AJARAN-AJARAN ORANG FARISI
Untuk mengetahui
bentuk-bentuk konkret ajaran Farisi yang kemudian perlu untuk diidentifikasi
sejauh mana ajaran mereka dalam kehidupan mereka dan sumber-sumber ajaran
mereka. Ajaran Farisi yang identik dengan ajaran
nenek moyang sangat penting untuk dikaji. Yesus di dalam beberapa Injil
menyebutkan bahwa murid-murid-Nya harus berhati-hati dan selalu siaga terhadap
ajaran mereka (Mat. 16:12). Tingkat kewaspadaan terhadap ajaran orang Farisi
menjadi penting bagi murid-murid Yesus.
Doktrin Farisi merupakan
sesuatu yang harus diawasi oleh murid-murid Yesus. Yesus memberikan komentar
mengenai ajaran orang Farisi. Kendatipun Yesus bukan dari pihak oposisi, namun
setidaknya, Yesus memiliki reaksi dan analisis kritis mengenai praktik dan
esensi ajaran mereka.
HUKUM TERTULIS (WRITTEN LAW)
Orang Israel menerima
Taurat melalui Musa. Hukum Musa seringkali menunjuk kepada hukum Taurat (lima
kitab Musa). Yesus berkata bahwa Dia datang untuk menggenapi hukum Taurat (Mat.
5:17-18). Tidak satupun Hukum yang akan diruntuhkan oleh Yesus seperti klaim
orang Farisi, yang menyebutkan Yesus tidak menaati Hukum Musa. Donald B.
Kraybill memberikan keterangan mengenai hal ini:
Pada zaman Yesus ada dua macam Taurat, dua jenis hukum agama.
Orang Saduki dan Farisi menerima Taurat yang tertulis, kelima Kitab Musa,
sebagai Hukum Suci Allah. Taurat berisikan perintah-perintah yang diberikan
oleh Musa di gunung Sinai. Ada juga Taurat Lisan, Hukum yang tidak tertulis yang disampaikan dari mulut ke mulut dan generasi yang satu
ke generasi yang lain. Para ahli Taurat telah mengembangkan hukum Lisan, dan pada Yesus, golongan Farisi menaatinya
secara harfiah. Hukum Lisan berkembang melalui tiga tahap - - Midrash,
Mishnah dan Talmud.[1]
Yesus sendiri menggunakan istilah hukum “Musa” untuk
menyebutkan kelima buku Musa (Pentateukh). Bandingkan Lukas 16:29, di mana
disebut kesaksian Musa.[2] Hukum
Taurat pertama kali diberikan oleh Allah melalui Hamba-Nya Musa (Yoh. 1:17;)
Seringkali untuk menyebut hukum Taurat menunjuk kepada Hukum Musa yakni kelimat
kitab Musa (Kejadian, Keluaran, Bilangan, Imamat dan Ulangan) istilah ini
sering disebut Pentateukh. Bagi orang Yahudi hukum Taurat adalah hukum yang dianugerahkan oleh Allah kepada umat
pilihan-Nya. Hukum inilah yang menjadi dasar hidup bagi orang Yahudi.[3]
Jadi tidak terelakkan bahwa
hukum Tertulis (Torah) dan juga hukum Lisan menjadi bagian hidup orang Yahudi.
Kedua Hukum tersebut eksis dalam keagamaan dan perilaku mereka
sehari-hari. Hukum Taurat menjadi identitas yang menjadikan orang Yahudi
menjadi bangsa yang beradab dan berakhlak. Harta terbesar dari orang Yahudi
adalah hukum Taurat. Ketika tiba masa pembuangan selama tujuh puluh tahun,
mereka sama sekali tidak bisa melakukan aktivitas religius di dalam bait Allah.
Namun satu hal yang masih bisa mereka lakukan yaitu memelihara Taurat dengan
membacanya dan menyimpannya.
Istilah yang sering dipakai untuk undang-undang dalam Perjanjian
Lama adalah kata Arab/Indonesia “Taurat” dari kata Ibrani, Torah. Istilah tersebut
pertama-tama berarti petunjuk nyata dalam situasi tertentu. Artinya Torah dapat diperoleh dari
Allah melalui seorang imam atau nabi, tetapi juga dapat diperoleh dari orang
tua yang bijaksana, yang artinya mirip dengan keputusan adat (dalam hal ini
diistilahkan dengan ajaran) bnd. Ams. 1:8, ajaran ibu-bapak; dan Amsal 3:1;
Hosea 4:6 dsb.[4]
Musa adalah abdi Allah, dia
adalah abdi Tuhan dalam menyampaikan Firman-Nya kepada umat-Nya. Bagaimana
mereka diajar oleh Allah (Yoh. 6:45), mengenal perjanjian-Nya dan mengikat
umat-Nya dalam sebuah perjanjian (Im. 26:45; Ula 4:31; 5:2; 7:9; 29:25). Allah
telah mengikat Perjanjian-Nya dengan memakai Musa sebagai pelaksana, maka
pastilah Hukum-Nya diteruskan oleh Musa. Segenap Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru mendengungkan ini: hanya ‘Hukum-hukum Musa’ itulah yang berwibawa di
Israel.
HUKUM LISAN (ORAL LAW)
Orang Farisi yang memberi
ruang terbuka untuk menerima tradisi Lisan, dan mereka juga mengembangkannya
sedemikian rupa. Berbeda dengan orang Saduki pada umumnya yang sama sekali
tidak mau berkompromi dengan tradisi Lisan. Inilah alasan yang mendasar mengapa
orang Saduki tidak menyukai orang Farisi. Orang Farisi percaya bahwa melakukan
kehendak Allah adalah menaati ribuan peraturan dan ketetapan yang kecil-kecil;
dan segala sesuatu yang didasarkan kasih berada sangat jauh dari Kerajaan.
Ketika orang berusaha untuk memasuki Kerajaan itu, Orang Farisi memberikan
mereka berbagai peraturan dan ketetapan yang sama seperti menutup pintu di
depan mereka.[5]
Ironis dan sekaligus
faktual dan tidak ada rekayasa, bahwa orang Farisi adalah orang yang giat di
dalam ajaran namun memiliki sikap yang tidak mendukung ajaran mereka sendiri.
Tentunya setiap ajaran yang baik, akan lebih mudah untuk diimplementasikan di
dunia nyata, namun bagi orang Farisi hal itu justru berlaku terbalik. Salah
satu yang sangat ditentang oleh Yesus ialah, bagaimana orang Farisi menghalangi
jalan banyak orang yang ingin datang kepada-Nya (Mat. 23:13). Bagi Yesus, sikap
semacam ini merupakan hal yang tidak baik, dan tidak terpuji. Seharusnya orang dengan
leluasa menerima ajaran firman Tuhan, namun sebaliknya, orang-orang dengan
sukar untuk mencapai ajaran Yesus. Namun itulah fakta yang terjadi di lapangan.
Orang Farisi penuh dengan
keraguan atas mukjizat yang dialami oleh seorang yang matanya disembuhkan Yesus
(Yoh. 9:14-18), dan masih banyak lagi bentuk-bentuk perlawanan dan mendobrak
ketegangan baik pihak mereka dan masyarakat. Yesus mengutuk mereka dengan
berkata “celakalah”. Sebuah teguran yang keras terhadap sikap dan gaya hidup
mereka. Kita melihat bahwa Yesus adalah seorang Guru yang mengajar orang
banyak.
Jika saja ucapan Yesus
memberi tekanan yang sangat keras kepada mereka, maka hal ini
mengindikasikan betapa buruknya mereka dan cara-cara yang mereka terapkan dalam
kehidupan mereka terhadap orang lain. Dosa orang Farisi ialah bahwa mereka tidak membimbing manusia
kepada Allah, tetapi kepada Farisisme.[6] Orang Farisi memiliki antusiasme yang
tinggi pula di dalam penyebarluasan ajaran mereka. Hal ini dikonfirmasi oleh
Yesus ketika Dia mengutuk mereka (Mat. 23:15)
Seorang pemimpin yang baik
adalah seorang yang memimpin pengikutnya kepada hal yang benar dengan cara yang
benar. Demikianlah halnya yang terjadi dengan orang Farisi. Adat-istiadat yang
begitu dijunjung tinggi, menyebabkan mereka buta untuk melihat esensi dari
pengajaran Yesus. Orang Farisi hanya dihantui dengan ketakutan akan bahaya dari
pengajaran Yesus, yaitu bagaimana ribuan pengikut-Nya mendengar dan menerima
berita-Nya. Kesalahan orang-orang Farisi bukanlah bahwa mereka berikhtiar
hidup sebagai orang-orang benar, tetapi (1) bahwa mereka memegahkan diri bahwa
mereka orang benar; (2) bahwa mereka memandang rendah kepada orang-orang lain
sebagai orang-orang berdosa, (3) bahwa mereka hidup dengan rasa aman yang semu
(palsu) seakan-akan mereka sendiri tidak usah bertobat.[7]
Mereka mengklaim diri
sebagai oknum yang saleh dan taat kepada hukum Musa (Yoh. 7:19) Menerapkan
aturan sabat yang berlebihan (Yoh. 7:23) walau dengan maksud mulia dan tujuan
yang menguntungkan orang lain, namun mereka tidak bisa melihat substansi
kebenaran yang agung di dalamnya. Yosefus menunjukkan beberapa kali bahwa salah satu dari
karakteristik orang-orang Farisi adalah ketaatan terhadap “adat istiadat” peninggalan
leluhur, yang tidak didapat dari Alkitab dan dia menyatakan bahwa dia sendiri
terikat dengan kelompok ini.[8]
Ditinjua dari penghormatan
terhadap tradisi dan ajaran nenek moyang, maka orang-orang Farisi pantas
mendapatkan gelar dan kredit yang tinggi atas capaian dan prestasi mereka.
Mereka begitu menghargai ajaran guru-guru mereka dan membakukannya di dalam
sebuah ajaran yang diturunkan secara tahap demi tahap. Mereka adalah
orang-orang yang tergolong berhasil di dalam menularkan ajaran hingga ke
generasi penerus. Ajaran mereka sudah memiliki formulasi yang paten yang sudah
terkenal luas di kalangan orang Yahudi.
Namun demikianlah orang
Farisi, meninggikan adat-istiadat serta menjunjung tinggi namun tidak
mengindahkan perintah Allah. Yesus mengklain bahwa ibadah mereka adalah
sia-sia, karena mereka tidak kembali kepada Hukum yang sejati yaitu Hukum Allah
bukannya ajaran manusia (Mat. 15:8-9). Inilah kenyataan yang tidak dapat
disangkal, bahwa hukum Lisan (oral Law), mendapat tempat dalam keagamaan
mereka serta kehidupan mereka. William Barclay berkata: Talmud adalah keterangan
penjelasan mengenai Mishnah, dan di dalam Talmud Yerusalem bagian
yang menjelaskan tentang hari sabat itu saja terdiri enam puluh empat
setengah kolom. [9]
Sedangkan Mishnah adalah kitab Hukum suci yang telah
disahkan. Para ahli kitab menghabiskan masa hidupnya untuk menjabarkan Hukum-hukum dan
peraturan-peraturan itu.
Di dalam Mishnah tersebut bagian yang
membicarakan tentang hari Sabat memerlukan tidak kurang dari
dua puluh empat bab.[10] Donald
B Kraybill dalam bukunya “Kerajaan yang
Sungsang” memberikan ulasan yang sangat baik bagaimana proses tradisi
Lisan menjadi setara dengan hukum Tertulis yaitu:
Tahap pertama atau Midrash muncul setelah bangsa
Yahudi kembali ke tanah airnya dari pembuangan di tanah Babel. Midrash adalah
tafsiran ayat-ayat demi ayat yang menjelaskan Kitab Suci yang tertulis. Tahap
kedua dari tafsiran ini muncul pada dua Abad. Tahap ini mencapai puncaknya
sekitar sekitar empat abad kemudian (kira-kira 200M) ketika tradisi-tradisi Lisan itu
berangsur-angsur ditulis dalam Mishnah. Hal ini menimbulkan
pertikaian yang keras, karena banyak Rabi, beranggapan bahwa menuliskan Hukum itu sama saja
dengan membakarnya. Akhirnya, kumpulan tulisan mengenai hikmat dan Hukum ini diperluas dalam
tahap ketiga, menjadi Talmud. Kumpulan hukum Lisan yang terakhir
ini menjadi kitab yang terpisah dari Yudaisme yang dapat disejajarkan dengan
Perjanjian Baru bagi orang Kristen.[11]
Suatu proses yang panjang
yang berlangsung cukup lama, bagaimana tradisi Lisan, hingga orang Yahudi dan
orang Farisi memberikan otoritas yang sama dengan hukum Taurat (hukum
Tertulis). Sehingga tidak mengejutkan, mengapa mereka tidak membuka diri
terhadap ajaran Yesus, karena ajaran Yesus seringkali bertentangan dengan
ajaran orang Farisi. Ajaran yang sangat berkembang ketika zaman Yesus melayani
adalah tradisi Lisan. Hal ini tampak jelas dari komentar Yesus yang langsung
menunduh dan mengarahkannya kepada ajaran mereka.
Jika kita membaca Injil Sinoptik maka kita akan jumpai suatu sikap
yang anti Farisi. Yesus sendiri menyerang orang Farisi tentang kebenaran.
Ketaatan Orang Farisi terhadap Taurat dengan mudah bisa menjadi bersifat
mekanis, lahiriah, ketamakan dan egosenstris. Yesus juga mengecam orang Farisi
karena kemunafikan mereka yang memandang rendah orang-orang yang tidak
seketat mereka dalam menaati syarat-syarat lahiriah Taurat (dan memang orang
Farisi ini membuat peraturan baru lagi, misalnya Taurat menuntut untuk puasa
sekali dalam setahun, maka orang Farisi berpuasa dua kali dalam seminggu atau
104 kali lipat ketatnya Taurat).[12]
Salah satu aturan orang
Farisi yaitu mengenai sabat ialah bahwa hal itu harus dilaksanakan sesuai
dengan rambu-rambu yang mereka tetapkan. Mereka tidak memedulikan apakah
seseorang disembuhkan dari sebuah penyakit tahunan atau penyakit yang cukup
parah. Bagi mereka keagungan Taurat harus benar-benar disakralkan di atas
segala sesuatu. Orang Farisi beberapa kali tidak menyetujui aksi Yesus yang
melakukan penyembuhan di waktu Sabat. ( 3:2; 6:7;Luk. 13:14; 14:13).
Tidak salah kalau julukan
mereka adalah ahli Taurat dan orang Farisi. Ahli dalam menjelaskan hukum Taurat
hingga detailnya dan menjadi sebuah kelompok yang berjuang keras untuk hidup
sesuai tuntutan tradisi Lisan. Orang Yahudi percaya bahwa Allah memberikan kepada
Musa bukan saja hukum Taurat namun juga tradisi Lisan, setidaknya inilah yang
mereka percayai. Kepercayaan ini merata di antara orang Yahudi. Sehingga tidak
ada hambatan bagi orang Yahudi, ketika orang Farisi mengembangkan tradisi Lisan
dan menerapkannya di dalam aspek kehidupan orang Yahudi sebagai bangsa.
The Torah, or Jewish written Law, consists of
the five books of the Hebrew Bible - known more commonly to non-Jews as the
"Old Testament" - that were given by God to Moses on Mount Sinai and
include within them all of the biblical laws of Judaism. The Torah is also
known as the Chumash, Pentateuch or Five Books of Moses. The word
"Torah" has multiple meanings including: A scroll made from kosher
animal parchment, with the entire text of the Five Books of Moses written on
it; the text of the Five Books of Moses, written in any format; and, the term
"Torah" can mean the entire corpus of Jewish law. This includes the
Written and the Oral Law. (Torah, atau Yahudi hukum Tertulis, terdiri dari lima kitab dalam
Alkitab Ibrani - yang dikenal lebih umum non-Yahudi sebagai "Perjanjian
Lama" - yang diberikan oleh Allah kepada Musa di Gunung Sinai dan termasuk
di dalamnya semua Alkitab peraturan agama Yahudi. Torah juga dikenal
sebagai Chumash, Pentateukh atau lima kitab Musa. Kata
"Taurat" memiliki beberapa arti seperti: Sebuah gulungan terbuat dari
perkamen hewan halal, dengan keseluruhan teks dari Lima Kitab Musa tertulis di
atasnya; naskah dari Lima Kitab Musa, yang ditulis dalam format apapun; dan,
istilah "Taurat" dapat berarti keseluruhan bahan tulisan Hukum Yahudi. Ini
termasuk Tertulis dan hukum Lisan) [13]
Dua hal yang tidak dapat
dilepaskan dari dalam hidup dan keagamaan mereka. Dengan kata lain mereka
mendapat wibawa dan kepercayaan untuk mengategorikan sesuatu yang dianggap sah
dan tidak sah. Jika mereka percaya bahwa tradisi Lisan dan hukum Tertulis
diberikan Musa, walaupun di Alkitab tidak menyebutkan, berarti hal ini
sudah terjadi dan ditransmisikan kepada semua masyarakat Yahudi bahwa tradisi
Lisan itu adalah perintah Tuhan juga.
Jewish tradition holds that "Moses received the Torah from
Sinai," yet there is also an ancient tradition that the Torah existed in
heaven not only before God revealed it to Moses, but even before the world was
created. In rabbinic literature, it was taught that the Torah was one of the
six or seven things created prior to the creation of the world. According to
Eliezer ben Yose the Galilean, for 974 generations before the creation of the
world the Torah lay in God's bosom and joined the ministering angels in song. (Tradisi Yahudi
meyakini bahwa "Musa telah menerima kitab Taurat dari Sinai," namun
ada juga tradisi kuno bahwa Taurat ada di surga tidak hanya di hadapan Allah
mengungkapkan hal itu kepada Musa, tetapi bahkan sebelum dunia diciptakan. Dalam
kesusastraan kerabian, hal itu mengajarkan bahwa Taurat adalah salah satu dari
enam atau tujuh hal yang diciptakan sebelum penciptaan dunia. Menurut Eliezer
ben Yose Galilea, untuk 974 generasi sebelum penciptaan dunia kitab Taurat
terletak di dada Tuhan dan bergabung dengan malaikat pelayanan di nyanyian).[14]
Di satu sisi pemahaman
orang Yahudi mengenai Taurat ialah bahwa ada tradisi lain yang menyebutkan
bahwa eksistensi Taurat sudah lama ada dan merupakan ciptaan Tuhan juga.
Menurut Tradisi, Taurat berisi 613 peraturan; peraturan-peraturan itu tidak
spesifik, tetapi satu hal yang harus diperhatikan ialah bahwa
peraturan-peraturan itu tidak dipakai di dalam ordo yang berciri hierarkis
manapun.[15]
The following is a
breakdown of the 613 mitzvot, or commandments, given by God to the Jewish
people. There are a number of debates as to which commandments are included in
the 613, this breakdown is according to Sefer Hamitzvot of the Rambam. This
breakdown divides the commandments in 248 positive and 365 negative mitzvot. (Berikut
ini adalah rincian dari 613 mitzvot, atau perintah, yang diberikan oleh Allah
kepada orang-orang Yahudi. Ada sejumlah perdebatan untuk yang perintah-perintah
yang termasuk dalam 613, rincian ini menurut Sefer Hamitzvot dari Rambam.
Rincian ini membagi perintah dalam 248 positif dan 365 mitzvot negatif). [16]
Hukum Lisan ini lahir dari sebuah usaha keras dari orang-orang
Yahudi. Pada zaman Yesus hukum Lisan tersebut berjumlah sekitar 600-an lebih,
namun terus berkembang dan menjadi lebih dari jumlah pada waktu itu.
Around 200 CE, the oral Law
was written down. It remained the Oral Law, different from the written Law, but
it was now on paper (or parchament) as the written Law. The change was started
by Judah haNasi (Judah the Prince or Governor), head of the Jewish community of
Palestine. The change didn’t come suddenly. It has been in preparation for more
than two hundred years. Great scholars had already divided the great mass of
oral Law into criminal law, civil law, family law, agricultural law, and
religous law. They did this, at first, to make it easier to remember. A judge
who specialized in criminal law did not have to remember every case in family
law. A specialist in religious did not have to know all about agricultural law.
Along the way, scholars had organized all the oral Law into logical divisions.
These codes of the oral Law are called mishnah, from the Hebrew word shonoh,
“to repeat” a mishnah is a repetition of the oral Law. A mishnah is also a
single rule or decision, in the plural they are called mishnayot. The mishnah,
with a capital “M” is the whole body of oral Law collected by Rabbi Judah
haNasi. (Sekitar 200 SM, hukum Lisan ditulis.
Itu tetap hukum Lisan, berbeda dengan hukum Tertulis, namun hal itu sekarang
sudah dalam bentuk di atas kertas (atau perkamen) sebagai hukum Tertulis.
Perubahan itu dimulai oleh Judah haNasi (Judah Pangeran atau Gubernur), kepala
komunitas Yahudi dari Palestina. Perubahan tidak datang tiba-tiba. Sudah dalam
persiapan selama lebih dari dua ratus tahun. Para Sarjana terkemuka telah
membagi jumlah besar hukum Lisan ke dalam Hukum Pidana, hukum perdata, hukum
keluarga, hukum pertanian, dan hukum keagamaan. Mereka berbuat ini, pada
awalnya, untuk membuatnya lebih mudah untuk diingat. Seorang Hakim yang
mengkhususkan diri dalam hukum Pidana tidak harus mengiingat setiap kasus di
dalam hukum Keluarga. Seorang spesialis di dalam agama tidak harus tahu semua
tentang Hukum Pertanian. Sepanjang jalan, para sarjana telah mengorganisir
semua hukum Lisan ke dalam pembagian yang logis. Kode-kode dari hukum Lisan ini
disebut Mishnah, dari kata Ibrani shonoh,
"mengulangi" Mishnah adalah pengulangan dari hukum
Lisan. Sebuah Mishnah juga aturan tunggal atau keputusan,
dalam bentuk jamak mereka disebut mishnayot. Mishnah,
dengan huruh besar "M" adalah seluruh bagian dari hukum Lisan yang
dikumpulkan oleh Rabbi Judah haNasi) [17]
Sumbangsih dari Rabi Judah
haNasi sangat besar dalam proses panjang tersebut. Dia merupakan Rabi yang
tergolong sukses dalam mentransimikan bukan saja ide kepada generasi
sesudahnya. Dia mewariskan sesuatu yang sangat berharga bagi orang Yahudi dan
juga orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Di bawah ini peneliti akan memberikan
rincian dari poin-poin mengenai perintah yang menurut kepercayaan mereka adalah
pemberian Allah kepada bangsa Yahudi
[1]Donald, B.
Kraybill. Kerajaan Yang Sungsang (Jakarta: BPK, 2005) 141.
[5]William, Barclay. Pemahaman
Alkitab Setiap Hari Injil Matius Psl:11-28 (Jakarta: Gunung
Mulia, 2009 ) 458.
[6]Ibid. 461
[9]William, Barclay. Pemahaman
Alkitab Setiap Hari Injil Yohanes Psl 8-21 (Jakarta: Gunung
Mulia, 2008 ) 206.
[11]Donald, B.
Kraybill. Kerajaan Yang Sungsang (Jakarta: BPK, 2005)
141-142.
[12]Retnowati. Firman
Hidup 54 (Jakarta : BPK, Tanpa tahun) 25.
[13]https://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/Judaism/The_Written_Law.html. Dinduh tgl 23 April 2015.
[14]http://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/Judaism/The_Written_Law.html. Dinduh tgl 23 April 2015
[16]https://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/Judaism/613_mitzvot.html. Diunduh tgl 17 Juni
2015.
0 Response to "AJARAN-AJARAN ORANG FARISI"
Post a Comment