PERSEMBAHKANLAH ANAKMU SEBAGAI KORBAN BAKARAN





UCAPAN SULIT DALAM PERJANJIAN LAMA 11



“PERSEMBAHKANLAH ANAKMU SEBAGAI KORBAN BAKARAN” 



Kejadian 22:2

“Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."

Apa yang bisa dikatakan tentang suatu permintaan yang demikian mengejutkan? Apakah Allah sungguh-sungguh meminta atau bahkan menyetujui pengorbanan manusia?

Bab ini telah dihubungkan secara tidak adil akhir-akhir ini dengan jenis ketaatan buta yang sarua berkenaan dalam tragedi di Jonestown, Guyana. 


Namun Allah tidak memerintahkan Abraham untuk melakukan pembunuhan. Peristiwa ini tidak boleh dikelompokkan dengan pengorbanan yang konyol dari anak perempuan Yefta (Hakim 11:30-40); tuntutan Gibeon (2 Samuel 21:8, 9, 14; atau perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Ahas, Manasye atau Hizkia (2 Raj. 16:3; 21:6, 2 Tawarikh 33:6). 



Justru pengorbanan manusia inilah yang dihapuskan oleh Yosia (2 Raja 23:10) dan yang dikutuk oleh para nabi (Yeremia 19:5; Yehezkiel 20:30-31; 23:36-39). 



Memang, hukum dengan jelas melarang pengorbanan manusia dan mengecam mereka yang mempersembahkan kepada dewa Molokh (Imamat 18:21; 20:2) anak-anak laki-laki sulung mereka sebagai korban bakaran. 



Dengan singkat, pengorbanan manusia tak bisa dihakimi secara prinsip. Kebenarannya adalah bahwa Allah memiliki segala kehidupan dan memiliki hak untuk mengaruniakan atau mengambilnya sesuai kehendak-Nya. 



Menolak dengan dasar apapun hak dan keabsahan Tuhan kita untuk meminta kehidupan dalam kondisi apapun berarti menyingkirkan kedaulatan-Nya dan mempertanyakan keadilan-Nya dalam menyiapkan pengorbankan diri-Nya sendiri sebagai pusat karya penebusan.

Sekalipun demikian, Allah kita telah memilih untuk melarang pengorbanan manusia. 


Dilema antara perintah langsung kepada Abraham melawan pelarangan yang jelas terhadap pengorbanan manusia inilah yang harus diatasi. 



Dari pasal tersebut, nampak jelas b ahw a Allah tak pernah bermaksud agar perintah ini dilaksanakan. Bukti untuk pendapat ini adalah bahwa Allah menahan tangan Abraham tepat sa at ia akan mencabut nyawa putranya. "Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan d ia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku." (Kejadian 22:12).


Jadi sekalipun Abraham mungkin telah memahami perintah untuk mempersembahkan putranya sebagai korban bakaran, Allah tak bermaksud demikian. 


Sebaliknya, tujuan-Nya hanyalah untuk menguji iman Abraham. Dari sejak tindakan tersebut tidak dilaksanakan, tak ada yang tidak berharga dari kebaikan ilahi yang telah melakukan pencobaan atas imannya. 



Pengujian tersebut boleh jadi telah memberi Abraham keuntungan yang lebih besar daripada yang pernah kita bayangkan. Ada sebagian pihak, seperti Bishop Warburton, beranggapan bahwa Abraham ingin mengetahui bagaimana cara Allah mau memberkati segala keluarga di bumi melalui benihnya sebagaimana yang dijanjikan dalam Kejadian 12:3. 



Dengan anggapan ini, diperkirakanlah bahwa Tuhan kita merancang suatu cara untuk mengajar dia melalui suatu pengalaman tentang apa yang telah Ia komunikasikan kepadanya melalui perkataan. 



Ia diberi suatu gambaran, atau suatu tipe (tipologi), tentang pengorbanan yang orang terakhir dari garis keturunannya, bahkan Kristus, akan genapi.


Yohanes 8:56 memperkuat pengakuan ini saat Yesus berkata, "Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita." Jawaban dari para pendengar Yahudi, "Umur-Mu belum sampai lima puluh tahun , ...dan Engkau telah melihat Abraham?" (Yohanes 8:57). menunjukkan bahwa mereka memahami kata kerja melihat dengan cara harfiah. 


Tuhan kita tidak memperbaiki pemahaman mereka tentang bentuk melihat ini. Namun haruslah diperhatikan bahwa Kristus menyatakan bahwa Abraham bersukacita melihat bukan tentang diri-Nya sendiri, melainkan hari-Nya, yang dengan itu Ia maksudkan bahwa keadaan kehidupan-Nyalah yang terpenting.

Istilah hari tersebut membuat penafsiran ini jelas dari kesetaraan kata jam dan waktu. Di sepanjang kitab-kitab Injil kita membaca, "saat-Nya belum tiba" (Yoh. 7:30); "Ia ... berdoa supaya, sekiranya mung kin, saat itu lalu dari pada-Nya" (Markus 14:35); atau "Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan " (Yohanes 12:23). 

Dalam semua contoh ini bukan hanya satu jumlah waktu yang ditunjukkan melainkan juga sejumlah keadaan kehidupan tertentu yang unik bagi Dia dan misi-Nya.

Namun jika hari memiliki fungsi yang sama dengan jam, dan yang dimaksud keadaan yang khusus tersebut adalah yang di dalamnya Yesus menjadi Juruselamat dunia, di manakah tercatat dalam Perjanjian Lama bahwa Abraham melihat hal yang berhubungan dengan kematian Kristus?

Tak ada dalam Perjanjian Lama yang mengatakan dengan banyak kata-kata bahwa Abraham melihat kematian Mesias sebagai Juruselamat dunia. 


Namun, mungkin saja bahwa apa yang Tuhan kita maksudkan adalah transaksi dalam Kejadian 22 tatkala Abraham diminta untuk mengorbankan putra tunggalnya di atas Gunung Moria. Kenyataannya, inilah satu-satunya peristiwa yang memungkinkan untuk dirujuk.

Dalam peristiwa mempersembahkan putranya ini, Abraham pasti telah memiliki sosok yang hidup untuk menggambarkan pengorbanan Anak Allah kelak sebagai korban atas dosa-dosa dunia. 


Beberapa faktor menunjukkan kesimpulan ini:  (pertama) tempat di mana Ishak diikat merupakan "wilayah Moria" (yaitu suatu tanah yang termasuk dalam kedudukan Yerusalem dan merupakan gunung yang terkenal dengan nama yang. sama); (kedua) jarak yang harus ditempuh Abraham adalah paling tidak lazim jika tujuannya adalah hanya untuk menguji imannya (suatu ujian yang dapat digenapi bermil-mil lebih dekat ke tempat tinggal daripada wilayah Yerusalem ke mana ia diutus oleh Allah), dan (ketiga) kenyataan bahwa Ishak merupakan benih yang dijanjikan yang dalam diri dan dalam hidupnya terkandung Janji tentang segala yang akan Allah laksanakan di masa mendatang.

Ada dua jenis pengorbanan anak atau manusia yang dikenal dalam Perjanjian Lama. Pertama-tama, pengorbanan anak-anak atau orang dewasa yang dilakukan baik sebagai korban bangunan pada peletakan batu penjuru dari suatu kota dan gerbang-gerbangnya (1 Raja 16:34) atau pada saat krisis tertentu,. seperti tatkala suatu kota di bawah kepungan atau tatkala hampir kalah perang (2 Raja 3:27; Mikha 6:7). 


Mungkin kategori ini seharusnya juga menyertakan pengorbanan manusia sebagai persembahan kepada dewa asing untuk memberi kemenangan (Hakim 11) dan mengambil para narapidana perang untuk dipersembahkan.

Namun ini berbeda dengan pengorbanan yang dituntut dalam Perjanjian Lama atas segala yang sulung (Keluaran 13:12-13; 34:19-20; Bil. 3:44-51). 


Tentu saja harus segera ditambahkan bahwa dalam Kitab Suci tidak terdapat bagian yang mengatakan bahwa Allah menuntut korban manusia sebagaimana yang la lakukan terhadap binatang dan hasil tanah; sebaliknya Ia mengambil satu orang Lewi sebagai yang sulung dari tiap keluarga untuk melayani dalam bait Allah sebagai ganti hidup yang seharusnya menjadi milik Allah.


Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Allah memiliki hak untuk menuntut pengorbanan manusia. 


Semua pengorbanan dalam Alkitab berdasarkan pada gagasan bahwa persembahan hidup kepada Allah, baik dalam pengabdian atau pun dalam penebusan dosa, dibutuhkan untuk memulihkan persekutuan dengan Allah yang terputus karena dosa. 



Apa yang diberikan dari manusia kepada Allah tidak dianggap sebagai harta milik kita melainkan hanya apa yang secara simbolik dianggap sebagai harta dan itu adalah persembahan hidup dari yang mempersembahkan.

Sebenarnya, yang memberikan persembahan tak layak, karena dosa, membuat persembahan semacam itu , jadi prinsip penggantian dihadirkan untuk berperanan: satu nyawa dipersembahkan sebagai ganti nyawa yang lain. Demikianlah Abraham diminta oleh Allah untuk mempersembahkan nyawa, yaitu nyawa yang paling ia kasihi. milik putra tunggalnya. 


Namun dalam kasih pemeliharaan Allah, seekor domba jantan yang tersangkut dalam semak belukar diselipkan oleh malaikat Tuhan, yang menunjukkan bahwa penggantian satu nyawa bagi satu nyawa yang lain sesungguhnya dapat diterima di hadapan Allah; dan itulah yang membebaskan kita dari hal mengorbankan nyawa yang berdosa. Bagaimanapun Allah tetap memiliki hak untuk mengaruniakan Putra-Nya sendiri, yaitu nyawa manusia yang sempurna. 



Namun hal ini sama sekali tidak menyukakan hati para penggemar sistem penyembahan alam yang dewa-dewanya masih diragukan bisa hidup dan mati dan yang kemudian secara salah mengharuskan penyembah-penyembahnya untuk mengorbankan diri sendiri atau anak-anak mereka untuk mencapai persekutuan dengan yang sebenarnya tak ada.



Sumber :
“Ucapan yang Sulit dalam Perjanjian Lama”  Walter C Kaiser, Jr. LITERATUR SAAT, 2015, halaman 40-44

0 Response to "PERSEMBAHKANLAH ANAKMU SEBAGAI KORBAN BAKARAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel