TETAPI BANGKITLAH MURKA ALLAH KETIKA IA PERGI




UCAPAN SULIT DALAM PERJANJIAN LAMA 22

“ALLAH BERFIRMAN PERGILAH, TETAPI BANGKITLAH MURKA ALLAH KETIKA IA PERGI”


Bilangan 22:20-22
V20. Datanglah Allah kepada Bileam pada waktu malam serta berfirman kepadanya: "Jikalau orang-orang itu memang sudah datang untuk memanggil engkau, bangunlah, pergilah bersama-sama dengan mereka, tetapi hanya apa yang akan Kufirmankan kepadamu harus kaulakukan."
V21. Lalu bangunlah Bileam pada waktu pagi, dipelanainyalah keledainya yang betina, dan pergi bersama-sama dengan pemuka-pemuka Moab.
V22. Tetapi bangkitlah murka Allah ketika ia pergi, dan berdirilah Malaikat TUHAN di jalan sebagai lawannya. Bileam mengendarai keledainya yang betina dan dua orang bujangnya ada bersama-sama dengan dia.

Apakah Bileam diizinkan berkunjung ke dataran Moab untuk mengutuki Israel, atas perintah Balak, Raja Moab itu, ataukah tidak? Sepintas lalu, kelihatannya ini merupakan suatu kasus di mana Allah memberikan izin-Nya dan kemudian memutar balik apa yang telah dikatakan-Nya.

Narasi ini punya beberapa aspek yang mengagumkan. Mula-mula, kita terkejut melihat seorang nabi YHVH tinggal di Mesopotamia Atas, dalam wilayah di mana Abraham pernah singgah di Haran dalam perjalanannya dari Ur-Kasdim menuju tanah perjanjian.

Bahkan, sangat mengejutkan dan tak terduga bahwa Allah mau memiliki seorang nabi yang bukan Yahudi, ada anggapan umum bahwa Bileam adalah orang baru, seorang imam penujum, yang memakai kiat-kiat umum, seperti mimpi dan pertanda, untuk meramal masa depan. 


Namun Alkitab tidak nampak mendukung hal ini, sebab Bileam memakai nama YHVH, yaitu nama yang menyiratkan hubungan pribadi ("Ia akan ada [di sana]"). Sekalipun Balak mengutusnya untuk mengutuki bangsa Israel, haruslah diingat bahwa di dalam Alkitab berkat dan kutuk yang diucapkan dengan benar juga sangat berpengaruh (Kejadian 48:14-20; Hakim 17:1-2; Matius 21:18-22).

Apakah Bileam merupakan wujud kejahatan ataukah sesungguhnya ia adalah orang baik? Mungkin sebagaimana halnya dengan banyak orang lain, ia merupakan perpaduan antara yang baik dan yang jahat. 


la sungguh mengenal Allah Israel yang pribadi dan yang sejati, dan seperti begitu banyak kaum kafir lainnya yang percaya yang hanya dirujuk dalam Kitab Suci (seperti Melkisedek, Yitro, Rahab), ia juga sungguh-sungguh percaya akan keselamatan jiwanya. 



Nyatanya, Allah bukan hanya memakainya untuk melindungi Israel dari kutukan, ia juga merupakan sarana dari nubuat tentang Mesias yang agung berkenaan dengan "bintang terbit dari Yakub", yaitu cahaya yang memimpin para majus dari Timur yang kelak mencari raja baru bangsa Yahudi itu.

Kalau demikian, bagaimana kita menangani apa yang seperti kontradiksi dalam bagian ini? Penyelesaiannya terletak dalam bacaan itu sendiri, bukan dalam dugaan atau penyelarasan.

Bileam telah menerima satu utusan kerajaan dalam Bilangan 22:7-14. Bileam menjawab dengan benar bahwa Tuhan menolak permohonannya untuk pergi dengan para pemuka Moab untuk mengutuk Israel. 


Apa yang dengan licik Bileam abaikan adalah alasan penolakan Allah yaitu: "sebab mereka telah diberkati" (Bil. 22:12). 



Jika ia menyatakannya, mungkin akan mengakhiri upaya orang Moab untuk mengutuk umat yang telah Allah berkati itu. 



Sepertinya Bileam sedang memainkan dua peran dalam hal yang satu ini; dengan sengaja membiarkan kesempatan itu terbuka, mungkin mengharapkan agar dengan cara tertentu mengambil keuntungan dari pelayanan yang kelihatan sangat jelas.

Seperti yang diharapkan, delegasi ked ua kembali ke Bileam dengan suatu tawaran yang senilai dengan cek yang belum diisi. 


Kini ada yang berusaha meredakan ketegangan yang nampak di sini dengan membedakan antara Allah dengan YHVH. 



Pengakuan Bileam bahwa ia memiliki YHVH sebagai Allahnya (sebagaimana dalam ayat 18 dan 19) ternyata palsu, sebab bukan YHVH yang datang kepadanya, melainkan Elohim (ayat 20).



Penyelesaian ini merupakan rekayasa, sebab ayat 22 menyatakan bahwa Elohimlah yang murka. Para pemegang teori ini mencatat bahwa Pentateukh Samaria dan beberapa naskah penting dari Septuaginta menulis YHVH dalam ayat 22 bukan Elohim.

Ini mungkin benar, namun tetap tidak mampu melihat bahwa bacaan itu sendiri tidak membuat suatu pembedaan yang setajam itu antara Allah dengan YHVH. Sebaliknya, bacaan tersebut menegaskan bahwa izin bagi Bileam adalah bersyarat. 


Alkitab versi King James mengalimatkannya demikian, "Jika mereka datang memanggilmu, bangunlah, dan pergilah dengan mereka; namun perkataan yang akan Aku sampaikan kepadamu, itulah yang harus kaulakukan" (ayat 20).

Namun, Bileam, terlalu ingin pergi dan tidak menanti hingga mereka datang memanggilnya; bahkan, ia memasang pelana pada keledainya dan keluar menyambut mereka. 


Terjemahan ayat 20 Versi King James lebih disenangi, baik oleh versi NIV "Karena orang-orang itu telah datang..." maupun versi RSV "jika-orang-orang itu telah datang ... " sebab ayat berikutnya, yaitu ayat 21, menjelaskannya bahwa Bileam memulai tindakan dan tidak menunggu terlaksananya syarat yang telah Allah rencanakan. 



Ayat 21 mengatakan, "Lalu bangunlah Bileam pada waktu pagi, dipelanainyalah keledainya yang betina, dan pergi bersama-sama dengan pemuka-pemuka Moab." Ia "suka menerima upah untuk perbuatan-perbuatan yang jahat" (2 Petrus 2: 15).

Kebanyakan komentator mengakui bahwa penekanan yang benar dari kata "im" dalam bahasa Ibrani adalah "jika": namun, mereka salah mengartikan bahwa orang-orang dari Moab telah memanggil dan mengundang Bileam pergi, jadi tak ada alas an untuk beranggapan bahwa ada panggilan lain yang sedang ditunggu. 


Akibatnya, banyak yang memperlakukan istilah jika sebagai satu 'kata yang menyatakan pertentangan' dengan arti "karena". 



Apa yang tak disadari oleh para sarjana ini adalah bahwa Bileam telah meminta orang-orang ini untuk bermalam semen tara ia mencari tahu lebih jauh dari Tuhan.

Penundaan singkat ini memberikan Bileam satu kesempatan lagi untuk mengetahui kehendak Allah lewat karya pemeliharaan-Nya, - dalam hal ini, kebosanan utusan Moab, yang pasti telah berkemas dan berangkat pada pagi hari apakah Bileam tak terlalu berhasrat mengambil pekerjaan ini. 


Sebaliknya, Bileam mengambil inisiatif yang dibiarkan Allah dalam tangan orang Moab tadi ("Jikalau orang-orang itu memang sudah datang") dan itu membuktikan kecenderungannya sendiri untuk tidak taat.

Walaupun pernyataan tegas dari Bileam dalam ayat 18 bahwa, "Sekalipun Balak memberikan kepadaku emas dan perak seistana penuh, aku tidak akan sanggup berbuat sesuatu, yang kecil atau yang besar, yang melanggar titah TUHAN, Allahku," penyebutannya atas uang maupun melampaui kehendak Allah menimbulkan masalah bahwa hal inilah yang bukan saja ia lakukan, tetapi juga yang ia rencanakan untuk dilakukan jika memungkinkan.

Bacaan ini, seperti juga banyak bagian lainnya, mengajar kita untuk membedakan antara kehendak yang bersifat perintah dengan kehendak yang bersifat diizinkan Allah. 


Kehendak Allah yang bersifat perintah jelas nampak dalam perkataan, "Janganlah engkau pergi bersama-sama dengan mereka ... sebab mereka telah diber kati." Ini begitu jelas bahwa tak ada perkecualian.

Namun ketika Bileam terus mendesak Allah, Allah menguji kerelaannya untuk taat (jika diperlukan untuk menyatakan bahwa ia mengalami masalah dalam mengetahui kehendak Allah). 


Ujian ini merupakan suatu syarat yang tergantung pada 'para pemuka Moab yang patah semangat' akan datang lagi untuk terakhir kali sebelum berangkat pulang. 



Namun, Bileam tidak menunggu, mungkin takut mereka takkan datang Iagi. Setelah itulah murka Allah bangkit.

Kasih Allah tidak pudar pada peristiwa ini melainkan ditunjukkan dalam tiga peringatan lagi dari Allah bahwa Ia sedang menuju ke dalam masalah. 


Sekalipun cukup untuk meluruskan Bileam untuk misi yang mendadak, itu tidak menghindarkannya dari kesulitan-kesulitan selanjutnya yang pasti Allah telah rencanakan untuk ditambahkan bagi Bileam.

Akhir dari pelayanan Bileam tragis, sebab sesudah ia melayani Allah dengan berulangkali memberkati Israel, ia menjadi alat bagi kejatuhan Israel maupun dirinya sendiri (Bil. 31:7-8, 15-16).


Namun untuk ini hanya dirinyalah yang harus dipersalahkan, bukan Allah, sebab ia telah diperingatkan dengan tegas. 



Adakalanya Allah menuruti keinginan hati kita, sesudah kita memohon dan memohon kebalikan dari kehendak-Nya, namun seringkali akibatnya tidak baik untuk kehidupan kerohanian kita.

Sumber :
“Ucapan yang Sulit dalam Perjanjian Lama”  Walter C Kaiser, Jr. LITERATUR SAAT, 2015, halaman 78-82


0 Response to "TETAPI BANGKITLAH MURKA ALLAH KETIKA IA PERGI"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel