YESUS DAN HUKUM TAURAT
PENGHARGAAN YESUS TERHADAP HUKUM TAURAT
Yesus menentang sistem yang menempatkan ketentuan dan peraturan di
atas kebutuhan manusia. Perintah Allah adalah bahwa yang terutama adalah kasih
kepada sesama; perintah para ahli Taurat adalah bahwa peraturan dan ketentuan
yang mereka buat adalah yang terutama.
Sebagai seorang yang berasal dari suku sendiri, tidak menjadikan
ajaran Yesus benar-benar mendarat dengan mulus di kalangan orang-orang Yahudi
dan orang Farisi. Perlawanan yang keras dan radikal, selalu terlihat dari
gelagak mereka, terhadap totalitas ajaran Yesus ( 3:2; Luk. 6:7)
Yesus adalah seorang Yahudi yang dibesarkan di dalam keluarga yang
saleh dan ortodoks, yang menaati aturan-aturan agama. Kemungkinan besar Yesus
belajar membaca dan menulis di Sinagoge di Nazaret. Ia pandai berbahasa Aram
dan mungkin juga bahasa Yunani; tetapi bahasa yang dipelajari-Nya di sekolah
agama Yahudi itu adalah bahasa Ibrani. Buku pelajaran-Nya adalah kitab Suci
Perjanjian Lama.
Segala tuduhan yang dilancarkan oleh orang Farisi dan orang Saduki
kepada Yesus, bukan berarti Yesus berada dalam arti ‘melawan Taurat’. Walau
orang Yahudi dan orang Farisi mendasarkan ajaran mereka sesuai dengan hukum
Taurat dan menganggap Yesus sebagai orang yang tidak patuh, hal ini justru
terbalik. Yesus berkata “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk
meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi.
Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk
menggenapinya” (Mat. 5:17) ayat ini mengindikasikan bahwa Yesus tidak sedang
menentang hukum Taurat bahkan mencoba untuk mengabaikannya. Sebaliknya ada
komitmen dalam pernyataan Yesus, dengan demikian, kita tahu benar posisi Yesus
terhadap hukum Taurat.
Yesus sangat dekat dengan orang Yahudi, Dia tinggal dan melakukan
aktivitas pelayanannya di Israel. Dia memiliki murid yang berasal dari orang
Yahudi pula. Yesus sendiri, berasal dari atau seorang dari keturunan
Yahudi, yang secara langsung maupun tidak langsung sudah hidup dalam hukum
Taurat.
Bagaimana orang tuanya melakukan apa yang diungkapkan oleh hukum
Taurat Musa, pada waktu bayi diserahkan ke Bait Allah, bagaimana orang tua-Nya
menyunatkan Dia pada umur 8 hari, semua itu merupakan ajaran/bagian hukum
Taurat. hukum Taurat dan kitab para nabi (yang berlaku sampai kepada zaman
Yohanes Pembaptis) dikontraskan dengan Kerajaan Allah yang diberitakan Yesus
(Luk. 16:16; bnd. Mat. 11:12-13).
Jelaslah bahwa kerajaan Allah melebihi hukum Taurat dan kitab para
nabi. Ini agaknya berarti bahwa penyataan PL telah memberi tempat kepada
penyataan melalui Yesus Kristus.
Hal yang lebih penting ialah, acapkali dalam pengajaran Yesus
disiratkan bahwa prinsip-prinsip Taurat harus diterima secara positif. Ia
menegakkan kekudusan Taurat dalam Matius 5:1-18. Bagi Yesus hukum Taurat
adalah perintah Allah yang harus ditaati dan diterapkan dalam kehidupan-Nya.
Tidak seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Yang
pertama-tama harus dikemukakan ialah bahwa Yesus menerima hukum Taurat sebagai
hukum yang mengikat. Yesus sangat memahami Perjanjian Lama, bahkan Yesus
sering kali mengutip tulisan para nabi yang berbicara mengenai diri-Nya. Bahkan
Yesus menandaskan sikap orang Yahudi melalui kutipan-kutipan dari kitab Yesaya.
Salah satu ayat yang terdapat di dalam Injil Matius yang berbunyi
“Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaku,
percuma mereka beribadah kepada-Ku (Mat. 15:8) Yesus sangat memahami tulisan
ke-5 kitab Musa dan kitab para nabi, bahkan kitab Mazmur (Mat. 5:12, 17; 22:40;
Luk. 16:16; Yoh. 1:45).
Yesus tidak menentang hukum Taurat sebagai hukum, yang Ia tentang
ialah cara orang menggunakan hukum dan sikap mereka terhadap hukum. Para ahli
kitab dan orang Farisi telah menjadikan hukum itu beban, padahal seharusnya
merupakan pelayanan.
Keberadaan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat di
tengah-tengah masyarakat Yahudi harusnya menjadi panutan. Kenyataannya Yesus
memiliki sudut pandang yang berbeda. Yesus mengutuk bukan saja sikap mereka
dalam memperlakukan orang lain, namun Yesus juga mengutuk mereka sendiri.
Yesus tidak melihat belas kasihan di dalam diri orang Farisi.
Malahan mereka menaruh beban di pundak seseorang menjadi kebiasaan buruk mereka.
Penghargaan Yesus kepada hukum Taurat juga terlihat dalam Matius
23:2-3 di mana Ia mengakui bahwa ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi
menduduki kursi Musa. Nasihat kepada para pengikut-Nya untuk melakukan apa yang
dikatakan orang-orang Farisi tetapi jangan meniru perbuatan merek.
Yesus memiliki banyak pendengar dan pengikut, Dia ingin mereka
tetap memiliki etika yang luhur terhadap hukum Taurat. Namun Yesus juga
menekankan bahwa sikap-sikap yang tidak sesuai dengan citra hukum Taurat, tidak
perlu diteladani.
Hukum Taurat adalah pemberian anugerah Allah dan tuntutan
Perjanjian Allah. Melanggar atau mengabaikan hukum Taurat bukan hanya
pelanggaran kriminal, perdata, peribadatan dan bukan sekadar kurangnya
kebajikan.
Hal itu adalah dosa. Allah berada di atas dan di balik hukum
Taurat, sehingga memelihara hukum Taurat bertujuan “mengenal Allah” dalam
hubungan perjanjian yang pribadi. Dalam arti itu, hukum Taurat adalah
benar-benar “kehidupan”. Dengan hidup seperti yang diperintahkan Allah, Israel
akan menjadi bangsa yang diinginkan-Nya dan menggenapi rencana-Nya dalam dunia
(Kel. 19:5-6).
Hukum Taurat adalah agung, maka perlu sikap yang benar untuk
menghormatinya. Eksistensi hukum Taurat ialah untuk menuntun umat Allah untuk
hidup menurut kaidah dan norma-norma yang ditetapkan-Nya.
IA MENGGENAPI TAURAT
DAN BUKAN MENIADAKAN
Yesus tahu cara menempatkan diri di tengah-tengah orang Yahudi
khususnya orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Yesus tidak menganggap
diri-Nya pembuat hukum. Ia tidak ingin meniadakan hukum Musa (Mat. 5:17-18),
agar dapat memaklumkan Hukum baru atau meniadakan semua Hukum Ia juga
tidak mau menambah atau mengurangi atau mengubahnya – tidak satu titik pun
(Mat. 5:18).
Yang Ia inginkan ialah memenuhi Hukum melihat Hukum berperan
sebagaimana dikehendaki Allah, mencapai maksudnya (Mat. 5:18). Yesus
tidak membiarkan satu iota ataupun satu titik dari hukum Taurat
berlalu (Mat. 5:17-20) Salah satu tujuan utama dari Yesus ke bumi ialah untuk
menggenapi apa yang sudah tertulis di dalam hukum Taurat dan kitab para Nabi.
Tujuan-Nya bukanlah untuk mendirikan sebuah dinasti yang buta dan
tanpa kasih. Ia juga bukan membangun sebuah kerajaan yang hanya menerima
orang-orang tertentu. Pesan yang disampaikan-Nya kepada pendengar-Nya ialah
bahwa Ia datang untuk menggenapi Taurat. Sudah jelas bahwa Yesus sejalan dengan
apa yang tertulis mengenai diri-Nya dalam Taurat.
Orang-orang Farisi gagal dalam memahami maksud Yesus. Bagi mereka
Yesus hanyalah seorang pelanggar Hukum yang fenomenal di masyarakat. Kendatipun
Yesus mengadakan banyak mukjizat di depan mata mereka, namun mereka mengecap
Yesus sebagai orang yang selalu bertentangan dengan ajaran mereka. Opini yang
mereka bangun hanyalah untuk menyerang dan menjatuhkan Yesus. Pengetahuan akan
Taurat, mereka pakai hanya untuk melumpuhkan mangsa hingga terjebak dalam jerat
yang mereka pasang yang pada akhirnya membinaskan orang lain.
Dari pertemuan dan perdebatan antara orang-orang Farisi dan Ahli
Taurat ini dengan Yesus dapatlah kita simpulkan bahwa yang digambarkan Alkitab
bukan hanya kedudukan orang-orang itu dalam menentang dan tidak mengakui Yesus
sebagai Tuhan Allah, tetapi juga suatu kenyataan adanya ketegangan antara para
Ahli Taurat, orang-orang Farisi dengan orang kebanyakan dalam mengharapkan
kehadiran sang Mesias.
Perdebatan yang sengit dan tajam yang berujung kekalahan, hampir
terjadi di setiap debat yang orang Farisi mulai. Mereka sukar untuk menerima
sikap Yesus dan ajaran-Nya walau sumber ajaran-Nya dari Allah.
Orang Farisi memiliki dilema yang tinggi jika mereka percaya
kepada ajaran-Nya. Karena Ia tidak mengajar dengan menafsirkan hukum Taurat
melainkan dengan mengungkapkan ajaran-Nya dalam bentuk bahasa kiasan,
cerita-cerita, perumpamaan.
Letak perbedaan antara orang Farisi dan Yesus ialah bahwa Yesus
menggenapi semua yang tertulis mengenai diri-Nya dan tidak membantah tulisan
para Nabi bahkan hukum Musa. Sedangkan orang Farisi benar-benar menambahkan
‘sesuatu’ di dalam hukum Taurat, yakni dengan menegakkan panji hukum Lisan
(oral Law).
Tidak ada titik temu antara orang Farisi dengan Yesus. Yesus
berbicara dan mengajar berdasarkan Kitab Suci (Hukum Musa, kitab para nabi dan
kitab Mazmur), namun orang Farisi bepijak di sisi berlainan.
Yesus selalu mementingkan hidup yang sesuai dengan perintah-perintah
Allah, bukan dengan peraturan manusiawi. Maka Ia berani menyatakan bahwa “adat
istiadat nenek moyang” bukan sarana yang tepat untuk hidup sesuai dengan
kehendak Allah.
Yesus tidak mungkin mengagungkan tradisi nenek moyang mereka,
kendatipun Ia adalah seorang Yahudi dan diajar dengan hukum Taurat. Orang
Farisi bukanlah orang yang berhasil di dalam menuruti Allah melalui Taurat-Nya,
namun gagal karena mengedepankan tradisi Lisan (oral Law).
Orang Farisi tidak lagi menilai secara ‘fair/adil’, tidak ada lagi
belas kasihan terhadap orang-orang berdosa. Yesus meninjau bahwa mereka adalah
orang-orang yang celaka. Yesus membedakan secara tajam antara Taurat dan
halakha. Halakha sebagai adat-istiadat manusia (Mrk. 7:6-8) oleh Yesus dianggap
bertentangan dengan hukum Taurat; oleh karena adat-istiadat nenek moyang, maka
tujuan hukum Taurat yang sesungguhnya tidak lagi kentara.
Perselisihan antara Yesus dan kaum Farisi disebabkan oleh tafsiran
orang-orang Farisi yang sebenarnya membatalkan hukum Taurat.
Orang Farisi sangat lihai dalam mengesampingkan perintah Allah
(hukum Taurat) untuk mengibarkan bendera yakni ajaran mereka. Yesus memiliki
cakrawala berpikir yang jauh melampaui orang-orang Farisi.
Yesus lebih mementingkan bagaimana orang-orang mengenal jalan
Allah dibandingkan menghakimi orang yang terbukti tidak menuruti adat istiadat
mereka.
Orang Farisi merasa bahwa pengajaran Lisan ini berkembang melalui
usaha untuk memperluas hukum Taurat Tertulis, karena banyak perkataan yang
belum dicakup oleh hukum Musa.
Salah satu alasan orang Farisi mengembangkan tradisi Lisan selain
hukum Taurat ialah, karena mereka merasa bahwa Taurat Musa tidaklah cukup dan
memadai untuk dipakai sebagai bahan ajar dan sebagai panduan yang lengkap di
dalam kehidupan dan sistem keagamaan mereka. Oleh sebab itu perlu usaha untuk
menyiasatinya dengan menambahkan peran tradisi Lisan yang diturunkan oleh para
Rabi orang Yahudi hingga ke generasi selanjutnya.
Kita dapat melihat bahwa bahwa baik Yesus maupun para Rasul tidak
lagi memegang Taurat (seperti dalam agama Yahudi) tetapi Taurat PL itu telah
diperbarui menjadi Injil PB yang membawa manusia kepada iman, kebenaran dan
kasih, serta menyadarkan umat bahwa keselamatan dan kebenaran bukanlah
tergantung dari melakukan perbuatan hukum-hukum Taurat melainkan karena iman
dan kasih karunia dengan menjalankan hukum kasih.
Jika seandainya hukum Taurat mumpuni di dalam menyelamatkan orang
Israel, akan terasa asing, jika ternyata Yesus datang menggenapinya. Tidak
seorangpun yang berhasil melakukan Taurat. Kelengkapan Taurat ialah bagaimana
seseorang berhasil menaatinya semua tuntutan Hukum tersebut, kesalahan terhadap
satu bagian merupakan kesalahan terhadap keseluruhan Hukum tersebut. Ketundukan
terhadap hukum Taurat ialah melakukannya dengan sempurna (Rom. 2:13; Gal. 3:12;
Yak. 2:11 )
Paulus pernah membahas hal ini ketika dia menuliskan suratnya
kepada jemaat di Roma dia berkata bahwa: “tidak ada yang benar seorang pun
tidak” (Rom. 3:10). Sekalipun orang Farisi berada di garis depan, namun hal itu
tidak terbukti dalam perilaku mereka. Justru Yesus mengecam orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat karena mereka tidak menjunjung tinggi nilai hukum
Taurat bahkan mereka tidak mengindahkannya.
Mereka sama sekali meleset dari sasaran dan bias. Keutamaan akan
golongan dan hormat manusia yang salah, justru menjadi incaran mereka tanpa
mereka melakukan kebenaran hukum Taurat. Esensi dari hukum Taurat sebagai
aturan untuk hidup berkenan kepada Tuhan tidak menjadi sesuatu yang digumuli
dengan devosi yang maksimal, mereka menggantikannya dengan sikap rendahan yaitu
dengan mengabaikannya saja. Pada hakikatnya mereka adalah pendusta-pendusta
berjubah dan rohaniwan-rohaniwan yang duniawi semata.
0 Response to "YESUS DAN HUKUM TAURAT"
Post a Comment