KOMUNIKASI RASUL PAULUS DALAM PENGINJILAN






           
“… ....hai orang-orang Atena, aku lihat bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa” (Kis 17 : 22-34)  


A. PENDAHULUAN

Paulus dalam kesempatan perjalanan ke Atena, dia melihat  bahwa kota itu penuh dengan patung, serta orang-orang di situ pasti menyembah patung berhala. Paulus sebenarnya sedang memasuki suatu dunia baru yang belum pernah dikunjunginya. Paulus tidak sedang mengacaukan pikiran oleh orang-orang di Atena, supaya mereka bimbang kepada allah-allah yang mereka sembah.

Paulus sedang mengatakan bahwa mereka sedang menyembah Allah yang mereka sendiri pada hakikatnya tidak mereeka kenal. Paulus sebenarnya melakukan dua hal yang rangkap yaitu dia sedang berkontekstualisasi tetapi di sisi lain faktor sosial juga menjadi dorongan, yang membuat Paulus mengatakan demikian kepada orang-orang Atena.

Dengan memerhatikan struktur sosial dari orang-orang Atena itu, maka Paulus dapat menegur mereka dengan keras yang bernada heran dan takjub. Pentinganya dimensi sosial didasarkan dua faktor fundamental. Pertama, bahwa manusia di lahirkan dalam suatu kebudayaan tertentu dengan pandangan dunianya, cara berpikir, cara tingkah laku dan sebagainya. Kedua, bahwa manusia di lahirkan dalam suatu masyarakat tertentu yang memiliki pengharapan dari tiap anggotanya dengan cara berinteraksi. Situasi-situasi ini tidak hanya melibatkan usaha-usaha untuk mendapatkan keuntungan dengan menyesuaikan diri dengan menggunakan perbedaan-perbedaan kebudayaan, melainkan juga penyampain yang dilakukan secara sadar dan sengaja dai suatu berita keagamaan yang jelas.[1]

Salah satu antropolog mengatakan bahwa kebudayaan, masyarakat, dan persoanlitas secara emperisit tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Untuk dapat memiliki relasi-relasi sosial, kita harus memiliki kebudayaan sebagai alat untuk mengekspresikannya. Juga kita harus memilkki kepribadian yang mengatasi kebudayaan tersebut dan memainkan peranan di dalam relasi-relasi sosial.[2]

Di dalam proses sosial ini, individu tidak terlalu banyak menjadi subjek seperti objek bagi dirinya. Dengan kata lain individu mengalami dirinya sendiri tidak secara langsung dari sudut pandang individu masyarakatnya dan disamakan dengan kelompok-kelompok sosialnya sebagai satu keseluruhan.[3]

Perbedaan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan sosial menunjukan bahwa hakekat kebudayaan adalah sebagai fenomena sosial dan sekaligus menyatakan bahwa kita membutuhkan pemahaman yang benar untuk menjelaskan kebudayaan dan manusia sebagai suatu akibat.

Dalam masyarakat kebudayaan dan teori sosial bersinggungan dan kehadiran teologi sangat diperlukan karena semakin banyak orang yang menyangkal kebenaran. Teologi harus berani memasuki arena perdebatan ini dengan bersenjatakan Firman Tuhan dan mandate budaya, lalu menyuarakan pandangannya mengenai kebudayaan bersama dengan ahli-ahli sosial.

Rasul Paulus sudah menjadi segala-galanya bagi orang-orang lain. Bagi orang Yahudi, dia telah menjadi seperti orang Yahudi, supaya dia bisa memenangkan orang Yahudi untuk Kristus, dan Paulus melakukan itu semua hanya untu Injil Kristus dan kemuliaanNya. Motivasi kedua pemacu dan pendorong mengabarkan Injil adalah kewajiban dan tugas terhadap Injil.[4] Bagi Paulus Injil adalah sesuatu yang penting dan mendesak sifatnya, sehingga tidak dapat dianggap dengan enteng dan murahan.malah sebaliknya dia mengatakan bahwa, “celakala aku jika aku tidak memberitakan Injil”, karena itu merupakan keharusan dan itulah tanggung jawab yang harus dipikul oleh setiap orang percaya. Agaknya tanpa Injil akan menyebabkan manusia tidak akan mengenal Allah di dalam Yesus Kristus.

Zaman sekarang ini agama sudah dijadikan alat pilitik untuk mengalihkan perhatian masa dari ketidakadilan sosial dengan cara memproyeksikan harapan kepada dunia kekekalan. Karena itu agama dengan secara sadar tidak menjalakan fungsi ideologinya. Ideologi adalah seperangkat gagasan dan kepercayaan yang membenarkan tatanan sosial tertentu. Ideologi mencakup kepercayaan suqatu kelompok dan mencerminkan dalam filosofi, ekonomi, hukum dan sebagainya. Juga dapat merupakan dalam sikap dan perasaan yang dipertunjukan dalam drama, puisi dan lukisan.[5]

Sosiologi menghasilkan metode analisa observasi, yang melibatkan institusi dan formasi produksi kebudayaan.[6] Hal inilah yang dihadapi Paulus di kota Atena yang sejak dahulun sudah sarat akan kebudayaan dan kepercayaan yang sangat kuat. Paulus membawa suatu perubahan besar tentang ideologi orang–orang Atena mengenai Allah dan manusia serta alam semesta ini.

Dengan kehidupan sosial yang tinggi Paulus harus menyesuaikan diri dengan orang-orang Atena, ia melakukan tukar pikiran dengan para ahli pikir untuk menjelaskan tentang Yesus dan kebangkitanNya. Pendekatan dilakukan oleh paulus dari segi agama yang dihubungkan dengan filosofi mereka.

Walaupun Paulus berlatar belakang seorang Yahudi yang taat, ia tidak sulit untuk bersosialisasi dengan orang-orang kafir. Ia bergaul dengan masyarakat yang paling rendah di pasar-pasar, golongan para intelektuan (Epikuros dan Stoa) dan para anggota majelis (Kis 17:17-18). Dengan memahami kebiasaan hidup orang-orang Atena yang suka bertukar pikiran, membuat Paulus mudah mempengaruhi pola pikir mereka mulai dai golongan paling bawah sampai golongan paling atas (Kis 17:21).

Proses sosiologi yang dilakukan oleh rasul Paulus, bukanlah salah satu cara untuk membangun dan mendirikan jemaat. Proses sosiologi yang dilakukan oleh rasul Paulus, adalah salah satu cara untuk mengadakan pendekatan yang membawa kepada pemberitaan Inji yang berhasil sepenuhnya proses sosiologi tidak semudah membalik kedua telapak tangan dan kemudia menutupnya sesuka hati kita.

Penginjilan kita anggap seperti apa? Kalau kita menganggap penginjilan adalah salah satu kebutuhan yang utama di antara kebutuhan yang lain, maka kita sudah mulai mengerti bahwa proses sosiologi yang akan kita praktikkan akan berhasil dan secara efektif berjalan dengan baik dan lancar.

Tanpa banyak tanya seorang rasul Paulus adalah contoh penginjil yang memahami dengan benar, bahwa objek tujuan dan alat yang dipakai itulah singkronisasi yang aktual dan up to date, untuk melakukan proses pendekatan sosiologi misi rasul Paulus. Walaupun Paulus bukan salah seorang dari kedua belas rasul Tuhan Yesus, namun ia sungguh rasul Kristus yang diapanggil menurut kehendak Allah.[7]



B. TINGKATAN SOSIOLOGI DALAM MISI PAULUS

1. Tahap Teologis

Atena merupakan tempat para ahlI filsafat dan pujangga-pujangga yang sangat mempengaruhi peradaban seluruh kerajaan Romawi. Seluruh kota ini dipenuhi dengan rumah-rumah berhala dan patung dewa-dewa.

Ketika melihat keadaan kota ini hati Paulus sangat sedih (Kis 17:16), lalu ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan Orang-orang yang takut Tuhan di rumah Allah. Kepada orang Yahudi dan orang yang takut Tuhan Paulus menjelaskan tentang Allah yang maha besar mulai dari PL dengan segala janji-janjiNya yang sudah digenapi didalam Pribadi Tuhan Yesus Kristus dalam kematian dan kebangkitanNya. Tetapi kepada orang Yunani Paulus menjelaskan dari pandangan mereka tentang Allah sabagai pencipta, pemelihara, dan kehadiranNya di dalam alam semesta ini.[8]

Paulus mengatakan bahwa orang-orang Atena sangat beribadah kepada dewa-dewa. Tetapi mereka tidak mengenal Allah yang mereka percayai “ kepada Allah yang tidak dikenal “ (KIs 17: 22-23). Dengan dasar inilah Paulus menjelaskan tentang kebesaran dan karya Allah. Ia menciptakan manusia, menentukan musim-musim bagi manusia, batas-baras kediaman bangsa-bangsa dan menjelaskan bahwa Allah adalah sumber segalanya (Kis 17:22-27). Pelus menganjurkan kepada mereka supaya mencari Allah, ia mengemukakan bahwa didalam Allah kita hidup, kita bergerak, kita ada. Jadi setiap manusia di dunia ini adalah berasal dari Allah.[9]

Allah adalah pusat segala sesuatu yang beradab baik di sorga dan di alam semesta ini. Jadi manusia juga berada dalam garis kekuasaan Allah. Allah menyatakan diriNya kepada manusia melalui Yesus Kristus. Allah yang pernah bertindak dalam penciptaan “ Allah yang telah berfirman biarlah terang terbit dari dalam gelap, Ia juga membuat terangNya bercahaya di dalam hati manusia, supaya manusia beroleh keselamatan. Di dalam Allah mendekati orang-orang berdosa dan mengulurkan tanganNya untuk menolong manusia.[10] 


2. Tahap Metafisik
           
Pertanyaan untuk apa kita beribadah kepada Allah, ini yang ada di benak rasul Paulus tentang orang-orang Atena. Manusia berasal dari keturunan Allah dan sungguh mulia, tetapi oleh dosa manusia kehilangan kemuliaan Allah. Dengan keberdosaan munusia membuat orang Atena tidak dapat mengenal Allah dengan benar. Mereka mengambil keilahian Allah dengan emas dan perak buatan tangan manusia. Dengan demikian mereka membutuhkan penyelamat (Kis 17:28-34).

Hal yang memerlukan penyelamatan adalah dosa yang bersarang didalam diri manusia yang kesalahan dilakukan bersama yang memisahkan menusia dengan Allah. Dosa itu bukan hanya suatu kejadian kebetulan tanpa kejadian-kejadian sebelumnya dan selanjutnya. Demikian dosa menimbulkan persoalan begaimana orang berdosa itu boleh mendapat pengampunan dan kedudukan yang baik dengan Allah. Dan inilah yang dibutuhkan oleh orang-orang Atena. Dengan mendapat kembali persekutuan dengan Allah, inilah pusat kebahagian manusia.[11]

Ketika menusia berdosa tidak dapat mengharapkan apa-apa selain penghukuman, maka Allah menawarkan kepada mereka suatu kebenaran ilahi di dalam Kristus. Dengan menerimaNya mendapat pengampunan dan kedudukan baru dengan Allah. Pengampunan ini beralaskan perbuatan Allah di kayu salib. Kristus telah mati dan bangkit bagi dosa-dosa manusia. Dengan kebangkitan Yesus dari antara orang mati memberikan suasana dan pengharapan baru kepada manusia.

Pengampunan dapat diperoleh dengan percaya kepada Yesus Kristus dan kebangkitanNya. Ketika mendengar tentang kebangkitan Yesus dari antara orang mati, orang-orang Atena sangat anti akan hal itu. Bagi mereka tidak ada kebangkitan tubuh, sehingga mereka menolak Paulus. Tetapi diantara para pendengar ada yang percaya dan mengikut Paulus.

Karena pencipta dunia ini adalah Allah dan Ia adalah Tuhan kita yang akhir penciptaan membuat manusia yang bereksistensi di dalam dunia ini. Dengan cara yang tak terlihat menampung semua hal yang diciptakan. Allah berfirman kepada manusia untuk mengatur dan merawat segala yang diciptakan


3. Tahap Positif


Kebutuhan akan pemikiran Teologis yang sedemikian mendalam membuat orang Atena salah. Hal ini munculnya  “gerakan lingkungan” dengan kesadaran bahwa kita hidup di dalam dunia manusia. Maka karakteristik dari gerakan lingkungan adalah kesadaran  bahwa kita hidup di atas bumi. Pentingnya arti manusia dan programnya telah dipertanyakan secara radikal. Berbagai permasalahan yang dikaji oleh gerakan lingkungan telah memunculkan suatu disiplin yang lengkap “ etika lingkungan “ yaitu tanggung jawab etis atas seluruh planet berikut makhluk hidup maupun yang tidak hidup didalamnya.

Salah satu buku seorang filusuf Australia yang berjudul “ Toward a Transpersonal Ecologi: Developing New Foundation For Environmentalism “ yang di dalamnya menjelasankan keseriusan moral dan asumsi atas kepentingan manusia di dalam skema perihal-perihal.[12] Upaya untuk menggantikan cara-cara berfikir mengenai bumi yang terwujud di dalamnya suatu kecenderungan untuk mempersonifikasikan  bahkan mempertuhankan alam semesta sebagai kekuatan yang tidak terpahami.

Di zaman kuno sampai zaman pertengahan alam merupakan suatu yang kudus, ibu yang misteri, tetapi sekaligus memberikan pertumbuhan. Sehingga menusia sangat takut akan keberadaan alam, membuat mereka menyembah dan hormat kepada isi alam yang mereka agap mempunyai kekuatan gaib.[13]

Gambaran Allah dengan kesan yang bisa muncul di dalam lingkungan alam ini sangatlah mustahi sebab dunia materi ini merupakan milik si jahat. Sehingga setiap isi didalam ini dikuasi oleh si jahat.

Tetapi Allah hadir dengan begitu mendalamnya bagi manusia sehingga mustahil bagiNya untuk tidak diidentifikasikan dengan semua hal tersebut. Mustahil bagiNya untuk hadir sedemikian rupa dengan semua hal tersebut kalau bukan karena ketidakterbatasNya. Tetapi Allah dalam keberadaanNya yang demikian intim hadir dalam alam semesta ini dalam pribadi Yesus Kristus, yang akan diidentifikasikan dalam kematian dan kebangkitanNya. 



C. KELOMPOK SOSIOLOGI DALAM MISI PAULUS

1. Masyarakat Umum ( Yahudi dan orang-orang yang takut Tuhan)
           
Berhadapan dengan orang Yahudi, Paulus berangkat dari sudut pandang orang Yahudi mengenai Allah dan  keselamatan. Ia menunjukan doktrin Taurat mengenai penebusan. Tetapi fungsi Taurat ini tidak muncul dalam antitesis dengan Yudaisme, karena Paulus berfokus pada apa yang terjadi ketika urutan-urutan keselamatan di balik, tetapi Taurat sendiri dijadikan sarana keselamatan.

Paulus menunjukan apa yang terjadi pada Taurat dan manusia dan apa yang harus terjadi dari sisi Allah. Jika kebenaran dan hidup dicari dalam Taurat dan bukan dari janji, di dalam usaha manusia dan bukan berdasarkan anugerah, tetapi justru hukum Taurat membawa kepada kematian.

Dalam antitesis dengan Yudaisme, ia melihat keseluruhan dispensasi perjanjian lama dari sudut pandang ini “dasar hukum Taurat bukanlah iman” tetapi siapa yang melakunnya. Paulus menyamakan konsep Taurat dengan kosep nomisme Yahudi. Konsep ini berjuang untuk memperoleh kebenaran melalui ketaatan kepada hukum Taurat. Ia bernalar dari nomisme Yahudi menyebutkan bahwa jalan ketaatan terhadap hukum Taurat sebagai jalan kematian.[14]

Paulus menekankan arti keselamatan yang mereka terima bukan untuk kepentingan diri sendiri, tetapi berlaku untuk semua orang. Kaitannya supaya orang Yahudi dan orang yang takut Tuhan menyaksikan keselamatan itu kepada orang-orang Atena. Banyaknya mazbah-mazbah di kota ini membuktikan bahwa orang Yahudi dan orang yang percaya tidak hidup sebagaimana orang percaya hidup. 
           
2. Golongan Para Ahli Pikir
           
Beberapa keyakinan Yunani kuno dapat menghasilkan suatu ilmu yang besar yang berbeda dari pemahaman orang Kristen. Bangsa Yunani kuno percaya pada suatu realita yang tak kelihatan, kekal, bersifat roh, dam rasional. Kepercayaan ini mendasari usaha mereka untuk membawa ordo rasional tak terlihat ini masuk ke dalam ordo dunia yang kelihatan. Tetapi mereka tidak mempunyai sumber daya rohani untuk membuat visi mereka dapat di lihat, juga tidak memiliki kasih karunia yang dibutuhkan untuk memampukan mewujudkan kerohanian yang mereka ketahui.[15]

Hal inilah yang Paulus lihat dalam kehidupan para ahli pikir di Atena, mempunyai pemahaman yang benar tentang roh dan kekekalan, tetapi mereka tidak dapat membuktikan dalam suatu yang kelihatan.  Paulus melakukan pendekatan dengan bersosialisasi dengan mereka tentang kebangkitan orang mati, yang terlihat jelas dalam Yesus dan kebangkitannya. Dengan pendekatan yang begitu baik, mereka menganggap Paulus memberitakan ajaran dewa-dewa lain. Sebab bagi para ahli pikir dewa mempunyai kuasa dalam alam semesta ini. Dewa-dewa mempunyai kuasa mutlak dalam mengatur dan mengendalikan dunia ini termasuk manusia.

Perbedaan pemahaman tentang Allah yang mereka percayai dengan pemberitaan paulus, mereka menganggap ajaran itu aneh. Sebab bagi mereka tidak percaya akan kebangkitan orang mati. Pandangan mereka manusia itu adalah satu fenomena alam dan semua manusia satu spesies. Kehidupan mereka adalah suatu ekspresi dalam bentuk perkataan dan pekerjaan dari roh, manusia yang hidup dalam ruang dam waktu. Mereka perpandangan bahwa roh mengeksprisikan diri dengan cara mewujudkan dalam bentuk-bentuk yang nyata ( Baal, patung, dewa).

Tetapi Paulus membawa pemberitaan yang sangat baru bagi mereka, yang Walaupun mereka pada umumnya para ahli pikir yang dapat memahami perilaku alam dan manusia.

Dengan keintelektualan mereka, Paulus mampu membuat mereka penasaran akan isi pemberitaannya. Ini membuktikan bahwa Paulus meleburkan diri dengan pemikiran yang sesuai dengan mereka, namun beda pengenalan tentang Allah. Cara sosial Paulus sangat baik, mampu mengimbangi tingginya pemikiran orang-orang Atena.[16]

Dan hal itu membuka pintu untuk memahami keadaan sosial mereak, sehingga akan mempermudah untuk menyampaikan Injil Allah di dalam anakNya Yesus Kristus, yang telah mati dan menebus kehiduoan orang-orang yang percaya kepadaNya dengan iman melalui firman Allah yang disampaikan oleh para hamba Tuhan dan penginjil, atau siapapun yang pasti dia adalah seorang yang telah diregenarsikan hidupnya oleh Allah.


3. Golongan Anggota Majelis
           
Areopagus merupakan tempat para anggota majelis untuk membicarakan dan memutuskan sesuatu. Tempat ini juga dipergunakan untuk menyampaikan pemikiran- pemikiran yang baru sebagai pengetahuan bagi mereka. Sebab pada umumnya orang- orang Atena terkenal dengan kejeniusan dan keintelektualan mereka. Sehingga kota ini disebut kota pusat pengetahuan dan pendidikan. Berita Paulus yang semakin luas menarik perhatian para anggota majelis untuk mendengarkannya. Di tengah-tengah orang yang paling berpengaruh di kota itu Paulus melakukan relasi sosial yang sangat baik. Menempatkan diri setara dengan orang-orang Atena pada pemikiran yang tinggi.

Sementara interpretasi sosial Paulus mengarah pada penjelasan kebudayaan mereka, yang selalu mempersembahkan korban saat melakukan ibadah. Di setiap tampat-tempat ibadah mereka selalu mendirikan mezbah-mezbah untuk membakar korban bakaran. Banyaknya pengetahuan yang dimiliki Paulus tentang kebiasaan dan budaya orang Atena, mempermudah ia bersosialisasi dengan para anggota majelis. Dari fakta-fakta yang ada dikota Atena tidak kenalnya mereka kepada Allah, tugas Paulus menjelaskan hakikat Allah yang sebenaranya. Ia menyidir kuil-kuil mereka yang dibanggakan mengatakan “Allah tidak tinggal dikuil-kuil buatan manusia “hal ini mengajak mereka untuk berfikir dengan cara berfikir Tuhan.[17]

Perkataan Paulus membuat filosofi mereka tergoncangkan “ Yesus dibangkitkan dari kematian “mengutip pujangga-pujangga mereka yang percaya bahwa manusia berasal dari Allah”. Ia mangarahkan mereka supaya bertobat, sebab Allah telah menentukan hari penghakiman bagi setiap orang. Karena pemberitaan tersebut bertentangan dengan filsafat mereka, mengundang pemberontakan di tengah-tengah majelis, tetapi ada di antara mereka yang menjadi percaya dan mengikut Yesus Kristus. Jadi kesimpulannya selalu ada hasil yang bisa dilihat dari keaktifan dalam melakukan sesuatu untuk tujuan Injil bisa diberitakan.




KESIMPULAN

Setiap manusia adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, yang sifatnya saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. dimensi sosial, merupakan bagian hidup dari seseorang selama di dunia ini.

Sebab social itu terbentuk dari perilaku kebiasaan yang sudah baku dan diterima secara umum. Jika seorang tidak mengikuti social di satu tempat dimana ia tinggal, maka ia akan tersingkir dari lingkungan bermasyarakat dan akan terkucilkan. Dengan tingginya tingkat sosial seseorang, akan semakin baiknya hubunganya dengan semua orang dan ia akan semakin dibutuhkan ditempat itu.

Prinsip inilah yang dilakukan oleh Paulus ketika berada di Atena, ia melakukan pendekatan dengan orang-orang Yahudi dan orang yang takut akan Tuhan, juga kepada orang-orang yang dipasar dan para ahli pikir. Tindakan ini merupakan sosialisasi kepada masyarakat untuk dapat diterima dalam lingkungan mereka. Ketika Paulus berada di tengah-tengah mereka, suatu kesempatan untuk menyampaikan pesan yang dibawanya.

Dengan bersosialisasi yang baik, akan mempermudah pelaksanaan penyampaian pesan. Penempatan posisi yang baik dalam tingkatan social di Atena membuat Paulus mudah untuk masuk dalam lingkungan anggota majelis.

Sebab dengan masuknya Paulus di tengah-tengah anggota majelis, membuktikan keberhasilannya didalam bersosial dari kalangan paling rendah sampai kepada yang paling tinggi. Demi kelangsungan hidup dalam suatu tempat, perlu tingkat sosial yang baik.

Proses pendekatan sosiologi sebenarnya secara sadar dan tidak sadar, manusia semua melakukannya dan tidak satu pun yang hidup tanpa memberikan kehidapan sosial yang eksis dalam bermasyarakat dan berbangsa dan bertanah air.

Mengabarkan Injil adalah hal yang vital yang perlu proses sosiologi yang bertujuan membuat suatu jembatan untuk Injil bisa diterima melalui pemberitaan Injil.


Bibliografi
1.      Bavinck. J.H,  Sajarah Kerajaan Allah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
2.      Bohannan. Paul, Social Antropology, New York: Holtt, Rinehart and Wiston, 1963.
3.      Drane. John, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPk. Gunung Mulia, 2003.
4.      Ellis, D W. Metode Penginjilan (Jakarta: OMF, 1999)
5.      Fox, Toward a Transpersonal Ecologi, Boston: Shamabala, 1990.
6.      Hesselgrave. David J, Communicating Christ Cross-Culturally, Malang: Literatur SAAT, 2005.
7.      Hunter. A.M, Memperkenalkan Teologi Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
8.      John D.Woodbridge. D.A. Carson, Allah Dan Budaya, Surabaya: Momentum Christian Literatur, 2002.
9.      Ridderbos. Herman, Paulus Pemikiran Utama Teologianya, Surabaya: Momentum, 2008.
10.  Williams. Raymond, Culture, London: Fontana, 1981.
11.  J,Wesley Brill Tafsiran Surat Korintus Pertama (Bandung: Kalam Hidup, 2003)




[1]David, C Hasselgrave. Kontekstualisasi, Makna, Metode (Jakarta:BPK, 2006) 25.
                [2]Paul Bohannan, Social Antropology ( New York: Holtt, Rinehart and Wiston,1963) 16.
                [3]David J. Hesselgrave, Communicating Christ Cross-Culturally (Malang: Literatur SAAT, 2005) 448.
                [4]D, W Ellis. Metode Penginjilan (Jakarta: OMF, 1999) 11.
                [5]Raymond Williams, Culture (London: Fontana, 1981) 15-16.
                [6]D.A. Carson and John D.Woodbridge, Allah Dan Budaya (Surabaya: Momentum Christian Literatur, 2002) 12.
                [7]J, Wesley Brill Tafsiran Surat Korintus Pertama (Bandung: Kalam Hidup, 2003) 25.
[8]John Drane, Memahami Perjanjian Baru ( Jakarta: BPk. Gunung Mulia, 2003) 335.
[9]J.H. Bavinck, Sajarah Kerajaan Allah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996) 810.
[10]A.M. Hunter, Memperkenalkan Teologi Perjanjian Baru  (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004) 100.
[11]A.M. Hunter, Memperkenalkan Teologi Perjanjian Baru, 89.
[12]Fox, Toward a Transpersonal Ecologi (Boston: Shamabala, 1990) 10.
[13]D.A. Carson and John D.Woodbridge, Allah Dan Budaya, 364
[14] Herman Ridderbos, Paulus Pemikiran Utama Teologianya (Surabaya: Momentum, 2008)158.
[15]D.A. Carson and John D.Woodbridge, Allah Dan Budaya, 2.
[16] Herman Ridderbos, Paulus Pemikiran Utama Teologianya, 159.
[17] David J. Hesselgrave, Communicating Christ Cross-Culturally, 254.

0 Response to " KOMUNIKASI RASUL PAULUS DALAM PENGINJILAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel