TIGA HARI PERJALANAN JAUHNYA UNTUK MEMPERSEMBAHKAN KORBAN KEPADA TUHAN




UCAPAN SULIT DALAM PERJANJIAN LAMA 14


“TIGA HARI PERJALANAN JAUHNYA UNTUK MEMPERSEMBAHKAN KORBAN KEPADA TUHAN”




Kejadian 3:18

“Dan bilamana mereka mendengarkan perkataanmu, maka engkau harus beserta para tua-tua Israel pergi kepada raja Mesir, dan kamu harus berkata kepadanya: TUHAN, Allah orang Ibrani, telah menemui kami; oleh sebab itu, izinkanlah kiranya kami pergi ke padang gurun tiga hari perjalanan jauhnya untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allah kami.”

Apakah ini satu contoh dari penipuan atau taktik yang bertujuan untuk memperdaya Firaun? Dengan kata lain, apakah permintaan Israel untuk menempuh tiga hari perjalanan demi beribadah kepada Allah hanya merupakan satu alasan untuk meninggalkan Mesir supaya dapat memasuki negeri Palestina sebelum tentara Firaun dapat dengan mudah mengejar mereka?

Karena raja kafir ini takkan pernah menundukkan kehendaknya kepada kehendak Allah, apakah Musa dan para tua-tua Ibrani dibenarkan dalam hal memperdayainya asal mereka dapat membawa keturunan Israel keluar dari kota? Lagipula, tidakkah tujuan membenarkan cara tersebut? 

Atau jika hal ini terasa terlalu membingungkan bagi orang percaya, bukankah Musa dan para tua-tua seharusnya memilih kejahatan yang lebih kecil atau mungkin bahkan memilih kebaikan yang lebih besar?

Tiap bagian ini telah dibahas dalam teori etika. Namun setiap bagian tersebut menimbulkan seperangkat persoalan yang berbeda bagi umat Kristen. Bahkan karena tertarik akan Mazmur 18:26 Rabi Rashi tak menaruh perhatian pada hal ini, "terhadap orang yang bengkok (ada yang menafsirkannya dengan Firaun) Engkau (Allah) berlaku belat-belit." 

Namun kita berkeberatan jika hukuman ilahi tak pernah dijatuhkan sampai Firaun menolak segala seruan ilahi agar tunduk pada rencana Allah.

Sebaliknya, penyelesaian yang terbaik dulu telah diusulkan pad a abad keempat TM, oleh bapa gereja bernama Agustinus dan abad kelima be las oleh ahli Kitab Suci berkebangsaan Spanyol bernama Abarbanel. 

Dalam pandangan mereka, Allah dengan sengaja membuat tingkatan tuntutan-Nya kepada Firaun dengan mula-mula menempatkan di hadapannya suatu permohonan sederhana agar umat Israel diperbolehkan menempuh perjalanan tiga hari lamanya menuju padang gurun yang setelah itu mereka akan kembali. 

Memang, permintaan yang pertama ini akan mengarah pada permintaan-permintaan yang semakin sulit d ipenuhi oleh Firaun; namun , tiap permintaan itu akan mempersiapkan Firaun untuk melakukan apa yang sebenarnya tak siap ia lakukan,

Jika Firaun mengizinkan permintaan ini, bangsa Israel tak bisa melampaui batasan-batasan izin ini. Sesudah kernbali ke Mesir mereka perlu mengajukan serangkaian permohonan seperti itu yang menuju kepada permintaan terakhir bagi pelepasan penuh. 

Di sini kita bisa melihat kasih setia dan perhatian Allah alas diri Firaun. Raja ini lebih dari sekadar budak dalam rencana Allah. Dan Israel wajib menghormati "kekuasaan yang ada."



Pantas diperhatikan, Allah memperingatkan Musa bahwa raja Mesir tersebut akan menolak permintaan itu. Jadi Allah tahu apa yang sebenarnya terjadi maupun apa yang bisa terjadi. Peringatan ini menegaskan Amos 3:7: "Sungguh, Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, para nabi". 

Bahkan "tangan kuasa" mujizat Allah, yang terbukti dalam tulah-tulah, juga tidak akan menggeser kekerasan dan ketidakpatuhan Firaun.



Satu pertanyaan lagi mungkin bisa timbul di sini: Tidakkah Musa, di bawah hasutan Allah YHVH sengaja menyesatkan Firaun tatkala ia menutup-nutupi maksud yang sebenarnya? 

Jika pada akhirnya Musa bermaksud meminta Firaun membebaskan bangsa Israel, tidakkah tindakannya menutup-nutupi ini menjadi suatu penipuan? Dengan kata lain, apakah esensi kebohongan bukan maksud untuk menipu? 

Jika Firaun menerima kesan bahwa Musa ingin menempuh perjalanan yang cukup jauh ini hanya untuk rnernpersembahkan korban kepada Allah tanpa menyinggung perasaan bangsa Mesir (mereka akan mempersembahkan hewan-hewan yang dianggap sud di Mesir), bukankah berarti Musa dan Allah menipu?

Tidak! Ada perbedaan besar antara berbohong dengan menyembunyikan informasi yang menyita hak untuk tahu yang disebabkan karena sikap jahat mereka terhadap Allah atau karena standar moralnya. Raja Saul, misalnya, kehilangan haknya untuk tahu segala alasan kunjungan Samuel, yang sebenarnya akan mengurapi Daud sebagai raja berikutnya (1 Samuel 16:1-2).

Demikianlah. dalam situasi-situasi tertentu, seperti peristiwa olah raga atau pertempuran, bagian dari tujuannya adalah menyembunyikan sebanyak mungkin kegiatan seseorang. 

Rasanya konyol jika orang Kristen menolak meniru suatu drama, dengan mengatakan, "Tidak bisa: saya orang Kristen dan saya harus punya kesaksian yang baik. Serahkan kepadaku bola sepak itu, atau aku takkan berlari!"

Kita kini boleh mempertajam definisi kita ten tang berbohong dengan arti penipuan yang disengaja terhadap seseorang yang punya hak tahu kebenaran dari kita, dan dalam keadaan tertentu orang tersebut memiliki hak untuk mengetahuinya. 

Intinya adalah bahwa berbohong itu lebih daripada sekadar penipuan yang disengaja. 

Penipuan semacam itu bisa menjadi kejahatan moral, namun tak bisa dikatakan demikian sampai bisa dipastikan apakah pribadi itu punya hak mengetahui seluruh atau pun sebagian dari kebenaran yang ada. 

Itu sebabnya, semua pria dan wanita senantiasa punya hak berbicara tentang kebenaran semata-mata, namun mereka tak berkewajiban berbicara atau menyampaikan segala sesuatu yang mereka tahu hanya karena mereka ditanyai, terutama tatkala ada yang kehilangan hak mereka untuk mengetahui kebenaran tersebut karena meremehkan kebenaran yang sudah mereka miliki.

Sumber :
“Ucapan yang Sulit dalam Perjanjian Lama”  Walter C Kaiser, Jr. LITERATUR SAAT, 2015, halaman 51-54

0 Response to "TIGA HARI PERJALANAN JAUHNYA UNTUK MEMPERSEMBAHKAN KORBAN KEPADA TUHAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel