Menilik Proses Penggantian Pemimpin Gereja Dari Musa Kepada Yosua
Image: youtube |
Penggantian Kepemimpinan Musa Kepada Yosua
Sepeninggalnya
Musa pemimpin bangsa Israel, Alkitab mencatat bawa Yosua adalah pengganti yang
secara langsung dilantik oleh Tuhan (Yosua 1:1).
Allah
tidak meminta persetujuan kepada bangsa Israel apakah keputusan untuk
menggantikan kepemimpinan Yosua adalah benar atau tidak.
Allah
juga tidak menanyakan apakah Yosua bersedia atau tidak layaknya sebuah tawaran
yang bisa diterima atau ditepis begitu saja. Namun tampaknya Yosua sudah
memahami bahwa ia adalah orang yang pantas karena ia adalah abdinya Musa.
Dalam Bilangan
11:28 dikatakan bahwa Yosua adalah abdinya sejak mudanya. Dengan kata lain
bahwa Yosua adalah abdinya Musa, yang mana ia akan membantu beberapa urusan
Musa dan yang akan selalu stand-by di sisi Musa.
Tahukah
anda bahwa ketika Allah hendak berbicara kepada Musa untuk memberikan hukum-hukumNya,
Yosua juga turut menyertainya (Keluaran 24:13-14).
Sedekat
itulah relasi antara Musa dengan Yosua sebagainya pelayan atau asisten
pribadinya.
Sejak Awal Kualitas Kepemimpinan Yosua Sudah Terlihat
Profil
Yosua sebagai abdinya Musa ialah bahwa ia juga salah satu dari pemimpin dari
salah satu 12 pengintai. Dengan kata lain bahwa Yosua mewakili sukunya sebagai
seorang yang pantas untuk ditunjuk sebagai seorang pemimpin (Bilangan 13:8;
16).
Bangsa
Israel pada dasarnya kehilangan sosok pemimpin besar dan fenomal yaitu Musa.
Bangsa
Israel tidak pernah menduga bahwa Musa yang pernah membunuh orang Mesir hanya
untuk menyelamatkan orang Ibrani, adalah orang yang sama yang dipakai oleh
Allah untuk memimpin mereka keluar dari perbudakan bangsa Mesir.
Bagi
orang Israel, Yosua adalah salah satu pemimpin yang mewakiliki salah satu 12
suku Israel dan di saat yang bersamaan dia juga merupakan asisten Musa.
Orang
Israel juga telah melihat kualitas kepemimpinan dan iman Yosua meskipun ia
sendiri berserta Kaleb, memiliki tanggapan yang berbeda tatkala 12 pengintai
memberi laporan atas tanah Kanaan (Bilangan 14).
10 dari
pemimpin yang diutus untuk mengintai tanah Kanaan, memiliki persepsi yang sama,
sedangkan Yosua justru memiliki pandangan yang berbeda, di mana ia yakin bahwa
bersama dengan Allah, mereka akan bisa menaklukkan tanah Kanaan.
Yosua
tidak merasa harus mengikuti suara terbanyak, bilamana hal tersebut bukanlah
tindakan yang benar dan keputusan yang bijak.
Yosua
rela tampil beda walau risiko yang ia terima bersama dengan Kaleb, harus
menerima amukan massa yaitu hendak dilempari dengan batu (Bilangan 14:10).
Integritas
seseorang akan terlihat bukan di saat akhir hidupnya, melainkan di tahap awal
panggilan dan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Yosua
bukan tipe orang ikut-ikutan, tanpa bisa berpikir matang terhadap satu
persoalan, di mana kredibilatasnya dipertaruhkan.
Musa
tidak keliru ketika mengangkat Yosua sebagai abdinya. Musa sudah melihat
pemimpin dari suku Efraim yang dia tunjuka adalah orang yang memiliki
integritas dan dapat diandalkan.
Pantaskah Yosua Menggantikan Posisi Musa?
Barangkali
tidak sulit untuk menerima bahwa Yosua memang patut dan layak mengisi
kekosongan kepemimpinan yang ada sepeninggalnya Musa hamba Tuhan.
Pertama,
Allahlah yang menyuruh Yosua untuk segera melanjutkan kepemimpinan Musa (Yosua
1:2) untuk menyeberangi sungai Yordan. Allah seolah tidak meminta konfirmasi
bangsa Israel, apakah Yosua adalah orang yang tepat untuk melanjutkan tongkat kepemimpinan.
Justru
Allah tidak mau berlambat-lambat, seoalah kurang peduli dengan perasaan bangsa
Israel yang telah kehilangan sosok pemimpin yang berkarisma dan berwibawa.
Kedua, Allah
memberi jaminan dan penguatan janjiNya kepada Musa, bahwa melalui Yosua tanah
Kanaan akan tetap diberikan kepada bangsa Israel. Namun apakah ini cukup
meyakinkan bangsa Israel bahwa mereka tidak akan ditelantarkan?
Ketiga, Allah
tahu bahwa bangsa Israel dan juga Yosua harus mendapatkan jaminan bahwa mereka
benar-benar tidak dibiarkan sendiri dan merasa aman sama seperti ketika mereka
dipimpin oleh Musa.
Allah
berkata bahwa tidak ada seorang pun yang bisa mengalahkan Yosua seumur hidupnya
(Yosua 1:5) bahkan penyertaan yang mereka terima saat Musa memimpina mereka
mereka, penyertaan yang sama akan mereka terima kembali melalui Yosua.
Allah
bahkan menjamin bahwa Dia tidak akan meninggalkan Yosua dan membiarkan Yosua
tanpa campur tangan Allah.
Kita bisa
menyimpulkan bahwa pengakuan paling tertinggi bukanlah dari manusia, melainkan
dari Allah.
Sekalipun
kualitas seseorang bisa saja tidak diakui oleh massa, namun selama Tuhan berada
di pihak anda, alangkah baiknya kita pun yakin dan merasa tenang.
Sekalipun
Tuhan berada di pihak Yosua, bukan berarti Yosua secara otomatis tidak memiliki
kendala dan kesulitan untuk mendapatkan kepercayaan yang besar ini.
Allah
sebenarnya tahu bahwa Yosua takut dan gentar tatkala menerima tongkat estafet
dari Musa ini.
Oleh
karena itu Allah menguatkan Yosua sebanyak tiga kali (Yosua 1:6-7, 9). Jika
Allah sampai mengulangi 3 kali (majas tautologia) bahwa Allah ingin Yosua kuat
secara ekstrem hingga mampu membawa dan memimpin bangsa yang besar ini memasuki
dan menaklukkan tanah Kanaan
Apakah Musa benar-benar telah mempersiapkan Yosua di kemudian
hari?
Musa
memang tidak melihat di masa depan bahwa langkahnya akan terhenti sebelum
menyeberangi sungai Yordan, dan bahwa Yosua abdinyalah yang akan membawa bangsa
Israel memasuki tanah Kanaan.
Namun apa
yang dilakukan Musa ialah bahwa ia telah memilih Yosua sebagai tangan kanannya dan
mempersiapkannya untuk tugas-tugas pelayanan yang ia kerjakan.
Pastilah
Yosua sebagai abdinya tahu, apa yang sedang dikerjakan Musa sebagai tuannya.
Yosua
setia menanti Musa selama sebulan lebih berada di atas gunung, bahkan dia tidak
ikut serta di dalam pemberontakan Harun abang Musa, di mana ia membangun lembu
emas (Keluaran 32).
Tidak
tanggung-tanggung, Harun sebagai orang yang sangat dekat dengan Musa dan tahu
seperti apa sebenarnya hatinya Musa, namun ia gagal dan malah membawa umatNya
kepada penyembahan berhala, bahkan mempersembahkan korban keselamatan dan koban
bakaran (Keluaran 32:1-6).
Kembali
ke pertanyaan yang di atas “apakah Musa telah mempersiapkan abdiNya untuk kelak
menggantikan kepemimpinannya?”
Musa sebenarnya
tidak tahu seperti apa nasibnya di masa depan, yaitu bahwa Allah yang
memutuskan bahwa ia tidak akan masuk ke tanah Kanaan,
Dalam Ulangan
32: 48-52 Musa hanya bisa melihat dari kejauhan tanah Kanaan yang dijanjikan
oleh Allah kepada orang Israel.
Fakta
bahwa tidak ada krisis kepemimpinan sepeninggalnya Musa, menunjukkan bahwa ada
sosok yang sudah Allah tunjuk dan di saat yang bersamaan itu adalah abdi Musa
yaitu Yosua.
Pertanyaan
mengapa Yosua yang dipilih oleh Allah, tampaknya agak sulit untuk dijawab, karena
nama Yosua langsung muncul sebagai calon tunggal di pikiran Allah.
Namun
kalau kita bertanya, siapakah kandidat yang paling cocok untuk menggantikan
Musa, barangkali nama Yosua dan Kaleb adalah 2 kandidat yang paling kuat dan
cocok.
Namun
lagi-lagi Allah tentu tahu seperti apa hubungan Yosua dengan Musa, dan apa yang
Musa sudah lakukan kepada Yosua dengan mengangkatnya sebagai asistennya.
Yosualah
yang paling dekat dengan Musa, dan ia jugalah yang paling tahu profil Musa
sebagai pemimpin bangsa Israel selama 40 tahun.
Tanpa
mengurangi rasa hormat kepada tua-tua Yahudi dan Kaleb serta pemimpin-pemimpin
yang diangkat oleh Musa, Yosualah yang paling memahami karakter dan pola kepemimpinan
Musa.
Musa
memang tidak tahu bahwa Yosualah yang akan menggantikan dia di masa depan,
sesaat sebelum Musa meninggal, Musa justru sudah meletakkan tangannya atas
abdinya (Ulangan 34:9)
Dari Ayat
di atas tahulah bangsa Israel bahwa Yosua jugalah yang disetujui oleh Musa
sebagai penggantinya untuk memimpin bangsa Israel untuk langkah selanjutnya
yaitu memasuki tanah Kanaan.
Sekalipun
Yosua bukan Musa dan Musa bukan Yosua, namun sebagai pemimpin yang akan akan membawa
umat Tuhan memasuki Tanah Perjanjian, ia orang yang penuh dengan roh kebijaksanaan.
Apakah Penggantian Pemimpin Gereja Harus Disiapkan?
Pertanyaan
ini bisa saja sesuatu yang baru atau sudah lama dipahami oleh para pemimpin Gereja.
Apakah
yang bisa kita pelajari dari kisah kematian Musa dan diangkatnya Yosua abdinya
sebagai pemimpin baru?
Sebenarnya
para pemimpin Gereja justru mendapatkan contoh dari apa yang dilakukan Musa.
Seandainya
Musa tidak terlebih dahulu mempersiapkan Yosua, apakah Yosua sesiap dan sebaik
ketika dia dipersiapkan oleh Musa? Tentulah banyak yang akan memberi jawaban
bahwa pastilah Yosua makin mantap dan cukup baik karena dia adalah asisten
Musa.
Tidak
selamanya Musa akan menjadi pemimpin bangsa Israel. Sekalipun Musa tidak melakukan
kesalahan di hadapan Tuhan, pastilah ia juga memiliki batasan usia.
Akan ada
pemimpin yang baru yang nantinya akan menggantikan Musa di masa yang akan
datang. Namun Musa tidak membiarkan bangsa Israel memiliki pemimpin yang tidak sesuai
dengan kehendak Tuhan dan tidak memenuhi keinginan Israel.
Fakta
bahwa Allah menerima dan mendukung Yosua sebagai pengganti Musa, menunjukkan
bahwa Yosua adalah orang yang tepat untuk menggantikan tuannya.
Apakah penggantian
pemimpin dalam sebuah Gereja harus disiapkan? jawabannya adalah harus dan
wajib. Mengapa? Supaya ada orang yang tepat dan cocok untuk melanjutkan
pekerjaan Tuhan di masa depan dan di masa ketika pemimpin itu sudah berakhir atau
usai.
Bagaimana
kalau Gereja tidak mempersiapkan penggantinya? Sebenarnya Gereja tetaplah bisa
berjalan, namun akan menuai hal-hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Jemaat
bisa saja tidak siap menerima calon pengganti dengan sejumlah alasan yang ada.
Jemaat bisa ditinggalkan tanpa aba-aba alias pemimpin Gereja meninggal atau
sakit secara tiba-tiba sehingga mengalami kekosongan dalam kepemimpinan.
Hal yang paling
parah adalah, bahwa Gereja pecah karena tidak siap dengan perubahana pasca
meninggalnya pemimpin mereka, dan sama sekali tidak dipersiapkan untuk situasi krusial
dan sulit.
Pemimpin
Gereja haruslah mempersiapkan penggantinya atau calon pemimpin di masa depan,
bukan ketika sang pemimpin sakit-sakitan atau sudah tidak mampu mengelola
pelayanan.
Sama halnya
Musa mengangkat Yosua sejak mudanya, maka pemimpin Gereja juga harus
mempersiapkan calon pemimpin (penggantinya) sejak dini.
Hal ini
akan memudahkan pemimpin gereja dan juga jemaat yang ada untuk sejak awal sudah
melihat dan melihat proses yang dijalani dan diterima oleh penggantinya.
Jemaat
tidak perlu kaget dan kehilangan kepercayaan terhadap pemimpin baru, karena
selama ini mereka selalu bersama-sama dan sudah punya ikatan emosional yang
cukup.
Jemaat
juga sudah mengenal kualitas dan karakter calon pengganti dari pemimpin sebelumnya.
Gereja
tetaplah harus mempersiapkan pemimpin masa depan, supaya meminimalisir
kerusakan dan kehancuran Gereja di masa yang akan datang ketika saatnya proses
penggantian pemimpin itu terjadi.
Gereja
jauh lebih siap dan pekerjaan Tuhan tidak akan dibebani hal-hal yang terlalu
berat yang nantinya akan merugikan komunitas yang ada yang sudah dibangun oleh
pemimpin terdahulu.
Kapankah Penggantian Kepemimpinan yang Ideal dalam Gereja?
Mempersiapkan
pengganti atau calon pemimpin di masa depan ialah bahwa pemimpin Gereja harus
memilih calon yang dia anggap tepat dan memiliki sejumlah kualifikasi untuk
pelayanan yang ada.
Pemimpin
harus memberitahu calon (orang yang ditunjuk) untuk nantinya siap menjadi pemimpin
di masa depan tanpa memberi tahu detail tugas dan apa yang akan ia lakukan.
Jalani
proses bersama calon dengan semua hal-hal yang berkaitan dengan tugas-tugas sebagai
seorang pemimpin. Maka kapankah penggantian pemimpin yang ideal?
Beberapa
Gereja tidak siap dengan sepeninggalnya pemimpin terdahulu. Dengan kata lain, Gereja
belum tahu dan tidak diberitahu pemimpin yang akan melanjutkan pelayanan dan
kepempinan yang ada.
Bahkan
Gereja malah menerima hal-hal yang sulit untuk dijalani yaitu hadirnya sosok
yang sama sekali jauh dari kualifikasi yang diinginkan.
Gereja
bahkan selama bertahun-tahun tanpa sosok pemimpin yang bertugas sama persis
seperti pemmpin Gereja yang semestinya.
Maka
kapankah penggantian kepemimpinan yang baik dan sehat? Jawabannya ialah ketika
pemimpinnya (pemimpin Gereja) masih hidup dan sehat.
Kematian
adalah hal yang tidak pernah terduga, kapan dan di mana peristiwa itu terjadi.
Namun jika pemimpin sudah mempersiapkan penggantinya, maka Gereja tidak perlu
khawatir siapa yang akan menggantikan, karena calonnya sudah ada.
Namun
idealnya proses penggantian (ditunjuknya pemimpin baru) terjadi ketika
pemimpinnya masih hidup dan sehat, mengapa?
Penggantian
tidak harus setelah pemimpin terdahulu mati atau sakit parah. Penggantian pemimpin
yang ideal adalah, pemimpin umat menyaksikan sendiri peggantian itu di depan
mata kepalanya, dan bahkan turut serta di dalam proses tersebut.
Namun
sekalipun pemimpin dipanggil Tuhan (mati mendadak) sebelum terjadinya proses
penggantian, maka Gereja (komunitas) yang ditinggal tidak terbengkalai dan
dibiarkan begitu saja.
Namun
alangkah baiknya bila penggantian itu terjadi di saat pemimpin masih hidup dan
juga dalam keadaan sehat.
Musa
telah melatih dan mempersiapkan Yosua sebagai calon pemimpin yang baik dan siap
untuk situasi mendesak di masa depan. Gereja pun harus siap untuk situasi yang tidak
perna terpikirkan sebelumnya di masa depan.
Israel masih
harus melanjutkan perjalanan untuk memasuki tanah Kanaan, maka Gereja pun masih
harus melanjutkan tugas dan pelayanan, maka pemimpin Gereja pun harus tetap ada
dan tetap eksis di setiap era dan waktu di masa depan.
Puji Tuhan! Terimakasih buat tulisan yg sangat memberkati!
ReplyDelete