AJARAN ORANG FARISI/YAHUDI MENGENAI MESIAS
AJARAN MENGENAI MESIAS
The Jewish Messiah Ben David is not supposed
to die before fulfilling His mission. (Mesias orang Yahudi Ben
David tidak seharusnya mati sebelum memenuhi misi-Nya) [1]
Salah satu unsur penolakan orang Yahudi
dan orang Farisi terhadap wibawa Yesus sebagai Mesias (utusan Allah) yaitu
menjadi skeptis terhadap jati diri Yesus yang sebenarnya. Ketidakterbukaan
Yesus terhadap orang Yahudi bahwa Dia adalah Mesias yang dijanjikan, tidaklah
merupakan jaminan bahwa mereka pasti akan percaya kepada Dia.
Sehingga
sekalipun orang Yahudi dan orang Farisi sering melihat mukjizat Yesus, tidak
membuat mereka lekas yakin dan memercayakan diri mereka untuk menerima
kenyataan tersebut. Ahal ini menjadi pertanyaan bagi mereka. Bahkan mereka
mengajukan pertanyaan “Jikalau Engkau adalah Mesias, katakanlah kepada kami.”
(Luk. 22:67)
Pertanyaan ini mengindikasikan sebuah
keraguan akan siapakah Yesus sebenarnya. Mereka bukan memberikan pernyataan
mengenai Mesias, namun sebaliknya mereka mengajukan pertanyaan yang menuntut
jawaban yang pasti. Mesias adalah gelar Yahudi, yang dalam bahasa Yunani
berbunyi “Kristos” artinya “yang diurapi”. Gelar ini pada umumnya
dipakai orang Yahudi untuk menunjuk kepada raja yang adil yang kedatangannya
diharapkan. Kepadanya akan diberi kuasa oleh Allah sendiri.[2]
Istilah Mesias berasal dari kata mesiakh (Ibrani)
yaitu suatu transliterasi bahasa Aram dari 'Maghach' yang
berarti mengurapi istilah yang berarti sama dalam Perjanjian Baru ialah
'Kristos' atau Kristus yang berarti 'yang diurapi' Peristiwa pengurapan
dipakai juga di dalam beberapa kegiatan yang kain di dalam Perjanjian Lama
dalam kaitannya dengan pengurapan para Imam (Im. 4:3, 4; 16; 6:22) pengurapn
para raja.[3]
Perjanjian Lama dari Kejadian sampai Maleakhi
penuh dengan nubuatan tentang kedatangan Mesias dari antara orang Israel.
Nubuat-nubuat yang sudah dipenuhi ialah berhubungan dengan kelahiran,
kehidupan, kematian, dan kebangkitan-Nya.[4] Kedatangan
Mesias di bumi, tentunya diawali dengan nubuatan.
Dalam Perjanjian Lama ditemukan dua jenis
utama dari nubuatan tentang Mesias. Pertama, nubuatan tentang Mesias
secara umum, yaitu nubuatan yang diungkapkan dalam bahasa yang hanya dapat
digenapkan oleh Mesias sendiri. [5] Kedua,
nubuatan tentang Mesias secara pribadi. Ini sering ditemukan dalam Perjanjian
Lama dan dapat diketahui dari istilah-istilah khusus. Dalam Yesaya 7:14
umpanya, Mesias diketahui dari istilah yang tak biasa dipakai
"Imanuel" yang artinya "Allah menyertai kita" bagian itu
secara istimewa membicarakan tentang Mesias yang akan datang.[6]
Kedatangan Mesias yang digenapkan di dalam
Yesus, bukanlah sebuah berita yang tiba-tiba, sehingga orang Yahudi baru
mengerti bahwa Mesias itu akan datang. Ide tentang munculnya Mesias
adalah pesan dari Allah melalui orang kudus-Nya yaitu para Nabi. Seringkali
kutipan di dalam Perjanjian Baru bersumber dari Kitab Perjanjian Lama,
khususnya nabi Yesaya. Mesias yang akan datang itu dalam kehidupanNya harus
menggenapi jabatan sebagai Nabi, Imam, dan Raja.
Musa telah meramalkan kedatangan nabi semacam
itu (Ula. 18:15-18) dan Perjanjian Baru secara khusus menunjuk kepada
penggenapanya di dalam Kristus (Yoh. 1:21;4:29; 5:46; 6:14; 8:28; 14:24
Kis. 3:20-23.[7] Ada beberapa tokoh yang
berkontribusi dalam topik kehadiran Sang Mesias ini, salah satunya ialah Musa.
Sedangkan Perjanjian Baru secara jelas memaparkan penggenapan, berkaitan
mengenai peran dan tugas yang akan dilaksanakan oleh Mesias sebagai utusan
Allah di bumi. Orang Farisi adalah orang Yahudi. Salah satu penolakan mereka
terhadap Yesus sebagai utusan Allah adalah karena mereka tidak percaya Dia
adalah Mesias yang sebenarnya. Hal ini tampak jelas, ketika Petrus berkhotbah
setelah Roh Kudus turun pada hari Pentakosta.
Petrus berkata “Jadi seluruh kaum Israel
harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan
itu, menjadi Tuhan dan Kristus (Kis. 2:36). Memang benar ada pribadi-pribadi
dari bangsa Yahudi yang percaya Yesus sebagai Mesias Allah yang hidup. Namun
kepercayaan kepada Yesus secara aklamasi, tidak pernah terjadi hingga sekarang.
Ungkapan yang Petrus pakai tampak memperjelas dan mengukuhkan identitas dan
pekerjaan Yesus. Jadi sangat jelas bahwa Yesus sebagai Mesias Allah tidak
pepuler di kalangan orang Yahudi. Penantian Mesias sudah sangat lazim bagi
orang Yahudi. Melalui nubuat-nubuat para nabi, seperti Yesaya, Yeremia dan nabi
lainnya, menubuatkan tentang kedatangan Mesias ke bumi.
DEFINISI KATA
MESIAS
“Messiah” comes from the Hebrew word mashiach whose
root, mem – shin – chet (m-sh-ch) means to annoint ; thus Mashiach refers to
someone who has been annointed (“Mesias” berasal dari bahasa bahasa
Ibrani ‘mashiach’ yang akar katanya, mem, shin,
chet (m–sh-ch) yang artinya “untuk mengurapi” ; demikianlah Mesias
menunjuk kepada seseorang yang telah diurapi).[8]
Istilah
Mesias tidaklah sesuatu yang asing bagi orang Yahudi. Para nabi dalam
Perjanjian Lama menjadi sumber utama pemahaman mereka mengenai Mesias yang akan
datang .
Pengharapan akan kedatangan Mesias mempunyai bentuk yang
berbeda-beda, tetapi yang paling menonjol ialah gagasan mengenai Raja keturunan
Daud, yang akan mendirikan kerajaan di dunia bagi umat Israel dan akan
menghancurkan musuh-musuh Israel. Mesias akan merupakan tokoh politik, tetapi
dengan kecenderungan ke arah agama. Konsep ini merupakan gabungan yang aneh dan
pengharapan bersifat nasional dan pengharapan rohani. [9]
Di antara murid kedua belas murid Yesus,
tidak seorang pun memberi pernyataan yang jelas mengenai siapakah Yesus. Orang
Farisi dan Saduki masing dilanda keraguan apakah Yesus adalah utusan Allah atau
tidak. Ada pandangan banyak orang mengenai Yesus (Mat. 16:13-17). Pandangan
murid-murid tentunya adalah indikator sejauh mana pengenalan mereka terhadap
Yesus yang adalah guru mereka. Di antara beberapa nabi di Israel yang dulu
Allah berbicara kepada mereka, para murid mengusulkan hanya beberapa nama saja.
Di antaranya Yohanes Pembaptis, mungkin
karena para murid berbicara tegas dan terang-terangan kepada banyak orang dan
juga membaptis orang juga (Yoh. 3:22; 4:1;) Murid lain juga yang menyebut
adalah nabi Elia, barangkali karena Yesus mengadakan mukjizat hingga membuat
takjub banyak orang. Ada juga yang menyebutkan bahwa Yesus adalah Nabi Yeremia,
mungkin karena Yeremia sering berkhotbah dan mengajar banyak orang, bahkan
banyak juga yang menolak ajaran dan tidak acuh dengan berita yang dibawanya
yang adalah berita dari Allah juga. Apapun gambaran murid-murid pada waktu itu
mengenai siapakah Yesus sebenarnya adalah sebuah misteri besar bagi mereka.
Murid-murid sudah meninggalkan segala sesuatu
untuk mengikut Yesus (Mat. 19:20; Mrk. 10:28; Luk. 18:28). Murid-murid
menunjukkan dedikasi mereka, untuk mengikuti sang Guru kemanapun Dia pergi.
Mereka di utus berdua-dua (Luk. 10:1), mereka makan bersama dan tidur bersama.
Segala sesuatu menjadi kepunyaan bersama.
Namun Yesus ingin mengetahui apakah murid-murid-Nya mengetahui bahwa Dia adalah
utusan Allah, adalah isu yang sangat krusial untuk diketahui-Nya.
Jawaban-jawaban yang mereka utarakan
tampaknya kurang memuaskan. Akhirnya tampillah Petrus salah satu murid-Nya,
berkata “Engkau adalah Mesias Allah yang hidup...”. Yesus tidak mencelanya atas
keberaniannya yang berbeda dari kesebelas murid yang lain. Sebaliknya Yesus
memberi respons positif bahwa seharusnyanyalah Petrus berbahagia karena adalah
penyataan Allah bahwa dia bisa menyebutkan demikian.
MESIAS SEBAGAI
TOKOH POLITIK
Dunia politik untuk zaman sekarang tampaknya
bukan merupakan sesuatu yang asing dan tampak baru. Namun bagaimana dengan
zaman Yesus melayani ketika masih di bumi tepatnya di Yerusalem? Barangkali
sepintas terlihat tidak kentara jika dikomparasi dengan kontesk dunia politik
sekarang ini. Namun situasi politik pada zaman Yesus memiliki dimensi yang
berbeda. Yerusalem berada di bawah penjajahan Romawi, dan bukan sebagai negara
yang bebas. Boleh dikatakan bebas di dalam ketidakbebasan, dalam arti
orang-orang Yahudi masih dapat melakukan aktivitas baik kegiatan keagamaan
maupun sehari-hari. Robert Brownstein memberikan keterangan
mengenai keinginan orang Yahudi
Almost two thousand years later, many orthodox Jews still believe
that the Messiah will come; and when he comes, he will rebuild the temple in
Jerusalem, return all the the Jews to Israel, resume sacrifice, establish
iniversal peace and ushers in the bodily ressurection of the deserving dead. (Hampir dua ribu tahun
kemudian, banyak orang Yahudi ortodoks masih percaya bahwa Mesias akan datang;
dan ketika dia datang, dia akan membangun kembali Bait Allah di Yerusalem,
mengembalikan semua orang Yahudi ke Israel, melanjutkan
pengurbanan, menegakkan perdamaian dan mengantar universal dalam
Kebangkitan tubuh dari layak mati).[10]
Disadari atau tidak, orang Yahudi memiliki
konsep sendiri seperti apa Mesias yang akan datang. Melihat bahwa zaman ketika
Yesus berada di bumi ialah zaman di mana pemerintah Romawi memerintah.
The Pharisees : Leaders in apocaliptic thinking, the Pharisees
fully supported the notion of the Messiah as the the agent of change for a free
Israel. The Pharisees expected the Messiah to come relatively soon. For them
the Messiah was a core figure in an apocaliptic future. (Orang-orang
Farisi: Pemimpin dalam pemikiran apokaluptis, orang-orang Farisi mendukung sepenuhnya gagasan Mesias
sebagai agen perubahan untuk Israel yang merdeka. Orang-orang Farisi
mengharapkan Mesias untuk datang dengan segera. Bagi
mereka Mesias adalah tokoh inti dalam masa depan apokaluptis).[11]
Orang Farisi merupakan orang Yahudi juga.
Gagasan atau konsep Mesias pada umumnya, merupakan representasi pemikiran dan
ide mereka. Israel pada masa pelayanan Yesus adalah bukanlah sebuah negara yang
merdeka namun sebaliknya. Golongan Farisi sangat benci kepada orang Romawi.
Mereka menaati benar tuntutan-tuntutan Taurat, kebiasaan-kebiasaan nenk moyang,
baik dalam hidup keagamaan maupun dalam sehari-hari.
Masyarakat Yahudi diwarnai oleh bangsa lain
yaitu Romawi dengan budaya Yunani yang berkembang pada waktu itu. Keinginan
untuk merdeka adalah kerinduan setiap negara yang terjajah. Pada zaman itu
orang Yahudi berada di bawah kekuasaan orang Romawi. Pemerintahannya disebut
"raja" atau "wali" Di kota besar ditempatkan
serdadu-serdadu Romawi. Di kalangan Yahudi sendiri memerintahlah : Imam Besar
dengan Sanhendrin, yaitu majelis besar orang Yahudi. [12] Penulis-penulis
Injil menyebutkan tokoh-tokoh seperti Imam Besar. Bahkan jika
mengidentifikasi kegiatan mereka dalam Injil Sinoptik, mereka juga terlibat
dalam usaha untuk mengadili Yesus dan menjerat Yesus (Mat. 26:65)
Kaum Farisi tentu mempunyai pandangan-pandangan khas mengenai
pokok-pokok lain. Mereka menerima wibawa seluruh Perjanjian Lama dan bukan
hanya hukum Musa. Berbeda dengan kaum Saduki mereka tidak menemui kesulitan
untuk percaya akan adanya kehidupan setelah kematian. Mungkin mereka menunggu
kedatangan seorang Mesias untuk membela rakyat mereka- dan walaupun mereka
sendiri tidak pernah ambil bagian dalam pemberontakan terhadap penguasa Roma,
mereka mungkin sekali mengagumi orang-orang yang melakukannya.[13]
Namun sebagai negara jajahan Israel masih
bisa menjalankan aktivitasnya. Identitas mereka sebagai orang Yahudi tetap
eksis. Mereka punya hukum Taurat yang dapat dibuka dan dibacakan tiap-tiap hari
Sabat (Luk. 4:17) dan mereka juga punya ahli-ahli Taurat yang memberikan
tafisran teks dalam Perjanjian Lama, bahkan rohaniwan seperti orang
Farisi. Herodes sebagai kaki tangan pemerintah Romawi adalah seorang raja
wilayah (Mat. 2:1; Luk. 1:5).
Orang Farisi dibiarkan oleh Herodes Agung dan para penguasa Romawi
lainnya, karena sebagai fatalis mereka tidak menggunakan pemberontakan
bersenjata melawan penjajahan. Dalam kehidupan sehari-hari mereka juga berguna
dalam memelihara hukum dan ketertiban.[14] Ini
merupakan keuntungan bagi pemerintahan Romawi dalam menjaga stabilitas keamanan
negara jajahan. Sehingga hukum Romawi tidak perlu yang secara langsung
mengambil alih peraturan-peraturan dalam keagamaan dan kehidupan bermasyarakat.
Pada masa pelayanan Yesus pada waktu itu
orang Yahudi jelas tidak terlalu menyukai Herodes, karena memihak pemerintah
Romawi. Herodes tidak menyukai bahwa ada pemerintahan yang lain yang mencoba
menggeser posisinya. Oleh sebab itu niat jahatnya muncul ingin membunuh Yesus
yang orang Majus yakini bahwa Dia adalah Raja orang Yahudi (Mat. 2:2;). Meski
sering disebut raja orang Yahudi Herodes bukanlah orang Yahudi. Memang dalam
dirinya mengalir darah Yahudi yang berasal dari pihak ibunya, tetapi ayahnya
berdarah Idumea.
Keadaan Israel yang berada di masa
pemerintahan Romawi membuat pengharapan Mesias menjadi lebih terbuka kepada
seorang tokoh politik yang akan membebaskan mereka. Peter Atkinson berkata
bahwa: Tetapi banyak orang Yahudi sungguh rindu untuk bebas dari penjajahan
Romawi dan berharap bahwa suatu hari nanti Allah akan mengembalikan kerajaan
yang telah menjadi begitu agung pada zaman Daud.
Beberapa kelompok menantikan sesosok figur
yang akan turun dari Surga dan mengumumkan "Hari Tuhan".[15] Mendambakan
kemerdekaan adalah keinginan setiap orang yang terjajah, demikian juga orang
Yahudi, mereka sangat ingin lepas dari belenggu rantai itu. Harapan yang
terukir di hati mereka, tidak akan terlupakan dengan begitu mudah.
TUGAS MESIAS
Mesias adalah utusan Allah. Layaknya seorang
nabi adalah wakil Allah untuk melaksanakan kehendak-Nya, dengan cara yang sama
Mesias memiliki peran penting. Gambaran mengenai Mesias bagi masyarakat Yahudi,
tidak begitu jelas. Apakah Ia beanr-benar adalah tokoh politik yang benar-benar
memperjuangkan kebebasan orang Israel yang sering kali dijajah oleh bangsa lain
(bangsa Kafir)? Peter Atkinson menambahkan ulasannya mengenai
topik ini yaitu:
Beberapa menantikan figur yang lain. Figur seperti ini sering
disebut sebagai "yang terurapi" yang dalam bahasa Ibrani disebut
"mashiah” yang dalam bahasa inggris menjadi Mesiah dan dalam bahasa
indonesia diterjemahkan menjadi Mesias. Banyak orang
menantikan kedatangan Mesias, Kristus tetapi tidak ada satupun gambaran
tentang seperti apakah pribadi itu. [16]
Namun sangat jelas bahwa pandangan ini
sepertinya mendukung tesis mereka, bahwa tokoh Mesias yang mereka
nanti-nantikan melalui pemberitaan para nabi seolah-olah adalah seorang
Penyelamat yang menyelamatkan mereka dari penjajahan Romawi. Orang-orang Yahudi yang
lain ingin agar orang-orang Romawi pergi, tetapi mereka mempersiapkan hal-hal
terbaik, yang lain percaya bahwa suatu saat nanti Allah akan menghalau
orang-orang Romawi. [17]
The Messiah was God’s anointed. A careful and critical evaluation
of the Hebrew text reveals that his anointed one was God’s chosen,
who was to represent him on earth. (Mesias sudah orang yang diurapi Allah.
Sebuah evaluasi yang cermat dan kritis terhadap teks Ibrani mengungkapkan bahwa
salah satu yang diurapi-Nya adalah pilihan Tuhan, yang adalah untuk mewakilinya
di bumi ).[18]
Mengapa orang Yahudi tidak mengenal Yesus sebagai Mesias? Ini
adalah pertanyaan yang sangat krusial yang perlu telaah. Sejarah mencatat bahwa
Orang Yahudilah yang membunuh Yesus dan menyalibkan Mesias mereka
sendiri.
Di dalam Kisah Para Rasul ketika Petrus
berkhotbah setelah turunnya Roh Kudus, jelas dalam deklarasi yang megah itu dia
menyerukan bahwa Yesus yang mereka salibkan adalah Tuhan dan Kristus. Hal ini
tentu mengindindikasikan bahwa secara umum masyarakat Yahudi tidak mengenal
Yesus sebagai Mesias. Bahkan lebih rinci lagi bahwa, Mesias yang
diidentifikasikan dengan Yesus tidak cocok dengan gagasan yang mereka miliki.
Status dikuasai oleh orang asing (orang
Romawi) membuat ide ini diintegrasikan kepada sebuah figur politik yang akan
masuk kepada konteks kemerdekaan mereka. Kematian final di dalam diri Yesus
yang orang Yahudi saksikan menjadi sangat jelas, bahwa tidak mungkin seorang
Mesias mati, sementara belum terjadi pembebasan. Siapakah sebenarnya
Mesias itu dalam tradisi Yahudi? tidak ada memang satu jawaban saja. Memang ada
impian yang tetap akan hadirnya keturunan Daud dengan penuh karisma yang akan
melepaskan beban penindasan, memulihkan kerajaan Israel dan mengembalikan semua
yang terbuang ke tanah asalnya.[19]
Herodes tampaknya memiliki pengetahuan yang
benar tentang siapa Yesus sebenarnya. Oleh Sebab itu melalui dia meminta imam
kepala dan ahli Taurat untuk mengetahui persisnya di mana Mesias dilahirkan
(Mat. 2:3-8). Namun catatan Injil Matius berkata bahwa Raja Herodes ingin
membunuh Mesias yang akan dilahirkan, tidak untuk sujud menyembah kepada-Nya.
Aksinya yang brutal yang membuhun bayi-bayi pun telah membuktikan bahwa
keinginannya benar-benar didasarkan atas kekuasaan politik semata.
Mesias adalah impian akan kebebasan, keadilan dan damai, bukan
hanya di Surga tetapi di sini dan kini. [20] Betapa dramatisnya pemahaman orang
Yahudi tentang pengharapan terhadap Mesias yang akan datang nantinya. Kualitas
hidup dan suasana yang damai benar-benar tercipta ketika kedatangan Sang Mesias
tersebut.
Dalam tradisi Yahudi di zaman Perjanjian Baru
terdapat suatu gagasan lain yang tersebar luas dan jauh lebih penting dari
gagasan Anak Manusia. Gagasan itu ialah “Mesias” “Orang Yang (sebagai raja
ataupun imam) Diurapi” oleh Allah sebagai wakil dan kuasaNya. Mesias juga
diberi gelar “Anak Daud”, keturunan Daud (Mat. 12:23, 30; Mrk. 12:35) biasanya
dipikirkan sebagai “Raja” dengan ciri politik Nasional yang cukup menyolok.
Tentu saja dalam tradisi Yahudi gagasan “Mesias” itu agak kabur juga dan Mesias tidak
selalu dipikirkan secara sama. Tetapi gagasan itu cukup populer. [21]
Orang Farisi merupakan representasi pemikiran
dan wajah Masyarakat Yahudi pada waktu itu. Mulai dari sudut pandang keagamaan
orang Farisi memainkan peranan penting sebagai figur yang sangat penting dalam
kelangsungan kehidupan rohani mereka. Mulai dari tafsiran hukum Taurat dan
aplikasinya menjadi bagian penting dan vital dalam proses kehiduapan yang
mereka jalani sebagai orang Yahudi. Kehidupan sosial tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan keagamaan mereka. Hampir seluruh kehidupan sosial
ditinjau dari perspektif hukum Taurat.
Kisah-kisah ini pun menjadi menarik ketika
perdebatan-perdebatan dengan Yesus terjadi. Dalam tradisi Yahudi memang tidak ada pikiran
bahwa Mesias akan menderita dan ditolak oleh bangsa-Nya sendiri. Kalau dibunuh
oleh musuh, tewas dalam pertempuran, masih dapat dihormati, sebagai
pahlawan Nasional dan toh akan diakui sebagai orang “Yang Diurapi” oleh
Allah. [22] Ini
adalah berita mengejutkan, jika dilihat dari sudut pandang fakta sejarah. Yesus
mati disalib sangat bertolak belakang dengan pengharapan Mesias bagi orang
Yahudi. Hingga kini mereka tidak percaya kepada Yesus sebagai Mesias secara
aklamasi.
[1]Asher, Norman. Twenty-six Reasons why Jews Don't Believe in
Jesus (Los Angeles: Black Whita and Read Publishing, 2007) 97.
[8]Elaine, Rose Glickman.The Messiah and the Jews: Three Thousand Years of Tradition,
Belief, and Hope (Yogyakarta: Kanisius, 2010) 20.
[10]Robert, Brownstein. Making Jesus the Messiah: Saint Paul and
the God-fearers : a Market View (Tanpa
Kota Penerbit: Lincoln,2000) 142.
[15]Peter, Atkinson. Encyclopedia of The Bible Menjelajah Dunia Kitab Suci (Yogyakarta: Kanisius,
2011) 79.
[18]Eugen J. Pentiuc. Jesus the Messiah in the Hebrew
Bible (New Jersey: Paulist Press,2006) 1.
[19]Hans Ucko. Akar Bersama. Belajar Tentang Iman Kristen dari
Dialog Kristen Yahudi (Jakarta: BPK,2001 ) 93.
[21]C. Groenen, OFM. Pustaka Teologi Sejarah Dogma
Kristologi (Yogyakarta: Kanisius,1988 ) 41.
[22]C. Groenen, OFM. Pustaka Teologi Sejarah Dogma
Kristologi (Yogyakarta: Kanisius,1988 ) 41.
0 Response to "AJARAN ORANG FARISI/YAHUDI MENGENAI MESIAS"
Post a Comment