KONSEP MANUSIA BARU MENURUT TEOLOGI PAULUS
Konsep manusia baru menurut Rasul Paulus sangat istimewa. Manusia baru di pandangan Rasul Paulus adalah benar-benar suatu kehidupan rohani yang berbeda secara kualitas manusianya.
Hal itu terdapat dalam Efesus 4:24 istilah “baru” memakai kata kainon sebagai kata sifat. Dikontraskan dengan “lama” (palaios).
Kata sifat “baru” memunyai arti bahwa manusia baru adalah manusia yang memiliki
sifat atau keberadaan yang baru yan berbeda dengan keberadaan yang lama, yang
berarti diutamakannya karakter, sifat dan keadaan yang lebih baru ditunjukkan di dalamnya.
Di dalam Alkitab, bahwa manusia baru dan manusia lama selalu dikontraskan
satu dengan yang lain. Bahwa Adam dan Kristus yang menjadi acuan, bahwa Adam
gambaran manusia lama dan Kristus gambaran manusia baru. Dan orang Kristen
tidak bisa mengerti hal ini bahwa seringkali orang Kristen ingin sesuatu yang
baru tetapi tidak mau tanggalkan yang lama.
Bahwa keadaan baru selaliu dikaitkan
dengan keadaan setelah Kristus, sedangkan kata lama itu sendiri merupakan
kondisi bahwa manusia itu sebelum hidup dalam Kristus atau tanpa Kristus.
Perubahan yang terjadi dari keadaan yang lama ke dalam keadaan yang baru,
bukan terjadi akibat iman, dan pertobatan dalam Hidup Kristen tetapi terjadi
seperti apa yang terdapat dalam Kristus, atau boleh dikatakan perubahan oleh
Allah di dalam Yesus Kristus.
Hal ini terlukiskan dengan gamblang di dalam Roma 6:6 “manusia lama kita telah disalibkan” manusia lama telah dihukum dan dimatikan di dalam kematian Kristus dan di dalam kebangkitanNya.
Hal ini terlukiskan dengan gamblang di dalam Roma 6:6 “manusia lama kita telah disalibkan” manusia lama telah dihukum dan dimatikan di dalam kematian Kristus dan di dalam kebangkitanNya.
Istilah manusia baru di sini memprioritaskan keubahan yang nyata yang
disebabkan Kristus sendiri. Oleh sebab itu penanggalan manusia lama dan
pengenaan manusia baru tidaklah hanya pembaruan penyatuan sacramental dalam
baptisan, tetapi suatu pembaruan yang berkelanjutan, suatu istilah waktu yaitu
dari hari ke hari.
B. Hakikat Manusia Baru
1. Diciptakan Melalui Kelahiran Kembali (Kelahiran Baru)
B. Hakikat Manusia Baru
1. Diciptakan Melalui Kelahiran Kembali (Kelahiran Baru)
Proses untuk menjadi manusia bari di dalam Kristus dimulai dari kelahiran baru, yang berbeda dengan kelahiran secara jasmani (regenerasi) bahwa kelahiran baru menciptakan manusia yang seutuhnya baru.
Sebenarnya Alkitab secara implisit berbicara bahwa manusia yang baru atau yang telah diregenerasikan ialah disebut Kristen. Karena Kristen sebenarnya tidak berkaitan dengan peraturan Gereja, kepatuhan, dan keanggotaan gereja, tetapi menjadi Kristen berkaitan dengan manusia baru di dalam Kristus.
Kelahiran baru dalam artinya yang sebenarnya tidaklah sama dengan pembaruan. Kelahiran kembali terjadi satu kali untuk selama-lamanya, dan itulah titik awal seseorang menjasi manusia baru.
Maka manusia baru mengalami proses pembaruan secara terus menerus, suatu proses yang berkesinambungan. Bahwa setiap orang percaya sudah menjadi manusia baru, dan juga secara pengalaman hidup baru dijalani sebagai proses pembaruan. Kelahiran baru membawa seseorang kepada suatu dunia baru. Orang yang sudah lahir kembali digambarkan ciptaan baru dari Allah.
PB menunjukkan dua cara untuk memahami pentingnya
kelahiran kembali dilakukan dengan cara dan saling melengkapi. Adanya
pertentangan kualitatif antara yang lama dengan yang baru bahwa kedua-duanya
selalu bertentangan, Rasul Paulus berkata bahwa daging dan darah tidak mewarisi
Surga.
A.
Diciptakan Menurut Allah (Efesus 4:24)
Di dalam PB istilah “pemandian kelahiran kembal i” menunjuk
kepada baptisan atau pembersihan yang datang melalui baptisan. Ada dugaan bahwa
konsep kelahiran kembali tidak selaras dengan latar belakang eskatolgis dari
konsep hidup baru Paulus. Perjanjian Baru
menunjukkan dua cara untuk memahami pentingnya, kelahiran baru. Kedua cara ini penting dan saling
melengkapi.
Pertama, kelahiran kembali
dilakukan dengan cara perpisahan dengan yang lama. Dalam konteks ini, kala menekankan perbedaan
antara yang "lama" dan yang "baru", Alkitab tidak
menekankan pada perbedaan usia
atau perbedaan antara yang tua dan yang muda, ataupun dalam contoh mobil,
perbedaan di antara model lama dan baru. dalam pengertian ini, tidak ada
apa-apa yang tidak dapat diperdamaikan, apalagi bertentangan, antara yang baru
dan yang lama.
Oleh sebab itu, untuk
berpikir dalam istilah-istilah usia secara kronologis ketika mendengar istilah
"lama" dan "baru" dalam kaitannya dengan kelahiran kembali
atau ciptaan baru, berarti gagal mendapatkan pemahaman yang benar. Yang alamiah
atau yang duniawi lebih dahulu ada dari pada yang rohani atau manusia baru.
Dalam banyak kasus, bahkan mungkin
sebagian besar kasusnya, orang kristen tidak dapat menjalani kehidupan Kristen
karena ajaran yang mereka terima sangat tidak memadai, tidak cukup atau bahkan
keliru. Mereka dengan sepenuh hati
mencoba untuk menjadi orang kristen, tetapi tidak memiliki kuasa. Akibatnya, mereka mendapati bahwa mereka
hidup dalam belenggu kemunafikan.
Persoalannya adalah manusia lama tak pernah
dimatikan. Mereka tidak pernah diajarkan
untuk mati bersama-sama dengan Kristus dan bangkit ke dalam hidup yang baru
bersama-Nya, jadi mereka berakhir dalam keadaan yang digambarkan dalam Roma
7:19 yang berbunyi: "sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik,
yang aku perbuat, melainkan yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat yang aku
perbuat." Di masa lalunya di bahwa
hukum Taurat, Paulus berkata dengan kejujuran.
Di dalam batinnya dia bahkan menyukai hukum Taurat (Rom 7:22, 25), namun ketika menjalankan, dia
tidak sanggup.
a.
Di dalam Kebenaran dan Kekudusan yang Sesungguhnya
Menurut Efesus 4:24, manusia baru diciptakan menurut Allah di dalam
kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.
Frasa Yunani yang dipakai adalah evn dikaiosu,nh| kai. o`sio,thti th/j avlhqei,aj, yang
berarti ”dalam kebenaran dan kesalehan (kekudusan) yang sesungguhnya.” Kata benda ” dikaiosu,nh| ” dipakai tanpa
artikel yang menunjuk kepada kebenaran secara umum, suatu standar universal
akan kebenaran, yaitu standar dari Allah sendiri. Kata ” dikaiosu,nh ” sendiri muncul dalam Perjanjian Baru
sebanyak 91 kali, dimana 57 kali di dalam literatur Paulus dan 33 kali dalam
surat Roma. Kata ini mempresentasikan
satu dari konsep teologis yang sangat penting dalam pemikiran Paulus.
Sebenarnya
dalam sebagian besar teks Perjanjian Baru pengertiannya dikaiosu,nh dipengaruhi
oleh Perjanjian Lama dan konsep sejarah Yahudi.
Dalam banyak bagian Perjanjian Baru mengutip Perjanjian Lama, contohnya:
Kejadian 15:6 ditemukan dalam Roma 4:3-22; Galatia 3:6; dan Yakobus 2:23. Kemudian bagian Perjanjian Lama Mazmur 111:9
ditemukan dalam 2 Korintus 9:9; Mazmur 44:8 ditemukan dalam Ibrani 1:9, dan
sebagainya.
Bagi Paulus sendiri bahwa “dikaosune”
berdiri dalam suatu hubungan yang sangat dekat dengan peristiwa keselamatan,
bahwa kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Kebenaran yang diistilahkan
Paulus di sini ialah menunjuk kepada aspek soteriologis atau keselamatan dari
aspek etika ataupun perbuatan kesalehan manusia.
2. Pembaruan Roh dan Pikiran (Efesus 4:23)
Gambaran di sini juga memberikan
suatu ilustrasi yang baik bagaimana manusia lama harus ditanggalkan seperti
pakaian dan kemudian mengenakan manusia baru. Secara harfiah ungkapan itu berarti,
”oleh roh dari pikiranmu.” Manusia
baru yang diciptakan Allah memperoleh "pikiran Kristus" (1
Kor. 2:16), ketika ia belajar mengenai
Kristus. Ini adalah perubahan dari segala
sesuatu, dari pikiran, perasaan, kecerdasan, kehendak, keinginan manusia. Roh
dari semuanya ini yang menguasai tubuh dan jiwa dan akal dan hati
manusia, ialah Roh Allah, yan g
dikaruniakan kepada anggota-anggota jemaat,
Roh Allah yang menghidupkan mereka dan yang merupakan roh dari hidup
mereka yang baru.
Cara lain dalam mengungkapkan hal yang
sama adalah pembaruan pikiran (Rom. 12:2). Meskipun no,uς terkadang dapat menunjukkan kemampuan
kognitif di dalam manusia, namun di sini menunjukkan
manusia dari segi "arah batin pikiran dan kehendaknya dan orientasi kesadaran moralnya. Karya
internal Kristus harus dipahami
menurut perubahan lengkap dari kepribadian manusia atau penggantian sesuatu yang manusiawi dengan suatu yang
ilahi, berdasarkan kuasa ilahi yang melaksanakan re-orientasi kehendak terhadap
Allah. Sekarang manusia dimampukan untuk
melakukan apa yang tak mampu dilakukan hukum
Taurat; yaitu mengasihi, menyembah,
dan melayani Allah sehingga dapat menggenapi tuntutan tertinggi hukum
Taurat itu (Rom. 8:4).
2. Pembaharuan Metamorfosis
Dalam Roma 12:2 dituliskan: ”janganlah kamu menjadi serupa
dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu
dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik yang berkenan kepada
Allah dan yang sempurna.” Dari teks
Yunani, ayat ini dapat diterjemahkan sebagai berikut: ”Dan berhentilah kalian dipimpin/dibentuk (menyerupai) dunia ini:
sebaliknya teruskanlah kalian ditransformasi di dalam pembaharuan pikiran
sehingga kalian membuktikan apakah itu kehendak Allah, hal yang baik dan dapat
diterima dan sempurna.”
Konteks ayat ini Paulus sedang menasehati jemaat Roma supaya
mereka mempersembahkan tubuh mereka sebagai persembahan yang hidup, yang kudus
dan yang berkenan kepada Allah sebagai suatu ibadah yang sejati (Roma
12:1). Kemudian Paulus menjelaskan
tentang bagaimana cara mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang sedang
hidup, yang dalam keadaaan kudus, dan yang berkenan kepada Allah, yaitu dengan
dua cara: 1) Berhentilah kalian menyerupai (dipimpin) oleh dunia ini; dan 2)
Teruskanlah kalian ditransformasi (diubahkan) di dalam pembaharuan
pikiran. Akibat atau hasil dari semuanya
itu ialah: orang-orang percaya dapat membuktikan apakah itu kehendak Allah, hal
yang baik dan dapat diterima dan sempurna.
Jika kata kerja ini dipakai dalam bentuk Medial maka frasa
itu akan memiliki pengertian ”berhentilah kalian (janganlah lagi) membiarkan dirimu
menjadi serupa dengan pola dunia ini.”
Keputusan untuk terus menyerupai pola hidup orang dunia, atau berhenti
mengikuti cara-cara hidup orang-orang dunia, adalah di tangan orang-orang
percaya sendiri. Persembahan tubuh yang
hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah dalam ayat 1 memiliki segi
negative dan segi positif. Segi
negativenya ialah orang Kristen tidak boleh lagi membiarkan pola hidup mereka
di tentukan oleh dunia. Menurut
terjemahan harfiah: ”jangan lagi biarkan
dirimu sepola dengan dunia ini.”
b. Teruskanlah kalian ditransformasi di dalam
pembaharuan pikiran.
Dilihat dari segi positif, anjuran Paulus berbunyi:
”berubahlah oleh pembaharuan budimu (LAI).”
Dalam bahasa Yunani frasa ini dituliskan: metamorfou/sqe th/| avnakainw,sei tou/ noo.j. Bagian frasa ini didahului kata sambung avlla. yang menunjuk kepada suatu kontras
keras. avlla. adalah partikel adversative
diterjemahkan “tetapi”, namun dalam pengertian memiliki tekanan yang lebih kuat
dari kata de, .
Bentuk present kata kerja imperatif
memberikan pengertian suatu perubahan yang terus menerus terjadi dalam
kehidupan orang percaya. Van den End
menerjemahkan, ”biarlah rupamu diubah
terus”. ”Rupa” itu bukan hanya segi
manusia, yang lahiriah, sebagaimana tampak dalam Filipi 3:21, baik ”pola”
maupun ”rupa” bagi Paulus mengandung pengertian: wujud, yang menunjukan
hakikat.
c. Sehingga kalian membuktikan apakah
kehendak Allah, hal yang baik, yang dapat diterima, dan yang sempurna
Bagian selanjutnya ayat 2 ini menyebut hasil pembaharuan hasil
pembaruan pikiran tersebut. Tujuannya
ialah ”sehingga kamu dapat membuktikan apakah kehendak Allah, hal yang baik,
yang dapat diterima, dan yang sempurna.”
Frasa Yunaninya eivj to.
dokima,zein u`ma/j ti, to. qe,lhma tou/ qeou/( to. avgaqo.n kai. euva,reston
kai. te,leionÃ…
Jika orang-orang percaya sungguh
berhenti dipimpin oleh dunia atau jaman ini dan mereka terus-menerus mengalami
transformasi atau perubahan dalam pembaharuan pikiran (budi) mereka, maka
hasilnya atau akibatnya mereka akan mengetahui ti, to. qe,lhma tou/ qeou/( apa
yang adalah kehendak Allah itu.
Ternyata kehendaknya Allah tidak dengan sendrinya jelas.
Karena dua alasan. Pertama, karena dalam
kehidupan sehari-hari seorang Kristen di hadapkan dengan berbagai keadaan.
Sering sulit baginya untuk begitu saja menentukan sikapnya. Apalagi pada masa kini, dengan perkembangan
teknologi yang cepat di berbagai bidang, orang Kristen tidak begitu saja dapat
menentukan apakah ia boleh menggunakan anekaraga sarana mutakhir.
Dapat dibayangkan perkembangan di bidang
medis, atau di bidang teknologi nuklir (masih terlepas dari soal persenjataan). Dalam semua hal itu di perlukan pertimbangan
matang sebelum menentukan manakah kehendak Allah. Kedua, orang-orang percaya di
ajak mengusahakan ” budi” noo.Ï‚ dalam mencari kehendak Allah, karena Alkitab
bukanlah kitab hukum.
B.
Sifat Manusia Baru
Ada tiga sifat manusia baru yang nampak jelas dalam
tulisan-tulisan Paulus. Ketiga sifat
tersebut adalah: 1. Didamaikan dengan Allah (Roma 5:10); 2. Persekutuan dengan Adam Kedua; dan 3. Mati bagi Dosa (Roma 6:2-4).
1. Didamaikan Dengan Allah (Roma 5:10)
Roma 5:10 menuliskan bahwa setelah menjadi percaya kepada
Tuhan Yesus, manusia baru telah diperdamaikan dengan Allah dan itu berarti
mereka bukan lagi seteru Allah seperti ketika belum mengenal Tuhan. Kata “memperdamaikan” dalam bahasa Yunani
dipakai kata kathlla,ghmen yang berbentuk aorist pasif dari kata kerja. Ini
menunjukkan jalan bagaimana manusia baru diperdamaikan dengan Allah yaitu
melalui (dengan jalan) kematian dari anaknya.
Kematian Kristus menjadi jalan manusia baru diperdamaikan dengan Allah,
dan ini adalah tindakan Allah sendiri, ketika Ia memperdamaikan manusia dengan
diriNya sendiri melalui kamatian Kristus.
Kristus menyediakan diri sebagai pengantara dalam pendamaian itu. Di sini tampak suatu kesatuan antara Allah
dan Kristus, yang sesungguhnya merupakan rahasia yang tak dapat ditembus. Kesatuan itu adalah misteri tritunggal Allah.
a. Telah Dibaptis dalam Kematian dan
Dibangkitkan Bersama-sama Kristus
Ada tiga hal yang terjadi atas manusia baru menurut Roma
6:2-4, yaitu:
Manusia baru telah dibaptis dalam kematian Kristus, telah dikuburkan
bersama-sama dengan Kristus, dan telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh
kemuliaan Bapa. Oleh sebab itu, orang
yang telah dibenarkan di dalam Kristus, wajib memutuskan hubungannya dengan
dosa dan segala yang berkaitan dengan hal itu.
Manusia baru yaitu orang yang sudah percaya kepada Yesus
sudah dibaptis di dalam Kristus, memiliki bagian dalam kematianNya (ay.
3). Karena kematian Yesus itu
menghapuskan dosa, orang yang telah dibenarkan itupun harus mengubah tabiat
manusia lamanya. Tabiat lama ditinggalkan
dan hubungan dengan dosa diputuskan sama sekali.
Itulah arti dan kiasan dari kata
”dibaptiskan” atau ”dipermandikan.”
Sekalipun tatacaranya berbeda, ada yang diselamkan dalam air
atau hanya diperciki saja kepalanya penafsiran dan pengertiannya tidak akan
berkurang karena hal itu. Arah dan
tujuanya satu, yaitu hendaklah orang yang dibaptis itu memasuki kematian Yesus
Kristus yang menebus segala dosa.
Sekalipun baptisan tidak menyelamatkan seseorang tetapi baptisan itu
memiliki pemahaman yang dalam untuk mengekspresikan keyakinan iman orang
percaya. Jika tanda baptisan kudus itu
diterima menurut lahiriahnya saja, artinya asal dibaptis, bukan maksud
rohaninya yang dituju, diterima berulang-ulang pun baptisan yang demikian tidak
ada bedanya dengan suatu perbuatan yang sia-sia.
b.
Berada di dalam Kristus
Yang pertama, pada akhir abad yang kesembilan belas dan awal abad yang
keduapuluh beberapa penafsir (termasuk W. Bousset, Witzenstein, Kirsopp, Loisy)
mengemukakan pendapatnya bahwa Paulus meminjam formula ”di dalam Kristus” dari
Hellenistic Mystery Religions.
Namun
Goodenough menunjukkan bahwa Yudaisme telah terpengaruh dari Hellenisme,
sehingga jika ada kesamaan atau kesejajaran antara formula tersebut dengan
pengajaran Hellenisme, maka belum tentu kesamaan atau kesejajaran itu
berarti. Oleh karena Paulus orang
Yahudi, lebih besar kemungkinan bahwa Paulus meminjam formula tersebut dari
Yudaisme, bukan Hellenisme.
Yang kedua, A. Deissmann menafsirkan ”di dalam Kristus”
secara literal sebagai datif yang lokatif.
Dia sangat menekankan 2 Korintus 3:17 di mana rupanya Paulus menyamakan
Kristus dengan Roh Kudus. Deissmann
membicarakan ”Roh-Kristus” yang merupakan lingkungan baru bagi orang percaya,
yang dibandingkan dengan angin. Sama
seperti manusia hidup di dalam angin dan angin di dalam manusia, boleh
dikatakan bahwa orang percaya di dalam Kristus dan Kristus di dalam orang
percaya.
Arti dari formula tersebut
adalah bahwa manusia baru ”di dalam Kristus” menikmati persekutuan yang mistik
(”mystical fellowship”) denganNya.
Banyak penafsir yang mengikuti tafsiran Deissmann dan menekankan
pentingnya persekutuan yang mistik dalam pikiran Rasul Paulus (A. Wikenhauser;
J. Stewart, C. A. A. Scott, E. Andrews, W.D. Davies).
Yang ketiga, H. A. A. Kennedy tidak menyetujui penekanan
metaphor secara literal oleh A. Deissmann, tetapi berpendapat bahwa arti
formula ”di dalam Kristus” adalah persekutuan antara orang percaya dengan
Yesus. Semua tafsiran yang di atas mengasumsikan bahwa ”di dalam Kristus”
selalu dipakai dengan arti yang sama.
Hal ini tidak boleh dilakukan karena untuk mengerti secara benar, maka
seseorang harus sungguh meneliti konteks ayat-ayat di mana Paulus memakai
formula ini, karena Paulus pasti memiliki tekanan dan maksud tertentu saat dia
menuliskan sesuatu.
Yang pertama, jelas
bahwa dalam ayat-ayat tertentu, seseorang yang ”di dalam Kristus” berarti
seseorang yang telah percaya kepada Kristus, yaitu orang yang telah mengalami
lahir baru dan menjadi manusia baru.
Misalnya, dalam 1 Tesalonika 4:16 ”mereka
yang mati dalam Kristus”, yang akan lebih dahulu bangkit.
Jadi konsep manusia baru menurut rasul Paulus sangat
menekankan posisi di dalam Kristus, bahwa manusia yang baru hanya jika
seseorang berada di dalam posisi bersama dengan Kristus maka secaraa otomatis,
kelahiran baru pada diri seseorang sangat jelas dan memiliki perubahan yang
signifikan.
0 Response to "KONSEP MANUSIA BARU MENURUT TEOLOGI PAULUS"
Post a Comment