LEBIH BAIK MENDENGAR DARIPADA KORBAN SEMBELIHAN





UCAPAN SULIT DALAM PERJANJIAN LAMA 28


“MENDENGARKAN LEBIH BAIK DARIPADA KORBAN SEMBELIHAN”



1 Samuel 15:14-15,22

Ay. 15:14 Tetapi kata Samuel: "Kalau begitu apakah bunyi kambing domba, yang sampai ke telingaku, dan bunyi lembu-lembu yang kudengar itu?" Ay. 15:15 Jawab Saul: "Semuanya itu dibawa dari pada orang Amalek, sebab rakyat menyelamatkan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu; tetapi selebihnya telah kami tumpas." Ay. 15:22 Tetapi jawab Samuel: "Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.



Hidup Kristen -  Bagian ini dan beberapa bacaan lainnya kelihatannya menolak segala korban. Walaupun sejumlah teks menyerukan agar memberikan korban bakaran atau korban tiap hari kepada Allah (misalnya, Kel. 29:18, 36; Im. 1-7), yang lain kelihatannya meremehkan korban-korban apapun, bahkan seakan-akan dilakukan oleh bacaan kita dalam 1 Samuel 15:22 ini. Bagaimanakah kita menyelaraskan yang kelihatannya bertentangan ini?

Allah mendapat sedikit kepuasan dari tindakan lahiriah dalam mempersembahkan korban bakaran. Bahkan, Ia mengeluh, "Tidak usah aku mengambil lembu dari rumahmu atau kambing jantan dari kandangmu .... Jika Aku lapar tidak usah Kukatakan kepadamu, sebab punya-Kulah dunia dan segala isinya" (Maz. 50:9, 12).

Sesungguhnya, Daud mengerti pelajaran yang sama dengan cara yang lebih sulit. Sesudah ia berdosa dengan Batsyeba dan peneguran nabi Natan, Daud mengaku, "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan kau pandang hina, ya Allah" (Maz. 51:19).

Sesudah prioritas sikap hati dikoreksi, baru mungkin bagi Daud untuk melanjutkan ucapannya, "Maka Engkau akan berkenan kepada korban yang benar, korban bakaran dan korban yang terbakar seluruhnya; maka orang akan mengorbankan lembu jantan di atas mezbah-Mu" (Maz. 51:21).

Pidato Samuel yang panjang lebar menegaskan pesan yang disampaikan para nabi: Tindakan penyembahan dan ritual di luar ketaatan yang sungguh-sungguh, pada dasarnya tak berharga bagi Allah maupun bagi yang bersangkutan.

Karena inilah nabi Yesaya dengan keras mengecam bangsanya karena ritualisme mereka yang kosong. Apa gunanya, ratapnya, segala korban, perayaan Bulan Baru, sabat, pertemuan-pertemuan, dan masuk ke dalam Bait Allah. Alangkah sia-sianya segala aktivitas dengan kegembiraan meluap-luap yang Allah sebutkan sebagai telah jemu dengan semuanya itu (Yes. 1:11-15).

Sebaliknya, apa yang perlu adalah segenap sikap hati yang baru sebagai persiapan yang semestinya untuk menjumpai Allah. Yesaya memperingatkan, "Basuhlah, bersihkanlah dirimu ... Marilah baiklah kita berperkara! - firman TUHAN - Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba" (Yesaya 1:16,18). Setelah itu barulah persembahan yang sesungguhnya boleh disampaikan kepada Allah.

Yeremia mencatatkan keluhan yang sama: "Aku tidak berkenan kepada korban-korban bakaranmu dan korban-korban sembelihanmu tidak menyenangkan hati-Ku" (Yer.  6:20).
Kepercayaan bangsa ini sedemikian tertipunya pada penyembahan palsu ini sehingga Yeremia. kemudian mengumumkan bahwa Allah menginginkan lebih danpada sekadar korban-korban bakaran tatkala Ia membawa Israel keluar dari Mesir (Yer. 7:22).

Ia ingin umat ini mempercayai-Nya. Selalu ada upaya untuk mengganti kehadiran di rumah Allah, penyembahan tanpa hati atau kepemilikan Firman Allah untuk menanggapi Firman tersebut secara aktif (Yer. 7:9-15, 21-26, 8.8- 12).

Pesan-pesan dari Hosea (Hos. 6:6) dan Mikha (Mik. 6:6-8.) tidak kurang tegasnya. Upaya untuk mempertunjukkan dan memakai agama hanya dalam situasi-situasi genting sudah sangat biasa.

Teguran Samuel tergolong dalam keluhan yang sama. Teguran ini tertuang dalam puisi yang serupa dengan yang tertera di atas. Juga memiliki bentuk peribahasa. Jadi kebenaran moralnya yang mutlak harus dipahami dengan cara sebandmg, sekalipun bentuk utuhnya tidak selalu dinyatakan demikian. Seperti, orang harua membaca yang berkesan, "Yang ini dulu barulah yang itu.

Perkataan-perkataan hikmat yang "lebih baik" ini, tentunya secara langsung menunjuk pada prioritas seperti itu. Apa, yang tidak mengikuti berarti menyangkali, atau tidak disebut lebih baik" lalu berarti ditolak Allah. Itu tidak benar. Memperdebatkan hal-hal ini akan mengabaikan bentuk peribahasa dari pernyataan.

Allah mengindahkan pengorbanan, namun Ia tidak mgm menikmatinya di luar ketaatan penuh kepada Firman-Nya atau sebagai pengganti hubungan kasih dan kepercayaan secara pribadi.

Namun, korban-korban itu, berada di bawah pengaturan Perjanjian Lama. Korban binatang tak lagi diperlukan pada saat ini, sebab Kristus adalah korban kita, satu kali dan untuk selama-lamanya (Ibr. 10:11-18). Akan tetapi, prinsipnya tetaplah sama:
Apa gunanya mempertunjukkan penampilan agama secara luas dengan segala macam perangkatnya jika aktivitas agamawi tersebut tidak didasarkan pada ketaatan hati yang beriman.

Cinta kasih agamawi yang sejati kepada Allah berawal di dalam hati dan bukan dalam perbuatan-perbuatan penyembahan atau dengan jubah-jubah dan upacara yang menyertainya!


Sumber :


“Ucapan yang Sulit dalam Perjanjian Lama”  Walter C Kaiser, Jr. LITERATUR SAAT, 2015, halaman 05-107

0 Response to "LEBIH BAIK MENDENGAR DARIPADA KORBAN SEMBELIHAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel