diciptakan-Nya (h. 92).
Tanggapan: Alkitab tidak pernah
menyaksikan bahwa ketiganya adalah Anak-anak Allah.
6. Menurut Sabdono, ketika
Tuhan Yesus menunjukkan ketaatan-Nya sampai mati di kayu salib (menumpahkan
darah), maka Iblis terbukti bersalah. Kuasa atau kekuatan darah Tuhan Yesus terletak
pada ketaatan-Nya kepada Allah Bapa (h. 100). Namun kemudian ia mengatakan
bahwa Iblis (Lucifer) hanya bisa dikalahkan oleh darah Tuhan Yesus dan
perkataan kesaksian mereka yang mengikuti gaya hidup Tuhan Yesus (Why. 12:11)
(h. 114).
Tanggapan: Manusia tidak memiliki peranan sama sekali untuk menyatakan
Lucifer bersalah. Ayat yang digunakan adalah sebuah doksologi di dalam surga
yang dilihat dalam penglihatan Yohanes. Ini tidak ada kaitan sama sekali dengan
keselamatan.
7. Menurut Sabdono, manusia
diciptakan untuk menggenapi rencana Bapa, yaitu mengalahkan Iblis dengan
membuktikan bahwa ia (Iblis) bersalah (corpus delicti) (h. 124, 152).
Tanggapan: Rencana Bapa
atas manusia bukanlah untuk mengalahkan Iblis karena Yesus telah mengalahkan
Iblis. Manusia diciptakan untuk memuliakan Allah (Yes. 43:7) dan bukan untuk
membuktikan bahwa Iblis salah.
E. Buku: Sabdono, Erastus.
Corpus Delicti, Hukum Kehidupan, Jakarta: Rehobot Literature, 2016.
1. Sabdono menyatakan bahwa
darah Tuhan Yesus dan perkataan kesaksian mereka yang dikatakan “tidak
menyayangkan nyawanya” (ini menunjuk orang percaya yang mengikuti gaya hidup
Tuhan Yesus: Why. 12:11). Ini menjadi dasar buku ini, di mana dikatakan “akan dikemukakan
secara panjang lebar dalam tulisan ini. Dengan demikian harus ditegaskan bahwa
yang dapat mengalahkan Iblis adalah Tuhan Yesus dan orang percaya yang memiliki
kualitas seperti Tuhan Yesus sendiri” (h. 9).
Tanggapan: Pertama, buku ini menjadi
sumber ajaran sentral sementara gagasan yang diambil hanya berasal dari 1 ayat,
Why. 12:11, dan tiada lagi ayat lain dalam Alkitab yang berbicara mengenai hal
ini. Dari segi metodologi tafsir, ini menjadi keliru, karena pokok yang sangat
minor dalam Alkitab malah dijadikan pokok mayor, bahkan primer. Kedua, ayat itu
sendiri bukan dalam konteks soteriologis melainkan doksologis, yaitu ketika
Yohanes memperoleh penglihatan tentang surga dan ada suara nyaring di surga
yang memuliakan Allah. Ketiga, kejadian yang dikisahkan sendiri belum tentu
bicara tentang keadaan surga pada akhir zaman.
Ada setidaknya 3 jenis
tafsiran untuk ini: Pertama, melihat bahwa Naga dijatuhkan ke bumi dan mengejar
wanita yang melahirkan Anak, maka ini justru berbicara tentang Maria yang
mengandung dan melahirkan Yesus. Cukup banyak tafsiran yang memahami demikian.
Ada yang menafsir bahwa wanita ini adalah Gereja. Ada juga yang menafsir bahwa
wanita ini adalah Israel dalam Perjanjian Lama yang akan menghadirkan Mesias
(cf. Ranko Stefanovic, Revelation of Jesus Christ, Commentary on the
Revelation, h. 380). Kemenangan orang-orang percaya atas Setan bukan atas
dirinya sendiri, kesalehannya bahkan karena menjadi serupa dengan Kristus,
melainkan karena karya salib Kristus belaka.
2. Sabdono menyebut adanya
Allah Anak yang ditujukan kepada Yesus dan ada Allah Bapa (hal. 25).
Tanggapan: Penyebutan Allah
Bapa, Allah Anak (dan dengan demikian Allah Roh Kudus) sesungguhnya tidak tepat
karena Alkitab tidak pernah menyebut Allah Tritunggal seperti itu dan sepanjang
sejarah Gereja, baik Bapa-bapa Gereja maupun gereja-gereja kemudian, tidak
mengenali Allah Tritunggal sebagai Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus.
Yang dipahami oleh Alkitab, kemudian Bapa-bapa Gereja serta gereja-gereja
kemudian, adalah bahwa kita percaya kepada Allah yang Esa yaitu Bapa, Anak dan
Roh. Allah adalah Bapa, Anak dan Roh. Penyebutan Allah Bapa, Allah Anak dan
Allah Roh Kudus serupa dengan gagasan Sabelianisme atau Modalisme.
3. Menurut Sabdono, Lucifer
adalah mahluk istimewa yang tidak sama pula dengan malaikat (h. 26).
Tanggapan: Kekeliruan di sini adalah
bahwa Sabdono memahami nama Lucifer sebagai sebuah kebenaran mutlak padahal
nama Lucifer digunakan oleh Alkitab Bahasa Inggris versi King James yang
merupakan diambil dari Alkitab Bahasa Latin lucifer (tanpa huruf capital) yang
merupakan terjemahan dari הֵילֵל (hilel). Lucifer
berarti bintang fajar, atau dahulu kala merujuk kepada Planet Venus. Pada zaman
dahulu, Planet Venus yang muncul di pagi hari dianggap sebagai bintang. Lucifer
karenanya juga berarti pembawa cahaya. Dari situ dapat diketahui bahwa Lucifer
sesungguhnya bukanlah suatu nama tetapi istilah dalam bahasa Latin yang
merupakan padanan dari Bintang Fajar. Tidak ada rujukan lain, selain dalam
Yehezkiel 28 dan Yesaya 14, yang berbicara langsung tentang Bintang Fajar.
Karenanya, tidak ada rujukan Alkitab bahwa Lucifer mahluk istimewa yang tidak
sama dengan malaikat. Istilah Setan (שׂטן , Satan) digunakan
dalam Perjanjian Lama sebanyak 18 kali dan tidak ada yang merujuk kepada
keadaan Setan sebelum kejatuhan. Kejatuhan Bintang Fajar dalam Yehezkiel dan
Yesaya pun ditafsir dalam 2 bentuk tafsiran, yaitu pertama Bintang Fajar
dipahami sebagai sepenuhnya raja manusia (Tirus dan Babel) dan kedua dipahami
sebagai Iblis. Artinya, ada dua bentuk tafsiran berbeda.
4. Sabdono mengatakan bahwa
Lucifer bukan kerub (Yeh. 28:14) walaupun ia mengakui bahwa ada terjemahan
bahasa Inggris yang menerjemahkan bahwa Lucifer adalah kerub.
Tanggapan: Sabdono mengabaikan bahwa
mayoritas terjemahan Inggris menerjemahkan Lucifer sebagai kerub. 4 terjemahan
bahasa Jerman pun menerjemahkannya sebagai kerub (di antaranya: DEB: Du warst
ein schirmender, gesalbter Cherub,). Terjemahan bahasa Belanda (Dutch Staten
Vertaling) juga menerjemahkannya sebagai kerub (Gij waart een gezalfde,
overdekkende cherub). Begitu juga terjemahan Perancis (French Louis Segond): Tu
étais un chérubin protecteur. Dalam LXX: μετὰ τοῦ χερουβ ἔθηκά σε (terj.: You
were placed with the cherub). Kata μετὰ menunjuk asosiasi, atau dengan kata
lain, Bintang Fajar ini sama dengan cherub. Dalam Tanakh: את־כרוב ממשׁח (at kherub mimshakh)
(terj.: Engkau adalah kherub yang diselubungi.) Dari semua terjemahan yang ada,
maupun LXX dan Tanakh, jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah bahwa
Lucifer adalah kherub. Menafsirkan Bintang Fajar bukan sebagai kerub apalagi
lebih tinggi dari kerub mengabaikan baik teks asli Ibrani, LXX maupun
terjemahan-terjemahan yang ada. Mengingat bahwa Sabdono bukan ahli bahasa
Ibrani pendapatnya yang justru berbeda dari baik teks asli Ibrani, LXX maupun
terjemahan-terjemahan yang ada justru menunjukkan terjemahannya keliru sama
sekali.
5. Sabdono mengatakan bahwa
gagasan Lucifer sebagai malaikat yang jatuh tidaklah alkitabiah.
Tanggapan: Pernyataan ini justru yang
tidak alkitabiah. Dua nama malaikat yang disebut dalam Alkitab, yang dipahami
sebagai penghulu malaikat, yaitu pertama Gabriel (berasal dari Geber el,
manusia Allah) yang dipahami secara umum sebagai archangel (ἀρχάγγελος,
arkhaggelos, gabungan dari arkhe aggelos, malaikat kepala), disebut sebagai
malaikat, ἄγγελος (lihat Lk. 1:19; 26). Kedua Mikhael. Dalam Perjanjian Lama,
Mikhael disebut ἄρχων atau pemimpin (Dan. 10:21; 12:1). Dalam Perjanjian Baru,
Mikhael disebut penghulu malaikat archangel (ἀρχάγγελος, arkhaggelos) (Jud.
1:9) dan dalam Why. 12:7 Mikhael disebut memiliki malaikat-malaikat. Teks
tersebut juga menyatakan bahwa naga (δράκοντος·, drakontos), yang menjadi
musuh Mikhael, juga memiliki malaikat-malaikat. Jika naga itu adalah Setan atau
Iblis, maka teks ini jelas hanya menaruh naga setara dengan Mikhael. Jika
Mikhael adalah penghulu malaikat yang juga adalah malaikat, maka naga tersebut
juga tidak lebih dari penghulu malaikat atau malaikat. Bila naga ini Lucifer,
walaupun tidak ada kaitan langsung antara naga ini dengan Lucifer, maka naga
ini hanyalah mahluk yang sekelas dengan Mikhael, yang walaupun ἀρχάγγελος
(penghulu malaikat) namun tetap hanya άγγελος (malaikat). Apakah Allah
hanya memiliki tiga penghulu malaikat (bila Lucifer dianggap salah satunya),
atau lebih dari tiga, Alkitab tidak menyatakan apa-apa. Karenanya, tidak tepat
untuk menyimpulkan apapun terkait malaikat-malaikat, bila Alkitab tidak
menceritakannya. Mengorek-orek hal ini hanya memberikan hasil keluar dari
Alkitab dan dari intensi Alkitab.
6. Piktogram שׂטן yang berasal dari huruf sin, tet dan nun diartikan oleh
Sabdono sebagai the consuming and destroying snake that surround the whole life
(hal. 32).
Tanggapan: Tafsiran dari
piktogram tidak dapat dijadikan landasan sebuah kebenaran karena itu merupakan
eisegesis (memasukkan gagasannya sendiri ke dalam teks Alkitab). Alkitab
sendiri tidak memberikan definisi Setan berdasarkan piktogram seperti itu.
7. Sabdono mengatakan bahwa
Lucifer diciptakan segambar dengan Allah sendiri. Sabdono menyimpulkan hal ini
dari Yeh. 28:12: “Gambar dari kesempurnaan engkau”.
Tanggapan: Frasa ini hanya
menggambarkan keadaan Lucifer sebelum kejatuhan dan bukan menunjukkan bahwa ia
diciptakan segambar dengan Allah.
8. Allah tidak langsung
membinasakan Lucifer karena tindakan Lucifer belum bisa dibuktikan bersalah
selama tidak ada verifikasi atau pembuktian bahwa Lucifer bersalah. Karenanya
harus ada semacam corpus delicti bahwa Lucifer bersalah (hal. 41, 42).
Tanggapan: Alkitab sendiri mengatakan bahwa telah ditemukan kecurangan
dari Lucifer (Yeh. 28:15). ‘Kecurangan’ merupakan terjemahan dari Ibr. עולתה (awlatah) dan Yun. ἀδικήματα yang berarti tidak benar atau
perbuatan jahat. Kecurangan dalam terjemahan Indonesia atau עולתה (awlatah) dan Yun. ἀδικήματα jelas menunjukkan adanya tolok
ukur. Sesuatu dikatakan jahat atau tidak benar bila ada tolok ukurnya sehingga
saat Alkitab berkata Lucifer curang, maka saat itu sudah ada tolok ukurnya dan
tidak perlu membutuhkan tolok ukur lain yaitu corpus delicti. Dalil untuk
menghadirkan corpus delicti terlalu lemah dan malah tidak alkitabiah. Alkitab
sama sekali tidak menyatakan hal tersebut.
KONKLUSI:
Dari kajian-kajian di atas,
belum termasuk buku-buku dan khotbah-khotbah lainnya, cukup banyak pengajaran
yang diklaim Sabdono “berkembang” itu ternyata tidak sama bahkan berbeda, bukan
hanya dengan ajaran GBI melainkan juga dengan pengajaran gereja dan kekristenan
pada umumnya! Banyak kajian Sabdono, walaupun menggunakan ayat-ayat Alkitab,
namun merupakan buah pikiran pribadi yang bersifat eisegese (memasukkan
gagasannya sendiri ke dalam teks Alkitab, padahal Alkitab sendiri tidak
memaksudkan nya demikian). Akibatnya muncul pandangan yang tidak lazim dan
menyimpang dari kepercayaan umat Kristen pada umumnya yang bertitik tolak dari
Alkitab.
Jakarta, 14 September
2018,
Departemen Teologia
Gereja Bethel Indonesia
0 Response to "TANGGAPAN GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) TERHADAP AJARAN PDT. DR. ERASTUS SABDONO"
Post a Comment