HAKIKAT HUKUM TAURAT/TERTULIS (WRITTEN LAW)
HUKUM TERTULIS
ADALAH PEMBERIAN ALLAH
Ketika Allah memanggil Abraham, maka Dia menyatakan perjanjian-Nya
dan membuat dia menjadi bapa banyak bangsa bahkan memiliki keturunan yang
sangat banyak (Kej. 17:1-10). Janji Abraham kepadanya digenapi dengan lahirnya
Ishak sebagai penerus keturunan (Kej. 17:21) dan Ishak melahirkan Yakub (Kej.
25:26) yang akan menjadi sebuah bangsa yang besar yaitu Israel. Bangsa Israel
menjadi bangsa yang terus-menerus bertambah hingga menimbulkan kecemburuan
bangsa Mesir yang mendesak mereka untuk menindas mereka (Kel. 1:7-22).
Namun sejarah baru terukir di sepanjang hidup bangsa Israel yaitu
bagaimana Allah menyelamatkan mereka dengan memakai Musa sebagai hamba-Nya (Kel
3) untuk keluar dari Mesir dan beribadah kepada Allah (Kel. 4:23; 7:16; 8:20).
Allah mengeluarkan Israel dengan sepuluh tulah, supaya dengan demikian mereka
menjadi bangsa yang bebas dari perbudakan Mesir. Ketika Israel tiba di padang
gurun Sinai, maka saatnya Allah menyatakan perjanjian-Nya kepada umatnya.
Allah secara legal mendeklarasikan perjanjian-Nya kepada Israel
sebagai bangsa. Mereka menjadi umat-Nya dan Allah menjadi Allah mereka. Israel
menjadi bangsa yang memiliki identitas sejati, melalui mereka Allah akan
menggenapi janji-Nya kepada nenek moyang mereka Abraham, Ishak dan Yakub.
Israel menjadi bangsa yang berbeda ketika mereka sudah memiliki hukum Taurat,
mereka menjadi umat Allah yang diikat dengan sebuah perjanjian Sunat.
HUKUM TAURAT SEBAGAI
STANDAR MORAL BAGI ISRAEL
Perjanjian Allah kepada bangsa Israel adalah Perjanjian sepihak.
Allah yang memutuskan diri-Nya untuk membangun relasi dengan mereka. Perjanjian
Sinai ialah bagaimana Allah mendeklarasikan bahwa Israel akan menjadi bangsa
yang istimewa.
Dalam Kejadian 19:6 Allah berjanji bahwa Israel akan menjadi
kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Di dalam dua pernyataan ini terkandung
makna bahwa Isreal dipilih Allah untuk menjadi sarana yang akan memberi berkat
bagi bangsa-bangsa lain.
Kerajaan imam, menunjukkan bahwa mereka akan melayani
bangsa-bangsa lain. Selanjutnya, melalui perjanjian yang Allah berikan,
umat-Nya memiliki identitas baru yaitu menjadi ‘bangsa yang kudus’. Pasal 20
dalam Kitab Keluaran, Allah memberikan 10 hukum melalui hamba-Nya Musa.
Hukum Pertama menyebutkan bahwa “Allah adalah Yahweh yang membawa
mereka keluar dari tanah Mesir (Kel. 20:1-6) Proklamasi ini penting, untuk
menunjukkan pembebasan bangsa Israel dari Mesir menjadi sesuatu yang penting,
sehingga jelas bahwa Allah adalah pribadi yang spesial bagi mereka. Allah
menekankan esensi jadi diri-Nya yaitu tidak ada Allah lain dihadapan Israel
kecuali TUHAN (YHWH). Pernyataan ini memberikan implikasi bahwa Israel harus
memutuskan segala bentuk hubungan dengan allah lain bahkan dewa lain, harus
Allah yaitu TUHAN (YHWH) yang menjadi satu-satunya TUHAN bagi mereka.
Tuntutan ini begitu tinggi sehingga tidak ada ruang untuk ilah
lain. Allah ingin Dia menjadi satu-satunya Allah, yang menjadi prioritas dan
menjadi pusat penyembahan mereka. Allah harus menjadi alasan terbaik mereka
untuk tidak sujud kepada dewa asing dan beribadah kepada mereka.
Allah yang sebagai penebus memberikan hukum Taurat kepada Israel
umat-Nya sendiri, juga dikenal sebagai pencipta dan Penguasa seluruh manusia.
Hukum Taurat didasarkan atas pertanggungjawaban Israel kepada Tuhan Allah
sebagai penyelamat dan Raja mereka. Tetapi dasar itu pada gilirannya berdasar
pada keyakinan dalam riwayat penciptaan Perjanjian Lama bahwa semua orang
secara moral bertanggung jawab kepada Allah.
Israel harus tahu bahwa hanya ada satu Allah yang benar di bawah
kolong langit ini. Adanya satu Allah di bumi ini sebagai Pencipta,
menjadikan mereka harus loyal dan mengabdi kepada Allah. Sepuluh perintah
Allah (dasa titah) mengatur hubungan Israel dengan Allah dan hubungan sesama.
Israel tahu dengan pasti bahwa mereka memiliki rambu-rambu yang jelas dalam
kehidupan mereka.
Yesus memberi jawab kepada salah satu ahli Taurat yang bertanya
mengenai Hukum yang terutama dalam hukum Taurat. Yesus dengan eksplisit
menjawab: “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang
pertama.
Dan hukum yang kedua yang sama dengan itu, ialah kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah
tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para Nabi”. (Mat. 22:35-40)
SIFAT HUKUM TAURAT
TIDAK MENYELAMATKAN
Ketika Allah memberikan hukum Taurat kepada umat-Nya, tentu tidak
menjadikan orang Israel selamat secara otomatis. Allah menjadikan mereka harta
kesayangan, dan menjadi bangsa yang kudus, namun Allah masih menuntut iman dari
mereka. Dengan diberikannya hukum Taurat, maka Israel memiliki tanggung jawab
moral yaitu mengikuti cara hidup sesuai kehendak-Nya. Pandangan orang Yahudi
tentang Taurat yang salah, yaitu pandangan yang “normistis” atau “legalistis”
artinya keselamatan hanya didapatkan dengan memenuhi hukum (nomos, lex).
Menurut pandangan ini Taurat adalah jalan untuk orang yang ingin menjadi
selamat. Pandangan ini tidak mengerti, bahwa Taurat harus menunjukkan, bahwa
orang tidak dapat memenuhinya.
Isu ini menjadi sebuah keadaan yang bertentangan dengan ajaran
Paulus di dalam beberapa suratnya. Paulus menegaskan bahwa keselamatan tidak
berdasarkan hukum Taurat, melainkan kasih karunia (Rom. 6:14; Efe. 2:8-9; Gal.
3:18-24) Paulus menekankan kepada pendengarnya di Roma, bahwa manusia
diselamatkan hanya melalui iman (Rom. 11:5-6) bukan melalui ketaatan dalam
melakukan hukum Taurat.
Roma 10:4 “Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga
kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya. Pandangan yang tidak mengakui
bahwa Kristus telah memenuhi Taurat, jadi yang mempertahankan bahwa jalan
kepada keselamatan tetap menurut pemenuhan Taurat. Jadi pandangan ini
menyia-nyiakan pekerjaan Kristus. Paulus dalam suratnya berkata bahwa kematian
Kristus menjadi wujud pemenuhan bahwa hukum Taurat digenapi di dalam diri-Nya.
Tanda bahwa mereka menjadi bangsa yang berbeda ialah saat mereka
sudah memiliki hukum Taurat yaitu dengan diberikannya sepuluh hukum Taurat
sebagai tuntutan untuk hidup kudus yaitu “menjadi berbeda dari bangsa di
sekitar mereka. Kita telah melihat bahwa Musa memberi Hukum-hukum itu dengan
maksud agar kehendak Allah diketahui oleh seluruh umat Israel. Hukum-hukum itu
adalah bagian yang penting dari perjanjian Allah dengan umat-Nya.
Tidak satupun ayat yang menyebutkan bahwa Orang Israel akan
otomatis selamat setelah menerima hukum Taurat. Dan jika hukum Taurat ini pun
diteruskan secara turun-temurun kepada orang Yahudi di generasi yang kemudian,
tidak mengubah sifat dasar dari hukum Taurat. Paulus mengungkapkan peran hukum
Taurat, yaitu sebagai penuntun kepada Kristus.
A segment of early Jewish Christians (influenced by the Pharisees)
insisted that in order to be justified one must keep the Law of Moses and
certain ceremonial laws such as circumcision. Paul preached that if just one
work was added to grace to attain justification, then salvation was no longer
by grace, but by works. (Sebuah segmen
awal Kristen Yahudi (dipengaruhi oleh orang-orang Farisi) menegaskan bahwa
untuk dapat dibenarkan seseorang harus mempertahankan hukum Musa dan hukum
upacara tertentu seperti sunat. Paulus mengajarkan bahwa jika hanya satu
pekerjaan telah ditambahkan ke rahmat untuk mencapai pembenaran, maka
keselamatan tidak lagi kasih karunia, tetapi dengan perbuatan)
Bagi orang-orang Yahudi termasuk orang Farisi, tidak ada alasan
untuk tidak memelihara hukum Taurat Musa. Kendatipun sudah menerima Kristus,
namun hukum Taurat dan segala tuntutannya masih tetap harus dilaksanakan sama
seperti belum ketika belum menerima Kristus. Bahkan yang paling ekstrim ialah bahwa
seseorang belumlah dibenarkan di hadapan Allah jika aspek ini diabaikan.
Penundukan terhadap hukum Taurat Musa masih penitng sehingga
setelah menjadi Kristenpun, hal itu tetap menjadi prasyarat. Jadi pada zaman
Yesus orang-orang Yahudi ortodoks menganggap agama sebagai soal memperlakukan
beribu-ribu peraturan dan ketentuan hukum agama itu. Mereka menganggap
Hukum-hukum agama itu secara hurufiah sebagai soal yang menentukan mati dan
hidup serta nasib mereka kelak.
Hukum Taurat idealnya membimbing orang Yahudi maupun orang Farisi
kepada Kristus. Hukum Taurat ada untuk menuntun manusia kepada Kristus. Hukum
Taurat tak dapat membawa manusia ke dalam Kristus. Hukum Taurat hanya
membimbing dan mengantarkannya, sehingga pada satu saat manusia akan mengambil
keputusan sendiri untuk menemukan Kristus dalam iman. Secara implisit hal
ini terbukti dari pernyataan Yesus yaitu bahwa kisah tentang diri-Nya sudah
tertulis di dalam kitab Taurat dan kitab para nabi (Luk. 24:44).
Jika memang hukum Taurat dirancang untuk menjadi jalan
keselamatan, atau jika dengan menaatinya manusia dapat diselamatkan, maka
apakah peran Yesus di bumi? Pernyataan Yesus bahwa “Dia datang bukan untuk
mengabaikan Taurat, namun menggenapinya” memiliki implikasi bahwa Yesus
benar-benar wujud kesempurnaan dari Taurat, bahkan Dia berada di atas Taurat.
Jika keberadaan hukum Taurat hanya sebagai penuntun kepada iman yakni Kristus,
maka sudah jelas bahwa hukum Taurat tidak memiliki potensi untuk menyelamatkan
umat Israel maupun bangsa Kafir.
Law in itself is powerless to save people from sin because no one
can fulfill except Jesus. (Hukum itu sendiri tidak
berdaya untuk menyelamatkan orang dari dosa karena tidak ada yang bisa memenuhi
kecuali Yesus.) Yesuslah yang ditunjuk oleh Allah. Dengan jalan
mengutus-Nya ke bumi berarti manusia pada dasarnya tidak mumpuni di dalam
menyediakan hal tersebut. Manusia sama sekali tidak berdaya dan tidak memiliki
persyaratan untuk menjadi jalan keselamatan itu sendiri. Bagaimana tidak,
manusia berdosa tidak mungkin menyelamatkan manusia berdosa lainnya.
Tetapi prinsip hukum Taurat dan prinsip iman adalah dua hal yang
bertolak belakang; kita tidak mungkin mengarahkan hidup kita berdasarkan
keduanya pada saat yang bersamaan; kita harus memilih; dan satu-satunya pilihan
yang wajar adalah meniggalkan hukum Taurat lalu masuk ke jalan iman, dalam arti
mematuhi Firman Allah dan bersandar pada kasih-Nya.
Yesus seringkali menuntut orang Farisi dan Saduki (perwakilan
orang Yahudi) untuk percaya bahwa Dia adalah utusan Allah. Namun orang Yahudi
baru menyadari hal ini melalui peristiwa Pentakosta. Melalui khotbah Petrus
yang keras dan menusuk, membuat mereka memahami bahwa Yesus yang mereka
salibkan adalah Tuhan dan Mesias mereka. Kenyataan ini sungguh tragis, karena
ternyata mereka tidak memahami esensi ajaran Yesus maupun isi kitab Taurat Musa
dan kitab para nabi yang sudah mereka dengar dan mereka terima.
Hal itu menjadi misteri yang terus-menerus berkelanjutan hingga
kini. Fungsi hukum Taurat ialah untuk meyakinkan manusia bahwa dengan usahanya
sendiri ia tidak dapat mencapai iman dalam Kristus. Tetapi bila sekali ia telah
berserah diri kepada Kristus, maka untuk selamanya ia tak akan perlu lagi hukum
Taurat itu. Karena untuk selanjutnya ia tidak akan tergantung lagi pada hukum
Taurat melainkan kepada anugerah saja. Kasih karunia berdiri secara
independen tanpa perlu bantuan hukum Taurat untuk membuktikan kebenaran dan
wibawanya. Kristus sama sekali tidak menggeseser fungis hukum Taurat, namun
hukum Taurat memberikan tuntunan kepada orang-orang untuk menemukan Kristus.
KESELAMATAN TIDAK
DICAPAI DENGAN PERBUATAN
Hukum Taurat adalah baik dan harus ditaati oleh umat Israel, namun
hukum Taurat tidak didesain Allah sebagai jalan supaya manusia diampuni dan
dikuduskan. Dengan demikian bahwa hukum Taurat benar-benar membaskan mereka
dari dosa.
Di dalam perdebatan para rasul (Kis. 15) terhadap keadaan yang
semakin banyaknya bangsa lain yang menerima pertobatan, maka ada hasutan dari
orang percaya dari kalangan Yahudi bahwa tidak cukup iman kepada Yesus untuk
menyelamatkan mereka. Melainkan harus ada sejumlah aturan tambahan yang tidak
boleh diabaikan yaitu menaati hukum Musa, sebagai contoh hukum Sunat.
Hukum Taurat itu ada untuk menuntun manusia kepada Kristus. Hukum
Taurat tidak dapat membawa manusia masuk ke dalam Kristus.
Hukum Taurat hanya membimbing dan mengantarkannya, sehingga pada
satu saat manusia akan mengambil keputusan sendiri untuk menemukan Kristus
dalam iman. Fungsi hukum Taurat ialah untuk meyakinkan manusia bahwa dengan
usahanya sendiri ia tidak dapat mencapai iman dalam Kristus.
Tetapi bila sekali ia telah berserah diri kepada Kristus, maka
untuk selamanya ia tidak akan perlu lagi hukum Taurat itu, karena untuk
selanjutnya ia tidak akan tergantung lagi pada Hukum Taurat melainkan kepada
anugerah saja.
Ketidakmampuan hukum Taurat untuk menyelamatkan umat-Nya dari
dosa, merupakan salah satu alasan mengapa perlu pribadi lain yang melakukan hal
tersebut. Hukum Taurat tidak potensial untuk mengampuni dosa dan menjadikan
manusia menjadi anak-Nya serta mengubah status keberdosaan manusia.
Paulus sebagai orang Yahudi mendasarkan ajarannya bahwa manusia
(orang Yahudi dan bangsa lain) diselamatkan hanya melalui iman kepada Yesus,
dan bukan karena melakukan hukum Taurat.
Perdebatan di level para rasul, akhirnya melahirkan sidang dan
merumuskan sejumlah aturan yang dikenakan kepada orang percaya yang berasal
dari bangsa Kafir. Peraturan-peraturan tersebut, lantas tidak mengubah esensi
dan doktrin tentang keselamatan.
Tidak mengubah natur hukum Taurat menjadi sesuatu yang
menyelamatkan. Orang-orang Yahudi yang berasal Yudea memberitakan bahwa
seseorang tidak dapat diselamatkan jika tidak melaksanakan hukum sunat seperti
yang diwariskan oleh Musa. Bagaimanapun juga keselamatan seluruhnya merupakan
hasil dari anugerah melalui iman di dalam Yesus Kristus sebagai Tuhan dam
Juruselamat.
Makna apa yang terkandung di dalam ayat ini, yaitu bahwa tidak
cukup Kristus dengan kematian-Nya menyelamatkan manusia. Mereka masih memiliki
klaim bahwa seseorang hanya bisa selamat jika dia taat dan patuh akan hukum
Musa dengan melakukan sunat.
Paulus menyinggung persoalan ini di dalam suratnya kepada jemaat
di Roma.
Paulus berkata bahwa tanda sunat yang diterima oleh Abraham ialah
sebagai meterai kebenarannya berdasarkan iman yang ditunjukkannya.
Sunat yang diterima oleh Abraham tidak menjadikannya menjadi bapa
orang beriman. Sunat hanya sebagai tanda atau meterai dari apa yang telah
dilakukanya kepada Allah.
Dengan demikian Abraham menjadi bapa bagi orang yang tidak
bersunat dan bapa bagi mereka yang bersunat yang mengikuti jejak Abraham (Rom.
4:11-12), Abraham sebagai nenek moyang bangsa Israel tidak sedang membuktikan
bahwa sunat menjadi sesuatu yang berarti bagi imannya. Sunat tidak menjadikan
Abraham menjadi percaya kepada Allah. Oleh sebab itu penting melihat esensi sunat
yang sebenarnya yaitu hanya sebagai tanda perjanjian, bukan tanda bahwa
seseorang beriman kepada Allah.
Jika Abraham yang mewakili zaman patriark, di mana sudah
membuktikan bahwa dia dibenarkan karena imannya, maka sebagai anak-anak Abraham
yang hidup sesudah zamannya, berlaku prinsip yang sama. Tidak seorangpun
dibenarkan ataupun diselamatkan oleh Allah jika dia melakukan sunat atau jika
dia tunduk kepada hukum Musa.
KESELAMATAN ADALAH
KASIH KARUNIA ALLAH
Paulus sebagai orang Yahudi dan mantan penganiaya jemaat, Dia
menuturkan kepada jemaat Efesus bahwa oleh kasih karunia kamu diselamatkan
(Efe. 2:8-9). Paulus tidak sedang memberikan fondasi baru dalam sejarah
keselamatan.
Paulus tidak sedang memerkosa kebenaran hukum Taurat, dan tidak
mengesampingkan posisi hukum Taurat. Apa yang coba ia sampaikan ialah bahwa
hukum Taurat sama sekali lumpuh dan tidak berdaya untuk menyelamatkan manusia.
Paulus memberi penekanan bahwa hanya kasih karunia melalui iman
itulah yang menyelamatkan. Tetapi prinsip hukum Taurat dan prinip iman adalah
dua hal yang bertolak belakang; kita tidak mungkin mengarahkan hidup kita
berdasarkan keduanya pada saat yang bersamaan; kita harus memilih; dan
satu-satunya pilihan yang wajar adalah meniggalkan hukum Taurat lalu masuk ke jalan
iman, dalam arti mematuhi Firman Allah dan bersandar pada kasih-Nya.
Jadi bukan soal usaha dan kerja keras seseorang. Penolakan hukum
Taurat sebagai jalan keselamatan berlaku untuk seanteronya! Bukan hanya untuk
bagian upacara atau hukum pidana, aturan susila. Segala karya dan usaha manusia
untuk melaksanakan hukum Taurat tidak berlaku lagi sebagai jalan
keselamatan.
Ketika Allah sudah mengikrarkan sebuah perjanjian kepada Israel
maka Allah kemudian memberikan hukum Taurat-Nya kepada umat-Nya dengan demikian
orang Israel mengenal tuntutan kudus dari Allah. Orang Yahudi adalah pewaris
hukum Taurat yang mana orang Farisi sebagai aktor utama dalam eksekutor
hukumnya.
Mereka berpendapat bahwa Israel hanya dapat beroleh selamat, kalau
tetap tekun kepada Taurat dan kepada adat istiadat yang menyempurnakan Taurat
itu. Mereka sendiri mencoba menanggapi taurat itu sedapat-dapatnya tetapi
banyak kali hanya pada lahiriah saja.
Tetapi karena mereka sendiri tidak merasa bahwa penggenapan Taurat
itu secara lahiriah saja sungguh-sungguh tidak sempurna, maka mereka menjadi
tinggi hati. Mereka menganggap dirinya jauh lebih baik dari pada orang banyak
yang tidak mengetahui Taurat. Dengan bermacam-macam jalan mereka mencari pujian
orang banyak dan hanya mau dianggap baik dan saleh. Di antara orang-orang
Farisi itulah musuh Yesus yang paling besar.
Bagi orang Farisi ketekunan terhadap hukum Taurat menjadi kunci
kepada keselamatan itu sendiri. Implikasi dari sikap mereka, menjadikan mereka
merasa diri paling benar dan orang lain paling berdosa, sehingga mereka
bertanggungjawab untuk nasib orang lain.
Sebagai orang Farisi, Saulus menghidupi secara ketat dan teliti
segala perintah hukum Taurat. Orang-orang Farisi pada waktu itu yakin, apabila
orang telah menepati segala perintah Tuhan melalui Taurat, orang pasti
diselamatkan.
Secara halus dan tidak disadari Saulus dan orang-orang Farisi
menempatkan segala usaha ketekunan dan ketelitiannya dalam menempati hukum
Taurat sebagai jaminan keselamatan dari Tuhan. Dalam hal ini keselamatan yang
mestinya karunia Allah malah seolah menjadi hasil usaha prestasi pribadi, yaitu
karena ketekunan dalam menepati peraturan Taurat itu.
Paulus kini memiliki perspektif baru di dalam Injil. Di dalam
suratnya kepada jemaat Roma dan Galatia, dia membahas bahwa Taurat sama
sekali tidak tersedia untuk manusia bisa diselamatkan maupun dibenarkan (Gal.
3:21-24; 5:4; Rom. 8:3;10:4).
Jika saja Paulus sebelum mengenal Kristus begitu gigih dan
bersemangat membela agamanya, kini saatnya beralih kepada kebenaran Kristus
yaitu kasih karunia. Paulus menyadari bukan karena ketekunan dan kesalehan
hidup seseorang terhadap hukum Taurat , maka dia diselamatkan. Paulus memiliki
kosa kata yang baru dalam hidupnya yaitu “keselamatan bukan karena melakukan
hukum Taurat, melainkan melalui iman di dalam Yesus Kristus”.
KESELAMATAN BUKAN
KOMBINASI DARI KASIH KARUNIA DAN PERBUATAN
Paulus sangat jelas di dalam mengungkapkan kebenaran ini dia
berkata : Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi
karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi
kasih karunia (Rom. 11:6).
Keselamatan hanya melalui iman di dalam Yesus itu sudah sangat jelas.
Keselamatan bukan karena perbuatan baik juga sudah sangat jelas (Ef. 2:8-9),
namun rumusan bahwa keselamatan adalah kombinasi antara anugerah dan usaha
manusia sama sekali membatalkan anugerah Allah.
Kasih karunia jelas membuktikan ketidakmampuan manusia di dalam
menyediakan jalan keselamatan. Jika keselamatan hanya dikerjakan oleh Allah,
maka jelaslah bahwa hanya Dia yang dapat dan mampu untuk mengerjakan-Nya.
Namun tidak berarti bahwa hal tersebut juga berlaku jika peran
Allah ditambah usaha manusia akan menghasilkan keselamatan. Sama sekali tidak!
Oleh sebab itu mustahil untuk mencampurkan antara anugerah dan karya manusia.
Hal tersebut adalah dua hal sama sekali berbeda baik dari esensi
dan makna. Pemaknaan yang benar ialah bahwa manusia sebagai penerima kasih
karunia Allah menjadikan Allah satu-satunya yang mampu dan berpotensi untuk
menyelamatkan manusia dari dosa.
Implikasi dari pernyataan ini ialah bahwa hanya augerah Allah saja
yang dapat melakukannya. Perbuatan manusia sama sekali nihil dan tidak
terkandung di dalamnya. Adalah bagian Tuhan untuk menyelamatkan dan untuk
memberikan anugerah-Nya.
0 Response to "HAKIKAT HUKUM TAURAT/TERTULIS (WRITTEN LAW)"
Post a Comment