UCAPAN SULIT DALAM PL "NAZAR YEFTA"




UCAPAN SULIT DALAM PERJANJIAN LAMA 26

“YEFTA MELAKUKAN KEPADANYA APA YANG TELAH DINAZARKANNYA”



Hakim 11:30-31, 34-35,39

11:30 Lalu bernazarlah Yefta kepada TUHAN, katanya: "Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku, 11:31 maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran."


11:32 Kemudian Yefta berjalan terus untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka ke dalam tangannya. 11:33 Ia menimbulkan kekalahan yang amat besar di antara mereka, mulai dari Aroër sampai dekat Minit -- dua puluh kota banyaknya -- dan sampai ke Abel-Keramim, sehingga bani Amon itu ditundukkan di depan orang Israel.

11:34 Ketika Yefta pulang ke Mizpa ke rumahnya, tampaklah anaknya perempuan keluar menyongsong dia dengan memukul rebana serta menari-nari. Dialah anaknya yang tunggal; selain dari dia tidak ada anaknya laki-laki atau perempuan. 11:35 Demi dilihatnya dia, dikoyakkannyalah bajunya, sambil berkata: "Ah, anakku, engkau membuat hatiku hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah membuka mulutku bernazar kepada TUHAN, dan tidak dapat aku mundur."

11:36 Tetapi jawabnya kepadanya: "Bapa, jika engkau telah membuka mulutmu bernazar kepada TUHAN, maka perbuatlah kepadaku sesuai dengan nazar yang kauucapkan itu, karena TUHAN telah mengadakan bagimu pembalasan terhadap musuhmu, yakni bani Amon itu." 11:37 Lagi katanya kepada ayahnya: "Hanya izinkanlah aku melakukan hal ini: berilah keluasan kepadaku dua bulan lamanya, supaya aku pergi mengembara ke pegunungan dan menangisi kegadisanku bersama-sama dengan teman-temanku."

11:38 Jawab Yefta: "Pergilah," dan ia membiarkan dia pergi dua bulan lamanya. Maka pergilah gadis itu bersama-sama dengan teman-temannya menangisi kegadisannya di pegunungan. 11:39 Setelah lewat kedua bulan itu, kembalilah ia kepada ayahnya, dan ayahnya melakukan kepadanya apa yang telah dinazarkannya itu; jadi gadis itu tidak pernah kenal laki-laki. Dan telah menjadi adat di Israel,





Hidup Kristen -   Kisah tentang Yefta dan nazarnya yang terkenal itu, telah menyebabkan perdebatan sengit di antara para penafsir. Hal yang membuat perbedaan para penafsir ad al ah, apakah Yefta mengorbankan anak perempuannya sendiri, ataukah tidak? Jika ya, apakah Allah memaafkan tindakan yang tak masuk akal tersebut?

Hampir semua komentator dan penulis sejarah Israel sebelum ini menganggap Yefta benar-benar mempersembahkan putrinya sendiri. Hingga Abad Pertengahan barulah para komentator mulai mencari cara untuk melunakkan gurauan Yefta ini. Sudah sewajarnya jika laki-Iaki atau perempuan yang waras menjadi marah dan dikejutkan oleh cara-cara berpikir dan bertindak Yefta yang sewenang-wenang dan tidak alkitabiah.

Namun pembaca harus ingat tema Kitab Hakim-hakim, yaitu setiap orang melakukan apa yang benar menurut pandangannya sendiri, termasuk Yefta. Sesungguhnya, bangsa itu ragu menyebutnya sebagai hakim atas suku-suku di tepi timur (sebelum ia akhirnya disebut demikian) sebab ibunya adalah seorang wanita tunasusila dan saudara-saudaranya sendiri telah mengusirnya dari pusaka keluarga.

Di sini ada tiga pertanyaan utama untuk dijawab: (pertama) Sebenarnya apa maksud Yefta dengan nazarnya itu? (kedua) Bagaimana ia melakukannya? Dan (ketiga) Apakah Allah memaafkan tindakan-tindakannya? Semua yang lain, sebagaimana dikatakan dalam lingkungan Yahudi, adalah penafsiran.

Sebelum Yefta berangkat dari Mizpa untuk berperang, dengan penuh rasa hormat ia bernazar untuk menyerahkan kepada Allah apa yang keluar dari pintu rumahnya untuk menemuinya jika ia kembali dengan kemenangan atas kaum Amon. Ini memunculkan hal nazar dan masalah menerjemahkan istilah apa (whoever) yang keluar.

Nazar bukan tidak alkitabiah, namun dalam bernazar ada sejumlah bahaya yang perlu dihindari. Pertama, paling baik menghindari pengucapan nazar yang nantinya akan menimbulkan kesulitan bagi suara hati dan kemampuan seseorang untuk memenuhinya (Amsal 20:25; Pengkhotbah 5:2-6).

Kedua, nazar-nazar itu seharusnya jangan dipakai untuk membeli pengasihan Allah, seakan-akan kita bisa berkarya untuk mendapat kasih karunia Allah atau kita bisa mempengaruhi Allah untuk melakukan pada kita apa yang sebenarnya tak ingin Ia lakukan. Sebaliknya, nazar-nazar kita harus mengungkapkan rasa syukur kepada-Nya atas kasih-Nva yang tak terhitung.

Jika suatu nazar telah dibuat, maka janji itu harus ditepati (Bilangan 36:2-13; Mazmur 15:4; 66:14; 76:11; Kisah 5:1-4). Namun sumpah atau nazar yang melanggar suatu hukum moral Allah tak boleh dipenuhi. 

Itu sebabnya, janji Herodes yang tergesa-gesa itu, yang berakibat dimintanya kepala Yohanes Pembaptis, seharusnya tak pernah dipenuhi. Sayangnya, janji itu ditepati (Markus 6:23-27)

Di sini, Herodes seharusnya menarik kembali sumpahnya dan memohon maaf dari semua pihak atas pembuatan sumpah itu. Hanya nazar dan sumpah yang dibuat berdasarkan iman tak pernah perlu disesali. Selain itu akan terjadi ratapan atau perasaan terpukul.

Jadi apakah yang dinazarkan Yefta itu? Ada yang mencoba melunakkan sumpah tersebut dengan menerjemahkan apa yang disumpahkan itu sebagai apa (whatever) yang keluar. 

Namun, jika teks dalam bahasa Ibrani memaksudkan gagasan yang netral ini (yang bisa meliputi apapun termasuk hewan peliharaan Yefta), maka seharusnya di sini dipakai jenis kata yang berbeda (netral dalam bahasa Ibrani bisa diisyaratkan melalui bentuk kata feminin). 

Karena bentuk maskulin yang dipakai, dan kata kerjanya adalah keluar, maka ini pasti hanya menunjukkan (sebagaimana dalam setiap konteks lainnya) manusia dan bukan binatang atau bend a lainnya.

Yefta berjanji bahwa siapa saja yang mula-mula keluar menjumpainya saat ia kembali dengan kemenangan akan menjadi milik Tuhan dan dikorbankan u ntuk Tuhan. 

Apakah ia memaksudkannya secara harfiah? Jika tidak, lalu mengapa ia menggunakan kata-kata ini? Dan jika ya, lalu bagaimanakah seorang hakim yang diurapi oleh Roh Kudus secara luar biasa untuk tugas kepemimpinan dalam perang, bisa bersalah melakukan pelanggaran besar terhadap suatu hukum Allah yang nyata (Imamat 18:21; Ulangan 12:31), yaitu menentang pengorbanan manusia?

Perilaku yang tak masuk akal semacam itu hanya bisa dijelaskan demikian: Persetujuan Allah atas seseorang di satu bidang tidaklah menjamin persetujuan-Nya di segala bidang kehidupan. 

Misalnya, Daud juga dipimpin Roh, dan merupakan orang yang berkenan di hati Allah sendiri, namun bukan segala perbuatan Daud perlu diteladani oleh semua umat percaya yang dipimpin oleh Roh.

Ada sebagian penafsir yang telah berupaya menerjemahkan istilah dan di antara akan menjadi kepunyaan TUHAN dan aku akan mempersembahkannya sebagai penggunaan kata sambung bahasa Ibrani dan yang menyatakan pilihan yang berarti at au. 

Sayangnya untuk jalan keluar yang kreatif ini (dan yang memang seharusnya demikian) penerjemahan kata sambung dalam bahasa Ibrani ini tak pernah diperbolehkan di mana pun dalam Perjanjian Lama. Satu-satunya kasus lain di mana dicoba demikian (2 Raja 18:27) Juga nampak sangat perlu dipertanyakan.

Yefta mengenal hukum Musa yang melarang pengorbanan manusia. Hakim-hakim 11:12-28 menunjukkan ia tahu sejarah Israel dan bisa merincinya jika perlu. Namun tentu saja ini tidak membuktikan bahwa apa yang ia tahu selalu ia lakukan, pengetahuan kita tentang apa yang benar tidak lebih menjamin kita akan selalu melaksanakannya.

Bahwa Yefta memang sungguh-sungguh mengorbankan putrinya, yang demikian tragis, nampaknya merupakan arti yang paling wajar terhadap teks ini. Jika "pengorbanan" Yefta atas putrinya berarti mengembalikannya ke suatu kehidupan yang membujang dan melayani di bait Allah, tak satu kata pun dalam bacaan tersebut yang mengatakan demikian. 

Satu-satunya dukungan. yang mungkin adalah komentar bahwa siapa yang keluar dan rumahnya "akan menjadi kepunyaan TUHAN" (ayat 31). Namun pernyataan berikutnya membuktikan yang ada dalam benaknya adalah korban bakaran, "mempersembahkan... sebagai korban bakaran."

Ada satu masalah lain dengan pandangan persembahan untuk bait Allah. Mengapa Yefta tidak membayar pengganti dalam bentuk uang yang disebutkan dalam Imamat 27:1-8 agar memperoleh kebebasan bagi putrinya? 

Lagipula, Yefta pasti dibuat gusar karena putrinya takkan punya anak dan garis keturunan dan nama Yefta akan tersisih dari daftar keturunan Israel. Seorang wanita bisa ditebus dengan tiga puluh syikal perak (Imamat 27:4), jika perlu.

James Jordan dan beberapa rekan mencoba menjawab pertanyaan penting yang kritis ini dengan mengutip Imamat 27:28-29 yang menuntut bahwa siapa saja yang telah "dikhususkan" bagi Tuhan tak boleh ditebus. 

Ini benar, namun istilah yang dipakai untuk istilah dikhususkan merupakan istilah yang sangat teknis, Itu merupakan kebalikan dari pengorbanan secara sukarela, yang merupakan inti suatu nazar. 

Pada waktu penaklukkan, Yerikho merupakan tempat "yang dikhususkan" bagi TUHAN, dan itu sebabnya segala isi kota tersebut adalah milik Allah. Barang yang tak bisa dibakar, seperti perak, emas atau besi, harus dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam perbendaharaan TUHAN. 

Jadi ketika Akhan mengambil sebagian kekayaan Yerikho untuk dirinya sendiri, berarti ia mencuri dari Allah. (Untuk penjelasan yang lebih panjang, lihat bab dua 27.)

Namun bukan itu yang sedang kita bicarakan di sini. Yefta tidak dipaksa untuk "mengkhususkan" putrinya untuk dihancurkan sebagai balasan kemenangan yang diberikan Allah atas bani Amon. Ia melakukannya dengan sukarela dan itu sebabnya penjelasan ini tidak cocok. 

Lagipula, orang yang dipersembahkan di bawah "kutuk" (herem) adalah disembelih, bukan sebagai persembahan atau korban bakaran, me lainkan sebagaimana d ituntut oleh perintah Allah (Bilangan 21:2-3; ulangan 13:12-18; 1 Samuel 15:33)

Sebagaimana yang diperingatkan Mikha kepada kita, ironi dari seluruh situasi ini adalah bahwa orang tak boleh mempersembahkan "buah kandungan [-nya] karena [sebagai ganti] dosa [-nya] sendiri" (Mikha 6:6-8).

Mengapa ayat 39 dalam bacaan ini mencatat bahwa "ia adalah seorang perawan" jika Yefta benar-benar mengorbankan dirinya? Jawabannya adalah bahwa bahasa Ibrani lebih tepat diterjemahkan sebagai bentuk lampau, selama ini "gadis itu tak pernah kenai laki-laki." Ini ditambahkan untuk memperjelas tragedi dan dukacita dari peristiwa yang sedang dilukiskan.

Jika putri Yefta dikorbankan, bertentangan dengan setiap aspek pengajaran teokratis dari hukum Musa, mengapa kematiannya menjadi peluang untuk perayaan atau kenangan tahunan dalam Kitab Suci? Tidakkah umat yang sering berubah tingkah ini telah berusaha dengan diam-diam untuk melupakannya sebisa mereka?

Kenyataan bahwa "dari tahun ke tahun anak-anak perempuan orang Israel selama empat hari setahun meratapi anak perempuan Yefta, orang Gilead itu" (Hakim 11 :40) bukan merupakan pengesahan Alkitab atas kejadian ini. Bukan pula dikatakan bahwa peristiwa ini dikenang di seluruh Israel. 

Sekalipun hari itu merupakan hari raya nasional, itu muncul karena kebiasaan setempat atau nasional dan bukan oleh finnan Allah dari para nabi atau pemimpin yang diilhami-Nya.

Tragedi sumpah Yefta yang bodoh dan atas keinginannya sendiri ini menjadi suatu tanda awas bagi kebebalan hikmat manusia saat kita tidak bersandar pada Allah yang hidup. 

Kita samasekali tak boleh menjadikan tindakan Yefta sebagai kaidah bagi orang percaya lain yang juga membuat sumpah-sumpah yang bodoh di masa silam dan merasa bahwa kini mereka harus tetap mewujud kannya, sesuai sumpah mereka dulu, sebab Alkitab berkata bahwa dulu Yefta setia pada sumpahnya. 

Hanya karena sesuatu digambarkan dalam Kitab Suci tidaklah berarti Allah mengharuskan kita meneladaninya. Hanya perintah langsung dari Allah berdasarkan sifat atau kuasa-Nyalah yang boleh mengatur hidup kita.



Sumber :


“Ucapan yang Sulit dalam Perjanjian Lama”  Walter C Kaiser, Jr. LITERATUR SAAT, 2015, halaman 95-100

0 Response to "UCAPAN SULIT DALAM PL "NAZAR YEFTA""

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel