INERRANCY OF THE BIBLE (KETAKSALAHAN ALKITAB)





Pendahuluan

Alkitab dalam Bahasa inggris yaitu Bible atau Alkitab berasal dari kata Yunani biblion, yang berarti “kitab” atau “gulungan”. Nama itu berasal dari byblos yang menunjuk pada pohon papirus yang banyak tumbuh di rawa-rawa atau pinggiran sepanjang sungai Nil. Kata “Kitab Suci” merupakan terjemahan dari kata Yunani graphe, yang artinya “tulisan”. Di dalam PL tulisan ini diakui memiliki otoritas yang besar (contohnya: II Raj. 14:6; II Taw. 23:18; Ezr. 3:2; Neh. 10:34). Tulisan-tulisan dari Perjanjian Lama kemudian dikoleksi dalam tiga group yang disebut kitab Hukum, Kitab Para Nabi, dan Tulisan-tulisan (atau Mazmur).[1]


Di daalam Perjanjian Baru kata kerja Yunani grapho digunakan kira-kira sembilan puluh kali untuk menunjuk pada Alkitab. Sedangkan kata benda graphe digunakan limapuluh satu kali dalam Perjanjian Baru, dan hampir secara eksklusif digunakan untuk Kitab Suci. “Kitab Suci” menunjuk pada semua bagian Kitab Suci secara Kolektif (contohnya di Mat. 21:42; 22:29; 26:54; Luk. 24:27; 32,45; Yoh. 5:39; Rm. 15:4; II Pet. 3:16) atau bagian secara individu dari Kitab Suci (Mrk. 12:10; 15:28; Yoh. 13:18; Kis. 1:16; 8:35) “Kitab Suci berkata” berarti hampir sama dengan mengutip perkataan Allah  (contohnya Rm. 4:3; 9:17; Gal. 4:30; I Tim. 5:18).



Inerrancy merupakan sifat yang tidak mungkin bersalah: khusus dikatakan tentang Alkitab, akar kata yang dipakai untuk inerrancy adalah inerrant yang mengandung pengertian tidak dapat bersalah.[2] Inerrancy it self is a relatively young word in the English language. At first it appears is though is might be transliteration of the Latin word inerrantia, a participle form the verb innero. Boethius, who lived in the letter parth  of the sixth century and the early part of the seventh used the Latin term inerraatum.[3]


Dalam kamus Oxford, istilah inerrancy diberi definisi sebagai berikut: Kualitas atau kondisi dari keberadaan yang tanpa salah atau tidak salah, bebas dari kesalahan. Sedangakan inerrant berarti tidak berbuat kesalahan. Sebaliknya istilah errant didefinisikan sebagai berikut, yaitu tindakan atau keadaan yang salah atau keadaan salah dalam pandangan, suatu yang dilakukan secara tidak tepat karena ketidaktahuan atau karena tidak hati-hati, suatu kesalahan. [4] Dari akar kata inerrancy tersebut maka dapat diketahui terminology  inerrancy tersebut sebagai berikut in tidak dan nancy dari kata errancy salah. Maka Inerrancy memiliki definsi terminologi tidak salah.

Jadi dari berbagai pengertian di atas baik secara etimologi maupun secara terminologi maka dapat ditarik sebuah kesimpulan yang membuat semakin mengerti arti dari inerrancy yang sebenarnya. Inerransi didefinisikan sebagai kualitas bebas dari kesalahan yang dimiliki Alkitab. Doktrin inerransi mengajarkan bahwa Alkitab bebas dari kesalahan. Firman Allah tidak dapat salah dan tidak menyatakan sesuatu yang bertentangan dengan fakta. Ada beberapa orang yang berusaha untuk mempertentangkan doktrin inerransi dengan doktrin infalibiliti, tetapi pada dasarnya kedua doktrin ini mengajarkan hal yang sama tentang Alkitab, Alkitab adalah tanpa cacat.[5]



Dalam II Timotius 3:16, Rasul Paulus mengatakan sebagai berikut:  Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.


Setiap kalimat dalam ayat-ayat di atas memiliki makna yang memberikan sebuah pengertian yang mendalam bagi zaman ini mengenai keberadaan Alkitab sebagai Firman Allah. Dikatakan bahwa dari awal Kitab Suci telah dikenal dan memberikan manfaat dalam hal mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran.


Di Ilhamkan Allah di dalam bahasa aslinya merupakan suatu kata yang berarti dihembuskan Allah. Alkitab sampai  kepada zaman sekarang ini dengan kewenangan Ilahi sepenuhnya sebab merupakan kebenaran mutlak dan karena itu bermanfaat. Kata mengajar dipakai 19 kali dalam surat-surat penggembalaan. Menyatakan kesalahan terkait erat dengan menginsyafkan di Yohanes 16:8, Alkitab merupakan sarana yang dipakai Roh Kudus untuk menginsyafkan orangMemperbaiki mengandung pengertian meningkatkan

Mendidik orang dalam kebenaran
 menunjuk kepada latihan atau pembinaan yang harus diadakan di jalan kebenaran atau di dalam iman.[6] Melihat kepada berbagai pengertian dan uraian di atas, begitu penting dan sangat bermaknanya Alkitab tersebut dalam kehidupan orang Kristen, baik secara jasmani maupun rohani yang dapat meningkatkan kematangan iman di dalam Kristus.


Jika membuka Alkitab dari kitab pertama akan melihat kesaksian tentang Allah yang menciptakan langit, bumi serta segala isinya termasuk manusia. Manusia diberi tempat yang utama karena Allah menjadikan manusia sebagai teman sekerja (mitra kerja) Allah. 

Jadi melalui tulisan-tulisan dalam Alkitab dapat mengetahui rencana Allah. Melalui Alkitab, Allah menegur orang yang bersalah agar ia menyadari kesalahannya dan mau bertobat. Hal ini sama dengan yang dikatakan dalam II Tim.3:15-16 di atas, yaitu bahwa Kitab Suci dapat memberi hikmat untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Segala tulisan yang diilhamkan itu bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran.[8]







Fakta Inerransi Alkitab


Pernyataan Alkitab yang Inerransi bukan sekedar pernyataan palsu yang keluar dari setiap mulut orang percaya, melainkan sebuah pernyataan yang benar-benar nyata yang terbukti keatuentikannya dengan berdasarkan fakta-fakta yang berupa arkeologi sejarah Alkitab, kronologi dan banyak lainnya. Peristiwa Allah menyatakan diri-Nya dan kebenaran-Nya kepada umat Manusia disebut Wahyu. Ia menyatakan kepada kita apa yang tanpa dinyatakan Allah tidak dapat diketahui. 

Wahyu merupakan inisiatif Allah dan bukanlah penemuan manusia. Dengan kata lain, kita tidak menemukan Allah, Ia menyatakan diri-Nya kepada kita. Ia sebagai yang menyatakan diri-Nya sendiri, kita hanyalah penerima wahyu itu. Allah adalah satu-satunya sumber pengetahuan diri-Nya. [10]


Bukti Arkeologi



Kata archeology dalam bahasa Inggris berasal dari dua kata Yunani, archaios, yang berarti “purbakala, dan logos, yang berarti “kata”, “perkara”, “cerita”, atau “percakapan”. Archeology secara harafiah berarti cerita (atau percakapan) tentang perkara-perkara purbakala, dan ada kalanya orang menggunakan kata itu untuk mengacu kepada sejarah purbakala pada umumnya.[11]


Arkeologi Alkitab ialah cabang arkeologi yang mencari informasi mengenai sejarah, kebudayaan, dan kebiasaan manusia yang hidup di dunia Alkitab.


Banyak bagian Alkitab yang sudah lama membingungkan penafsir, akhirnya dapat dimengerti, ketika berbagai keterangan baru dari berbagai temuan arkeologis dipusatkan pada bagian-bagian Alkitab itu. Dengan kata lain, arkeologi memperjelas teks Kitab Suci dan dengan demikian memberi sumbangan yang berharga di bidang penafsiran Alkitab. Arkeologi juga telah meneguhkan banyak sekali bagian Alkitab yang ditolak oleh para kritikus karena mereka menganggapnya tidak sesuai dengan sejarah atau bertentangan dengan kenyataan-kenyataan yang ada.[12]

Hal ini dapat terjadi karena manusia lebih mengutamakan ratio di atas kemurnian dan keberadaan Alkitab. Menyangkal setiap sejarah yang ada dalam Alkitab dan mengabaikan ketaksalahannya menyebabkan banyak teolog menyangkali Alkitab itu sendiri. Dan mengeluarkan pemahaman-pemahaman yang menurut mereka benar, namun ternyata penuh dengan kesalahan dan sangat berbahaya bagi hidup Kekristenan sampai saat ini.


Alkitab menceritakan peristiwa-peristiwa yang berhubungan erat dengan mannusia dan tempat tertentu. Alkitab berbeda dengan buku dogma, yang mengutarakan teologia dan dalil-dalil, bukanlah kebenaran yang abstrak yang terdapat dalam Alkitab melainkan karya dan Firman Allah di dalam sejarah umat-Nya. Kita tidak mungkin mengerti Alkitab dengan sebaik-baiknya tanpa pengetahuan sejarah dan kebudayaan zaman kuno itu.[13]


Manfaat utama arkeologi Alkitab adalah pada informansi yang ditemukannya berkenaan dengan kebiasaan dan ciri kehidupan manusia pada zaman Alkitab. Kita ditolong untuk memahami Alkitab dengan lebih baik apabila kita mengetahui gaya hidup dan kebudayaan manusia yang pertama sekali menerima Firman Allah itu.[14] 

Dengan keberadaan arkeologi juga sangat membantu dalam mengtahui keautentikan Alkitab tersebut. Penyelidikan Alkitab melalui metode arkeologi itu dapat memberikan bukti-bukti yang dapat memperdalam keyakinan dan pengetahuan orang Kristen yang tentunya benar mengenai inerransi Alkitab karena bukti-bukti tersebut memberi keyakinan bahwa Alkitab benar-benar ada dan ditulis dan di Ilhamkan oleh Allah melalui Roh Kudus.



Penyataan (Revelation)



Penyataan yang dimaksudkan di sini adalah tindakan Allah untuk mengkomunikasikan diri-Nya kepada manusia melalui Alkitab. Alkitab merupakan salah satu wujud penyataan Illahi, di samping beberapa bentuk penyataan lainnya. Bukti bahwa Alkitab adalah wujud penyataan Illahi adalah karena kesatuannya, karena nubuat-nubuat yang digenapi, dan karena penulis Alkitab itu sendiri yang menyebutkan bahwa Allah befirman melalui mereka.[16]


Meskipun Alkitab ditulis oleh kira-kira 40 orang yang berbeda, dan dalam jangka waktu kurang lebih 1600 tahun, tetapi Alkitab merupakan  satu Kitab yang memiliki sistem pengajaran yang satu, standar moral yang sama, satu rencana keselamatan dan sati program tentang masa-masa.[17] 

Nubuatan-nubuatan dalam Alkaitab sebagian besar telah digenapi dan sebagian lagi pasti akan degenapi hanya menunggu masanya. Rasul Paulus dalam semua tulisannya mengatakn bahwa hal-hal yang ditulisnya merupakan perintah-perintah Allah (I Kor. 4:37) dan Yohanes menganggap bahwa kesaksiannya adalah kesaksian Allah (I Yoh. 5:10) dan Petrus dalam II Petrus 3:2 mengatakan bahwa perintah Tuhan telah disampaikan lewat rasul-rasul dan yang dituliskan di dalam Alkitab.


Pengilhaman


Bila berbicara tentang "inspirasi", Alkitab seringkali yang muncul dalam pemikiran adalah bahwa kata ini ditujukan untuk menggambarkan kualitas dari penulis dari pada tulisan itu sendiri. Namun sebenarnya kata ini dengan jelas memberi arti utama pada tulisan itu sendiri. Jikalau memperhatikan definisi dari kata inspirasi dalam beberapa bahasa, maka  akan mengerti dengan jelas ke mana arah utama dari kata ini. 

Dalam bahasa Latin, kata "inspirasi" berasal dari dua kata yaitu in dan spiro yang berarti menghembuskan ke dalam. Dalam bahasa Ibrani kata inspirasi adalah Neshama dan Nismah yang berarti nafas. Dalam bahasa Yunani yang tertulis dalam 2 Timotius 3:16 ".... segala tulisan yang diilhamkan Allah" pasa graphe theo-pneustos, berarti Allah menafasi. Alkitab adalah diberikan melalui inspirasi Allah. Kata-kata yang ada dalam Alkitab itu adalah inspirasi (nafas) Allah.


Ajaran tentang pengilhaman sangat menentukan dalam membangun ajaran tentang ketaksalahan Alkitab. Karena itu timbul berbagai teori tentang penglihaman sebagai upaya menentukan posisi Alkitab dalam iman Kristen. Dengan pengilhaman secara menyeluruh berarti bahwa keakuratan sebagaimana yang terjamin dalam pengilhaman secara verbal diperluas kepada setiap porsi Alkitab, sehingga tiap bagian Alkitab tak dapat keliru dalam hal kebenaran dan menetukan dalam hal kewibawaan Ilahi. [18]


Maka dengan demikian kalau pengilhaman yang secara verbal dan menyeluruh dalam Alkitab tersebut dapat diterima, maka bersamaan dengan penerimaan tersebut dapat menerima pula kepastian yang menyatakan ketaksalahan Alkitab sebagai Firman Allah. 

Di dalam Alkitab ditemukan sejumlah ayat di mana penulis illahi dan instrument manusia ditekankan. Matius 1:22 misalnya mengatakan “Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi.” Di sini sumber illahi dan instrument manusia ditunjukkan. Dalam Kisah Rasul 1:16, Roh Kudus mengucapkan perkataan-Nya melalui perantaraan Daud. Kemudian Petrus menyatakan dalam 2 Petrus 1:21, bahwa Roh Kudus berbicara melalui para nabi. Instrumen atau alat dari pekerjaan Roh Kudus adalah orang-orang yang telah menuliskan wahyu ilahi ini.


Iluminasi Roh Kudus

Istilah penerangan atau pencahayaan (illumination) perlu kita pahami dalam hubungannya dengan ajaran Ineransi Alkitab, ada perbedaan cukup mendasar sekali  yakni antara iluminasi dan penyataan serta pengilhaman. Maka, Penyataan berkaitan dengan komunikasi Allah kepada manusia, dan dalam konteks terjadinya Alkitab, komunikasi tersebut merupakan pengalihan pikiran Allah (divine autor), kepada manusia penulis (human autor) kitab-kitab Alkitab. Pengilhaman berkaitan dengan penulisan naskah asli dalam Alkitab dan penerangan berkaitan dengan bagaimana memahami Firman Allah yang ditulis itu.[19]


Kanon Alkitab



Kanon adalah sebagaimana adanya karena inspirasi yang obyektif, berotoritas dari Tuhan. Standarnya hanya inspirasi. Karena itu, tidak pernah boleh dikatakan bahwa kanonitas Alkitab dalam suatu hal yang subyektif. Kanonitas tidak bergantung pada manusia dan gereja, kanonitas bergantung pada Tuhan sendiri, Alkitab adalah kebenaran obyektif dan oleh karena itu kanon secara obyektif merupakan kanon tulisan suci.[20]


Tidak ada yang dapat bertahan dalam penghakiman dengan standar ini. Di sinilah perbedaan kualitatif dan kuantitatif harus diakui, Allah adalah Sang Penulis kanon-Nya dan kanon tersebut membuktikan diri-Nya sendiri. Roh Allah melalui providensia-Nya mengawasi pengakuan kanon Gereja Allah dalam kekekalan telah menentukan kanon menjadi sebagaimana adanya sekarang.


Kanonisasi Alkitab dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: Kanon Perjanjian Lama  dan Kanon Perjanjian Baru.  Pada abad yang ke-4 terlihat penetapan kanon dalam batas-batas yang kita kenal, baik bagi umat Kristiani di bagian barat maupun di bagian timur.

Di dunia timur pokok yang menentukan ialah Surat Paskal ke-39 dari Antanasius pada tahun 367. Di dunia barat kanon ditetapkan oleh keputusan konsili di Kartago pada tahun 397.[21] Ketika Allah menyediakan Kanon, Ia memakai manusia sebagai alatnya, perbuatan-perbuatan dan pemikiran-pemikiran manusia turut berperan dalam seluruh proses ini.


Kanon Perjanjian Lama. Supremasi Pentateukh bagi Yahudi diakui menjelang zaman Ezra pada abad ke-5 SM, ketika banyak orang Yahudi berduyun-duyun kembali ke Israel dari pembuangan ke Babel. Dari abad ke-4 M, kata kanon dari bahasa Yunani yang berarti aturan digunakan untuk menunjukkan kitab-kitab yang diterima oleh komunitas Yahudi (dan kemudian gereja Kristen) sebagai kitab yang berwibawa. Dan kitab ini menjadi ukuran untuk menilai benar-salah.[22]


Kanon Perjanjian Lama dalam Alkitab bahasa Inggris memiloki isi yang sama dengan Alkitab Ibrani,  yang dibagi atas tiga bagian yaitu Taurat (Hukum atau Pentateukh) Nebi’im (nabi), dan Kethubim (tulisan atau hagiograph) dan ini merupakan sebauh ketetapan dalam kanon Ibarani yang tidak dapat ditambah ataupun dikurangi.[23] 

Bangsa Yahudi tersebar ke seluruh penjuru dunia dan ingin mengetahui secara pasti kitab-kitab mana yang mempunyai keabsahan sebagai Firman Allah, karena terdapat banyak tulisan di luar Alkitab dan yang menyimpang dari pokok Alkitab. Maka orang-orang Yahudi menjadi suatu bangsa yang memiliki satu Kitab dan Kitab inilah yang mempersatukan mereka. Dan agama Kristen mulai berkembang pesat, dan karya tulis orang Kristen mulai banyak bermunculan.[24]


Kanon Perjanjian Baru. Titik tolak kita ialah data-data yang diberikan oleh Perjanjian Baru sendiri. Gereja zaman para Rasul bukanlah Gereja tanpa Alkitab. Ajarannya diambil dari Perjanjian Lama. Bahan dan surat-surat dalam Perjanjian Baru juga sejak semula memiliki, jika bukan pengilhaman paling sedikit kewibawaan lengkap tentang hal-hal mengenai ajaran dan kelakuan, namun jelas bahwa tiada surat ditulis, kecuali untuk penerima tertentu dalam keadaan tertentu.[25] Perjanjian Baru mengutip Perjanjian Lama sebanyak 209 dari 260 pasalnya (PB).


Faktor mendasar untuk menentukan kanonitas Perjanjian Baru adalah Ilham Allah, dan ujian utamanya adalah kerasulan (apostolik). Satu-satunya yang berbicara dalam Perjanjian Baru dengan kekuasaan dari dan oleh diri-Nya sendiri adalah Tuhan Yesus.


Dengan mempertimbangkan isi dan kesatuan Alkitab yang kanonik harus menyimpulkan bahwa Alkiatab merupakan wujud penyataan Illahi. Siapakah yang sanggup menciptakan pandangan dunia dan pandanga hidup semacam itu? Penulis siapakah yang dapat menguraikan pandangan itu dengan demikian konsisten dan berkesinambungan sepanjang kurun waktu yang sedemikian lama? 

Hanya Tuhan yang dapat mengerti dalam sekejap tujuan dan akhir alam semesta karena bagi-Nya waktu tidak berarti dari kekal sampai kekal, Dialah Allah. Kitab Mazmur 90:2 mengatakan bahwa dengan seketika Allah dapat melihat masa kekekalan sebelum dan masa kekekalan sesudah. Hanya Allah, yaitu Dia yang mengilhami seluruh Alkitab, dapat memberikan pandangan yang dimiliki oleh Alkitab.





[1] Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology (Malang: SAAT, 2003) 185-186.

[2] Henk Ten Napel, Kamus Teologi Inggris-Indonesia (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2002) 174.

[3] Norman.R.Geisler, The Meaning of Inerrnancy (Grand Rapids, Michigian: Zondervan, 1980) 21.

[4] Ibid

[5] W. Gray Crampton, Verbum Dei (Surabaya: Momentum, 2008) 63.

[6] Charles F.Pfeiffer, The Wycliffe Bible Comentary  vol.3 (Malang: Gandum Mas, 2001) 895.

[8] Ibid.

[9] Watchman Nee, Ye Search The Scriptures (New York: Christian Fellowship Publisher, Inc, 1974) 11.

[10] Rick Kornis, Lima Menit Teologi (Bandung: Penerbit Pionir Jaya, 2007) 50.

[11] J.L. Packer, Ensiklopedi Fakta Alkitab (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2003) 131.

[12] Joseph P. Free, Arkeologi dan Sejarah Alkitab (Malang: Gandum Mas, 2001) 13

[13] David L. Baker, Mari Mengenal Arkeologi Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004) 17

[14] Ibid, 28.

[15] J.L.Packer, Ensiklopedi Fakta Alkitab, 49.

[16] Arnold Tindas, Inerranci Ketaksalahan Alkitab, 172.

                [17] Henry C. Thiessen, Lecture In Systematic Theologi, (Grand Rapids: Wm.B.Eerdmans, 1983) 46

[18]Arnold Tindas, Inerranci Ketaksalahan Alkitab, 174.

[19] Ibid, 176.

[20] W.Gary Crampton,Verbum Dei, 48.

[21] J.D Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini A-L (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2002) 508.

[22] Michael Keene, Alkitab (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,2010) 73.

[23] Henry Snyder Gehman, The New Westminster Dictinary Of The Bible (Philadelphia:The Westminster Press, 1944) 143.

[24] Josh McDowell, Apologetika (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002) 64.

[25] J.D Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, 504.

[26] Rick Cornish, 5 Menit  Teologi  60.

[27] Jhon Foxe, Foxe’s Book Of Martyrs (Yogyakarta: ANDI Offset, 2010) 4.

[28] I.Snoek, Sejarah Suci (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004) 23.

[29] Ibid, 23-24.

[30] Joseph P.Free, Arkeologi dan Sejarah Alkitab 16.

[31] John Trigilio, Memahami Segalanya Tentang Alkitab (Batam: Karisma Publishing Group, 2007) 63.

[32] Charles F. Pfeiffer, Wyclife Bible Encyclopedia (Chicago:Moody Press, 1975) 1771.

[33] James C. Vandekam, The Dead Sea Scrolls Today (Grand Rapids, Michigian: British Library Cataloguing in Publication Data, 1994) 121.


0 Response to "INERRANCY OF THE BIBLE (KETAKSALAHAN ALKITAB)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel