ALLAH MEMBUNUH UZA KARENA MENYENTUH TABUT ALLAH
UCAPAN SULIT DALAM PERJANJIAN LAMA 30
“UZA MENGULURKAN TANGANNYA KEPADA TABUT
ALLAH DAN ALLAH MEMBUNUH DIA”
2
Samuel 6:6-7
6:6 Ketika mereka sampai ke tempat pengirikan Nakhon, maka Uza mengulurkan
tangannya kepada tabut Allah itu, lalu memegangnya, karena lembu-lembu itu
tergelincir.6:7 Maka bangkitlah
murka TUHAN terhadap Uza, lalu Allah membunuh dia di sana karena keteledorannya
itu; ia mati di sana dekat tabut Allah itu.
Hidup Kristen - Selama
bertahun-tahun banyak orang yang mengeluh bahwa Allah tidak adil membunuh Uza
tatkala dengan sukarela ia berusaha melindungi tabut Allah dari kerusakan atau
aib ketika lembu-lembu tersandung dan tabut itu tergelincir. Apakah tidak
seharusnya Uza dipuji karena dengan sigap tampil untuk melindungi tabut Allah?
Tidak
diragukan bahwa maksud Daud untuk membawa tabut tersebut ke Yerusalem merupakan
tujuan yang terpuji dan baik. Kini kerajaannya telah berdiri, ia tidak lupa
sumpahnya dulu untuk mengembalikan tabut itu ke tempatnya yang benar dan tetap.
Namun apa yang dimulai dengan penuh sukacita itu menjadi hari perkabungan
nasional dan aib. Mengapa?
Peniadaan
penting dalam ketiga ayat pertama dari 2Samuel 6 memastikan adegan itu gagal.
Tatkala Daud membutuhkan nasihat pada waktu sebelumnya, misalnya tatkala ia
diserang oleh bangsa Filistin, bacaan itu mencatat bahwa Daud "bertanya
kepada TUHAN" (2 Sam. 5:19, 23).
Namun sayang kata-kata itu tak ditemukan dalam 2 Sam. 6:1-3. Sebaliknya, kita diberi tahu dalam catatan yang
sejajar di 1 Tawarikh 13:1-3 bahwa
Daud "berunding dengan setiap pemimpin pasukan dan pemuka."
Tak
ada perlunya meminta nasihat dari orang-orang ini. Allah telah memberikan
perintah yang jelas dalam Bilangan 4:5-6 tentang cara memindahkan tabut. Tabut
harus ditutupi dengan selembar tabu penudung, untuk menudungi kekudusan Allah
dari segala jenis gangguan, dan kemudian dibawa dengan menggunakan kayu
pengusung di atas bahu kaum Lewi (Bil. 7:9).
Allah
telah menyatakan kehendak-Nya dengan jelas, namun Daud mempunyai gagasan yang
lebih baik, yaitu yang pernah ia pelajari dari kaum kafir Filistin. Ia akan
menaikkan tabut itu di atas sebuah "kereta yang baru" (2 Sam. 6:3).
Namun,
Allah tak pernah mengatakan apapun mengenai penggunaan sebuah kereta yang baru.
Ini merupakan penemuan manusia yang bertentangan dengan kehendak dan hukum
Allah.
Jadi
Daud melakukan hal-hal itu dengan cara yang salah, yaitu berdasarkan gagasannya
sendiri atau gagasan dari orang lain tetapi bukan berdasarkan cara Allah.
Sesungguhnyalah bagian Ini mempenngatkan bahwa memiliki tujuan yang mulia dan
maksud yang benar ketika memasuki pelayanan bagi Allah tidaklah cukup;
pekerjaan Allah harus juga diwujudkan dengan cara Allah. Bertujuan baik tidak
secara otomatis menyiratkan penggunaan cara-cara yang benar.
Namun
mengapa murka Allah tertumpah atas diri Uza jika Daud yang bersalah? Tuhan
telah dengan jelas mengajarkan bahwa sekalipun kaum Kehat, yaitu keluarga Lewi
ditugaskan untuk mengangkut tabut itu, "janganlah mereka kena kepada
barang-barang kudus itu, nanti mereka mati" (Bil. 4:15).
Kalaupun
Uza bukan seorang Kehat atau seorang Lewi, ia tetap harus tahu apa yang
diajarkan hukum dalam Bilangan 4 dan 7.
Allah tidak hanya menepati janji-janji-Nya, melainkan juga menggenapi
ancaman-ancaman-Nya!
Ketika
kaum Filistin, yang tak punya sarana mencapai penyataan khusus Allah, berdosa
karena menyentuh tabut itu dan menggunakan sebuah kereta baru untuk
mengangkutnya, murka Allah tidak menyala atas mereka (1 Samuel 6).
Itu
sebabnya, Allah lebih berbelas kasih kepada mereka yang kurang dapat mengetahui
kehendak-Nya daripada terhadap mereka yang tahu. Itu sebabnya terhadap Sodom
dan Gomora akan lebih dapat ditolerir pada hari penghakiman daripada terhadap
orang-orang yang secara pribadi menyaksikan karya-karya agung dari sang
Juruselamat di Kapernaum (Mat. 11:23-24).
Seperti
Daud, motivasi Uza murni adanya; namun ia mengabaikan Firman Allah yang
tertulis, sebagaimana halnya Daud. Jadi seorang berdosa menyeret orang lain.
Meminta nasihat pada para ahli tidak bisa mengganti ketaatan kepada Allah bila
telah diucapkan-Nya.
Niat yang baik, dengan pikiran yang belum dikuduskan,
bertentangan dengan Kerajaan Allah. Khususnya dalam hal menyembah Allah dan
konsep kekudusan-Nya.
Karena
Allah kudus, Ia bebas dari segala ketidaksempurnaan moral. Untuk membantu
makhluk hidup lebih memahaminya, harus ditarik satu garis batas yang tegas
antara hal-hal yang kudus dengan yang umum atau yang kotor. Istilah kotor kita
berarti "di hadapan" atau" di luar bait Allah".
Jadi
segala yang terpisah dari bait Allah, di mana kekudusan Allah bertaut, adalah
najis. Namun, tindakan Uza membuat kekudusan yang bertaut dengan tabut itu
menjadi najis dan dengan itu juga membawa aib bagi Allah.
Sungguh
tak terpikirkan bahwa Allah bisa memaafkan suatu kekacauan atau percampuran
antara yang suci dengan yang najis. Menyelipkan keberadaan yang najis ke dalam
sesuatu yang kudus berarti mengacaukan keteraturan Allah.
Inilah
sebabnya mengapa Allah membakar Nadab dan Abihu saat mereka memberikan kepada
Tuhan apa yang bukan Ia tetapkan dan dengan cara yang mengotori kekudusan-Nya (Im. 10:2). Demikian pula dalam 1 Samuel 6:19, tujuh puluh orang
Bet-Semes dibunuh karena mengintip ke dalam tabut. Kenajisan bukan hanya
bertentangan dengan kekudusan Allah; kenajisan membaurkan yang sekuler dengan
yang suci.
Akhirnya,
Yeremia 25:6 memperingatkan, "Janganlah kamu menimbulkan sakit hati-Ku ...
supaya jangan Aku mendatangkan malapetaka kepadamu." Hal yang sama
bisa dikatakan untuk tanggapan Daud atas tindakan Allah: "Hai, anakku,
janganlah anggap enteng [tidak mempedulikan] didikan Tuhan" (Ibr. 12:5). Ketaatan lebih dianjurkan
untuk mempelajari bahwa Allah dan Firman-Nya tetap benar tatkala kita bertindak
bodoh.
Sumber
:
“Ucapan
yang Sulit dalam Perjanjian Lama” Walter
C Kaiser, Jr. LITERATUR SAAT, 2015, halaman 111-114
0 Response to "ALLAH MEMBUNUH UZA KARENA MENYENTUH TABUT ALLAH"
Post a Comment