UCAPAN SULIT PL - NASIB MANUSIA SAMA DENGAN NASIB BINATANG




UCAPAN SULIT DALAM PERJANJIAN LAMA 53

“NASIB MANUSIA SAMA DENGAN NASIP BINATANG”


Pengkhotbah 3:19-21

“Karena nasib manusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib yang sama menimpa mereka; sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain. Kedua-duanya mempunyai nafas yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan atas binatang, karena segala sesuatu adalah sia-sia. Kedua-duanya menuju satu tempat; kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu. Siapakah yang mengetahui, apakah nafas manusia naik ke atas dan nafas binatang turun ke bawah bumi.”

Jika ada perkataan yang sulit dalam. Alkitab, maka yang satu ini pastilah merupakan yang paling sulit! Cukup buruk rasanya bahwa kematian kelihatan membunuh semua manusla dengan tidak adil, baik yang muda atau tua, yang baik atau jahat.

Namun perkataan ini memproyeksikan bayangan seram yang muncul untuk mengatakan bahwa segala pengharapan pun lenyap juga sesudah kematian, suatu pernyataan yang cukup mengejutkan!

Benarkah manusia dan binatang punya pengharapan yang kira-kira sama atas kehidupan apapun sesudah mati? Sungguhkah hal itu hanya masalah "nasib"? Inilah beberapa pertanyaan yang dimunculkan teks ini.

Pertama, istilah nasib adalah terjemahan yang berlebihan. Istilah yang muncul di sini hanya istilah kejadian. Jadi, tak ada pernyataan-pernyataan yang dibuat untuk memberikan kemungkinan nasib baik atau buruk. Itu semata-mata fakta bahwa satu kejadian, satu peristiwa-sebut saja, kematian, mengambil alih segalanya dari kefanaan.

Bacaan ini menegaskan bahwa "semuanya pergi ke tempat yang sama". Namun tempat yang dimaksudkan di sini bukanlah suatu keadaan yang terlupakan atau ketiadaberadaan; melainkan suatu kuburan. 

Sungguh, baik manusia maupun binatang terbuat dari debu dan itu sebabnya kepada debu itu mereka akan kembali. Dalam pengertian tersebut, jika yang satu mati, demikian pula yang lainnya. Kematian tidak memandang manusia atau pun binatang!

Namun yang paling menjengkelkan dari mereka yang menekankan pandangan kematian yang tak berpengharapan dalam Perjanjian Lama ini adalah cara mereka menerjemahkan sejumlah teks dengan maksud untuk menguatkan pandangan mereka sendiri. 

Dengan nada yang mungkin paling jelas dalam bahasa Ibrani, ayat 21 menyatakan bahwa "nafas manusia naik ke atas, dan nafas binatang turun ke bawah bumi." Kata kerja naik ke atas dan turun ke bawah adalah partisip aktif dengan tanda dari kata sandangnya. Tak ada perlunya mengatakan bahwa bahasa Ibrani menyalahtafsirkan kata sandang dengan pembacaan yang agak berbeda untuk kata tanya.


Lagipula, bukankah Salomo pernah bersikeras dalam konteks ini bahwa para hakim yang tak jujur akan menghadap Allah yang hidup pada penghakiman terakhir (Pengkhotbah 3:17)?

Bagaimana mereka bisa melakukannya jika segalanya selesai sesudah mereka mati? Dan bukanlah Salomo memperingatkan dengan keras bahwa penghakiman Allah yang terakhir akan membawa segala perbuatan di bumi ke dalam terang keadilan-Nya (Pengkhotbah 12:7, 14)? Namun jika ada akhir dari keberadaan, siapa yang peduli dengan ancaman kosong tentang penghakiman yang akan datang itu?

Konsep bahwa manusia bisa dan memang hidup sesudah kematian sudah sama tuanya dengan Henokh sendiri. Orang itu, yang tercatat dalam Kejadian 5:24, masuk ke dalam status kekal bersama dengan tubuhnya!

Demikian juga, patriakh Ayub tahu bahwa manusia akan hidup kembali jika ia mati, sama seperti sebatang pohon adakalanya akan memunculkan tunas sesudah pohon tersebut juga ditebang (Ayub 14:7, 14).

Kita tak perlu terlalu menekankan pernyataan siapakah yang mengetahui, seakan-akan bacaan tersebut memberi kita suatu pertanyaan yang tak berjawaban. Di sembilan tempat di mana ungkapan ini muncul dalam Kitab Suci, hanya tiga yang benar-benar berupa pertanyaan (Ester 4:14; Pengkhotbah 2:19; 6:12).

Dalam dua bagian yang ada kesamaan dengan bacaan ini, pernyataan itu diikuti oleh satu objek langsung. Pernyataan tersebut merupakan pendapat retorik yang menghimbau kita untuk ingat bahwa Allahlah yang tahu perbedaan antara manusia dengan binatang, dan bahwa nafas atau sosok berjiwa yang satu adalah kekal sifatnya (dan itu sebabnya "naik" kepada Allah) sedangkan nafas yang lain bersifat fana (dan itu sebabnya "turun" ke kuburan sama seperti daging yang lebur menjadi debu).



Ayat terakhir dari pasal ini menegaskan kembali pertanyaan yang retorik. "Siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?" Dari konteks tersebut jawabannya sangatlah jelas, bahkan walaupun jawabannya tidak langsung dikatakan, yaitu Allahlah yang akan melakukan penilaian terakhir atas hidup dalam kepenuhannya.

Pria dan wanita tak boleh hidup seolah-olah Allah tidak akan dihadapi dalam kekekalan dan seakan-akan tak ada yang lebih dari manusia yang fana ini selain daging mereka yang akan berubah menjadi debu dalam kuburan sama seperti daging binatang juga akan demikian. Ada yang lebih daripada itu.

Orang yang mengurus pemakaman tak bisa dan tidak memperoleh segala sesuatu jika ia datang mengambil sisanya. Roh itu telah pergi kepada Allah andaikata para pria dan wanita itu takut akan diri-Nya dan rela memperkenan hati-Nya.

Itu sebabnya, kita akan menerjemahkan Pengkhotbah 3:19-21 sebagai berikut:


“Karena apa yang terjadi pada kemanusiawian juga terjadi atas binatang; satu hal yang sama terjadi atas kedua-duanya; jika yang satu mati, demikian pula dengan yang lain; nafas yang sama ada dalam kedua-duanya; tak ada yang lebih [berdasarkan pada peristiwa kematian yang satu ini] baik dari manusia atas diri binatang. Kedua-duanya pergi ke satu tempat, yaitu kuburan. Kedua-duanya [terbuat] dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu. Siapa mengetahui roh seseorang? Ia [laki-laki atau perempuan] adalah yang naik ke atas [kepada Allah], namun roh binatang adalah yang turun ke bawah bumi.”



Sumber :

“Ucapan yang Sulit dalam Perjanjian Lama”  Walter C Kaiser, Jr. LITERATUR SAAT, 2015, halaman 188-191

0 Response to "UCAPAN SULIT PL - NASIB MANUSIA SAMA DENGAN NASIB BINATANG"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel