UCAPAN SULIT "TUHAN MENGUTUS ROH DUSTA"
UCAPAN SULIT DALAM PERJANJIAN LAMA 31
“TUHAN MENGUTUS ROH DUSTA”
1 Raja 22:20-22
6:6
Ketika mereka sampai ke tempat pengirikan
Nakhon, maka Uza mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu, lalu
memegangnya, karena lembu-lembu itu tergelincir.6:7 Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Uza, lalu Allah membunuh
dia di sana karena keteledorannya itu; ia mati di sana dekat tabut Allah itu.
Apakah
dapat Allah atas kebenaran dipersalahkan karena mendukung atau mengizinkan
kesalahan? Ada yang menuduh demikian. Bagian-bagian yang ditampilkan untuk
mendukung tuduhan ini adalah 1 Raja-raja
22:20-23, Yeremia 4:10 dan YehezkieI14:9.
Tuduhan
seperti itu dimungkinkan hanya jika seseorang lupa bahwa ada banyak penulis
Alkitab yang tidak mencantumkan penyebab kedua dan menganggap segala yang
terjadi disebabkan langsung oleh Allah, sebab Ia mengatasi segala sesuatu.
Itu
sebabnya, pernyataan yang terungkap dalam bentuk perintah dari kata kerjanya
seringkali mewakili hanya apa yang diizinkan untuk terjadi.
Demikian
juga, tatkala setan-setan memohon agar Yesus membiarkan mereka memasuki
kumpulan babi, ia berkata, "Pergilah" (Mati. 8:31). Hal ini tidak membuat Dia menjadi pendukung aktif atas
kejahatan; Ia hanya mengizinkan setan-setan itu melakukan apa yang mereka
inginkan.
Sama halnya, Yesus berkata (memerintahkan) kepada Yudas, "Apa
yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera" (Yoh. 13:27). Namun Yesus tidak menjadi perancang kejahatan yang
dikerjakan atas diri-Nya sendiri.
Allah
boleh digambarkan sebagai menipu Ahab hanya karena penulis Alkitab tidak
membedakan antara apa yang orang perbuat dan apa yang Ia izinkan. Tentu saja,
benar bahwa dalam 1 Raja-raja 22
Allah kelihatannya melakukan lebih daripada sekadar mengizinkan penipuan.
Tanpa
mengatakan bahwa Allah melakukan yang jahat agar yang baik muncul, kita bisa
mengatakan bahwa Allah memerintah kecenderungan penuh atas kejahatan yang sudah
ada sebelumnya sehingga yang jahat itu mendukung rencana Allah yang kekal,
bertentangan dengan kecenderungan dan tujuannya sendiri.
Karena
Ahab telah meninggalkan Tuhan sebagai Allahnya dan mengeraskan hatinya sendiri,
Allah mengizinkan Ahab runtuh melalui sarana yang ia cari untuk disalahgunakan
demi tujuan-tujuannya sendiri, sebut saja bernubuat.
Allah menggunakan
pernyataan palsu dari para nabi palsu yang sedemikian memikat Ahab sebagai
sarana-sarana penghakiman seperti ia memakai suatu bangsa kafir untuk menghukum
Israel (yaitu, Ia memakai Asyur untuk menghukum Israel, Yes. 10:5; atau Ia menggunakan Babel untuk alasan-alasan yang
serupa, Hab. 1:2-11).
Bahwa
Allah sanggup mengatur yang jahat dan palsu yang mudah diterima Ahab tidaklah
berarti membebaskan para nabi palsu atau pendengar yang mudah tertipu.
Sekalipun roh dusta mempunyai izin dari Tuhan, ini tidaklah membebaskan para
nabi yang menyalahgunakan karunia-karunia mereka. Mereka memberi tahu kepada
raja sesuai yang ingin didengarnya.
Perkataan
mereka tak lain merupakan gema dari keinginan raja itu. Jadi baik para nabi
yang berdusta itu maupun raja dan bangsa Israel layak dihukum di hadapan Allah.
Tanggungjawabnya haruslah dibagi. Para nabi ini berkata-kata" dari pikiran
mereka sendiri."
Prinsip
ini ditegaskan lebih lanjut tatkala kita memperhatikan bahwa bagian dalam
bentuk pertanyaan adalah suatu penglihatan yang Mikha nyatakan kepada Ahab.
Allah berkata kepada Ahab, "Jadilah bijak. Aku mengizinkan para nabimu
berdusta kepadamu." Artinya, Allah menyatakan kebenaran yang lebih dalam
kepada Ahab daripada menipunya.
Jika
Allah benar-benar berupaya menjebak Ahab ke dalam situasi yang mengancam hidup,
Ia takkan mengungkapkan rencana ini kepada Ahab! Sekalipun demikian, Ahab
menolak memperhatikan kebenaran Allah melainkan mengikuti nasihat para nabinya.
Dua
bagian lainnya yang dipakai untuk menuduh bahwa Allah berdusta lebih mudah
dipahami. Dalam Yehezkiel14:9 kita
punya satu kasus lain tentang Allah mengizinkan kebutaan rohani untuk berperan.
Penulis
Alkitab sepertinya menganggap seluruh proses pengerasan hati disertai dengan
hukuman disebabkan oleh kedaulatan Allah. Pernyataan-pernyataan tegas dan Yeremia 4:10 dan 20:7 sepertinya berupa
keluhan dari sang nabi yang telah menyalahgunakan janji kebesertaan Allah untuk
menjamin bahwa tak ada kejahatan atau ejekan yang akan menimpanya atau menimpa
pelayanannya.
Namun, ayat-ayat ini tak bisa dikutip sebagai dasar untuk memberikan
pengakuan apapun untuk menuduh bahwa Allah berdusta.
Sumber
:
“Ucapan
yang Sulit dalam Perjanjian Lama” Walter
C Kaiser, Jr. LITERATUR SAAT, 2015, halaman 115-117
0 Response to "UCAPAN SULIT "TUHAN MENGUTUS ROH DUSTA""
Post a Comment