HERMENEUTIKA SPIRAL "SEMANTIK"
SEMANTIK
Studi kata memang sudah menjadi aspek yang paling popular dari Eksegesis. Kita dapat melihat contohnya dari berbagai buku-buku tafsiran yang tersusun secara kata per kata membahas teks. Dalam ruang kelas akademi atau seminari secara umum, dimana mata kuliah Eksegesis sering kali menghabiskan waktunya pada studi kata.
Tata
bahasa dapat memberi sumbangsih yang sangat besar dalam Eksegesis.Pada umumnya,
para ahli bahasa modern menyadari sentralitas dari konteks sastra dan sejarah,
yaitu dimensi-dimensi linguistik bagi semua masalah makna. Dengan kata lain,
analisis suatu sistematik atas suatu konsep tidak hanya melibatkan sintaksis
melainkan juga melibatkan latar belakang sejarah dan budaya dibalik suatu
pernyataan tersebut.
KEKELIRUAN-KEKELIRUAN SEMANTIK
A. Kekeliruan Leksikal
Kekeliruan
leksikal adalah Penekanan yang berlebihan atas studi kata sampai mengorbankan
konteks. Penekanan yang berlebihan atas studi kata sampai mengorbankan konteks
mengingatkan pada salah satu kritik Barr yang sangat serius, “tindakan
memasukkan semua kemungkinan makna kata kedalam suatu konteks”.
Setelah
bersusah payah menemukan beragam makna dan penggunaan dari satu kata, seorang
ahli akan sulit untuk memilih suatu makna atau penggunaan untuk suatu perikop. Penggalian
ini dianggap tidak sah karena tidak seorang pun pernah memikirkan semua atau
beberapa dari makna yang mungkin untuk satu kata ketika menggunakannya di dalam
suatu konteks tersebut.
Namun adakalanya kekeliruan terjadi pada saat menafsir suatu bahasa yang tidak kita kenal, seperti Yunani dan Ibrani dalam usaha mencari konsep teologis dibalik istilah-istilah tersebut.
Namun adakalanya kekeliruan terjadi pada saat menafsir suatu bahasa yang tidak kita kenal, seperti Yunani dan Ibrani dalam usaha mencari konsep teologis dibalik istilah-istilah tersebut.
B. Kekeliruan Akar Kata
Kekeliruan
akar kata merupakan suatu kekeliruan yang terjadi karena adanya anggapan bahwa
akar kata dari suatu Istilah dan kata-kata yang seasalnya mengusung suatu arti
dasar yang tercermin dalam setiap penggunaan subordinat dari istilah tersebut
maupun kata-kata seasalnya.
Kekeliruan
ini terkait dengan etimologi dan sudah menjadi fakta.Berdasarkan akar kata yang
sama, para ahli menerapkan suatu arti khusus pada suatu istilah atau konsep ysng
terkat namun dari era yangbebeda.Adakalanya studi akar kata dapat memberi
pencerahan. Seperti beberapa kata majemuk mempertahankan makna akar katanya.
1. PENGGUNAAN YANG TIDAK TEPAT ATAS
ETIMOLOGI
Penggunaan
yang tidak tepat atas etimologi sesungguhnya mencakup dua kekeliruan
awalsebagai bagian didalamnya. Etimologi itu sendiri adalah studi mengenai
sejarah dari suatu istilah. Oloeh karana itu, pada masda kini para ahli percaya
bahwa kunci menuju makna suatu kata terletak pada asal kata itu dan sejarahnya.
Penggunaan etimologi ini merupakan penggunaan yang keliru, karena penggunaan
masa lampau atas satu kata dapat diterapkan pada maknanya dimasa kini.
Dalam
hal ini bukan berarti etimologi tidak memiliki tempat didalam studi kata, namun
hanya saja etimologi perlu diterapkan dengan hati-hati. Kuncinya adalah
menemukan ada atau tidaknya suatu alusi yang senaja kepada makna yang ada
dibelakang suatu teks.Dalam mempelajari sejarah dari satu kata, kita harus
mempertimbangkan kemungkinan yang kuat dari perubahan semantik, ketika kata itu
mengalami perubahan makna seiring berjalannya waktu. Ini juga merupakan fakta
dasar dari bahasa.
2. PENGGUNAAN YANG TIDAK TEPAT ATAS
MAKNA YANG KEMUDIAN.
Masalah
yang berlawanan dari etimologi muncul ketika kita menggunakan makna yang
kemudian kedalam materi-materi yang ada dalam Alkitab. Ini artinya kita harus
menafsirkan suatu istilah teologis bukan berdasarkan apa makna istilah itu
dikemudian hari melainkan berdasarkan apa makna istilah itu dimasa lalu,
khususnya tatkala makna masa lalu itu telah memengaruhi penggunaan masa
sekarang atas istilah itu.
Prinsip
ini lebih tepat diterapkan pada studi kata. Salah satu masalah dari penafsiran
popular modern adalah kecenderungan untuk membawa makna abad ke-duapuluh satu
kedalam istilah-istilah kuno dari kitab suci.
Masalah
yang serupa juga adalah kecenderungan untuk membawa makna perjanjian baru
kedalam konsep-konsep perjanjian lama seperti keselamatan, anugerah, kemurahan
dan kebenaran. Penggunaan pada masa itu dan kontekslah yang harus selalu
menentukan suatu makna.
3. KEKELIRUAN MAKNA TUNGGAL
Masalah
kekeliruan makna tunggal ini terdapat pada pandangan yang salah tentang bahasa.
Biasanya beberapa istilah yang sangat teknis bisa memiliki satu makna tunggal,
tetapi tidak dengan kata-kata yang dipakai dalam bahasa sehari-hari.
Istilah
teknis yang memiliki banyak makna adalah polisemi. Ini merupakan prinsip
linguistik yang sangat penting, karena prinsip ini mendorong kita kepada medan
makna dan konteks sebagai dua faktor dalam menentukan makna dari suatu istilah.
I. PENGGUNAAN YANG TIDAK TEPAT ATAS
BAGIAN-BAGIAN PARAREL.
Penggunaan
ini menyebabkan salah satu dari kekeliruan yang paling sering terjadi. Dalam
hal ini sangatlah penting untuk mengenali nilai relatif dari perikop-perikop
pararel. Namun yang paling penting kita harus mencari pararel yang pasti
ketimbang dipuaskan hanya dengan pararel-pararel yang baru berupa kemungkinan.
Perbedaan
tidak selalu mudah untuk ditemukan. Kitas harus mempertimbangkan seluruh
jangkauan semantiknya dan membandingkan konteks-konteks dibalik
kemungkinan-kemungkinan pararel sebelum membuat keputusan.
A. Kekeliruan Disjungtif
Sering
kali dua pilihan dihadirkan dalam bentuk either-or (ini atau itu), dan memaksa
para pembaca untuk memilih meskipun tidak diperlukan. Namun ini merupakan
disjungktif yang tidak benar, karena kebebasan karismatik dan institusionalisme
bukan suatu dikotomi. Pararel yang baik adalah memiliki kebebasan namun
kegiatan-kegiatannya tertata.
B. Kekeliruan Kata
Kekeliruan
kata adalah suatu masalah utama, dan masalah yang lainnya adalah kegagalan
untuk memperhatikan konsep dan juga kata, yaitu para penulis Alkitab mengatakan
hal yang sama dari kata yang berbeda.
Studi
seperti ini memang membantu menentukan jangkauan semantik dari istilah
tertentu, namun tidak dapat merangkum jangkauan pemikiran pengarang maupun
pengajaran Alkitab. Dalam hal ini suatu pendekatan medan makna sangat
diperlukan untuk menentukan semua istilah dan frasa yang mengungkapkan suatu
konsep.
C. Mengabaikan Konteks
Mengabaikan
konteks dapat dikatakan merupakan kekeliruan dasar yang meliputi kekeliruan
lainnya dan membuat kekeliruan lain terjadi. Misalnya, etimologi disalahgunakan
sebagai pembentuk makna ketika suatu istilah diakronis lebih diprioritaskan
dari pada konteksnya.
Kegagalan
dalam memperhatikan suatu konteks merupakan kekeliruan yang paling sering
terjadi, karena mayoritas tafsiran diatur menurut pendekatan kata per kata yang
biasanya mengisolasi tiap kata dari istilah-istilah lain disekitarnya dan
sebagai akibatnya gagal menempatkan berita dari bteks itu secara utuh sebagai
suatu keseluruhan yang koheren.
TEORI DASAR SISTEMATIK
A. Makna
Membedakan
makna yang dimaksud adalah membedakan makna yang esensinya tunggal dan makna
teksnya masing-masing beragam, tergntung pada signifikansinya pada kita pada
wakt-waktu tertentu. Suatu hal yang mendapat kesepakatan utama dari para ahli
sistematik adalah makna bukan properti yang melekat pada kata-kata.
Beberpa
istilah memang menghasilkan suatu gambaran kata dalam pikiran, akan tetapi
istilh-istilah tersebut menyerahkan maknaya sebagai bagian dari suatu kalimat
atau ucapann-ucapan dan tindakan.
Maka,
tidak ada makna yang melekat dalam suatu kata. Akar suatu kata akan memberikan
panduan kasar kepada kemungkinan makna dari kata-kata yang tidak dikenal. Teori
mengenai makna ini dapat dilukiskan dalam banyak cara.
B. Pengertian Dan Rujukan
Pada
umumnya kita tumbuh dalam suatu bentuk teori rujukan makna. Teori ini
mengatakan suatu kaitan langsung antara suatu kata sebagai symbol dan hal yang
dirujuk. Nnamun masalahnya kata-kata tidak selalu menamai relitas dibalik
mereka. Maksud utamanya adalah memperhatikan perbedaan antara pengertian dari
suatu kata dan rujukannya.
Rujukan
merupakan suatu faktor ekstra linguistic, objek khusus yang diterangkan oleh
suatu pernyataan. Pengertian merupakan gambar yang dibangun dalam pikiran oleh
suatu istilah gambar yang dirujuk.
C. Linguistik Struktural
Pengertian
dari suatu istilah bergantung pada fungsinya di dalam unit linguistik yang
lebih besar, yaitu kalimat. Mewujudkan hal ini merupakan inti dari pandangan
struktural mengenai bahasa. Dalam hal ini tujuan sipenulis adalah untuk
memberitahukan bahwa istila-istilah hanya memiliki makna ketika menjadi bagian
dari stuktur yang lebih besar.
Umumnya
“Kasih Allah” memiliki makna sebagai suatu frasa teknis, akan tetapi, sebutan
yang leih baik adalah kemungkinan makna. Tiap istilah adalah bagian dari suatu
keseluruhan, dan mengubah istilah apapun atau bungannya dengan istilah-istilh
lain sama hubungannya dengan mengubah keseluruhan.
D. Konteks
Suatu
fugsi yang bersifat menetapkan atau menentukan kepada konteks yaitu suatu konteks
tidak hanya menolong kita memahami makna, tetapi kontekslah yang menghasilkan
makna. Sawyer menyebutkan konteks sastr sebagai waktu “lingkungan
linguistik”yang menghubungkan semantika dengan beberapa aspek hermeneutika lain
yang akan dibahas kemudian, seperti sintaksis dan gendre. Pada waktu yang sama,
setiap bahasa memiliki gaya bahasa tertentu yang lebih disukai.
Setiap
orang yang mempelajari Firman harus peka dalam memperhatikan faktor-faktor gaya
bahasa apakah yang terdapat pada konteks tersebut. Hal ini sangat membantu
teutama dalam hal mempelajari masalah sinonim, tanpa mensyaratkan data untuk diikuti.Dalam
menentukan konteks situasional lebih sulit, karena konteks ini melibatkan
rekonstruksi dari situasi historis yang ada dibalik konteks lahir suatu
perikop.
Dokumen-dokumen
historis bukan hanya dapat menolong kita menciptakan kembal makna akan tetapi
juga peristiwa dan situasi yang ada dibalik dokumen-dokumen yang paling kuno.
Selain itu, situasi-situasi itu sendiri memiliki pengaruh dalam menentukan
sebuah makna.
E. Struktur Batin
Struktur
batin berurusan dengan hubungan gramatikal dasar dan semantik dari suatu
kalimat. Sejenis dengan terjemhan modern New International Version, melakukan
parafrasa jika diperlukan namun tetap setia menghasilkan kembali yang asli.
Tetapi
stuktur batin mencari kembali berita yang ada dibalik kata-kata. Bagi studi
Alkitab, struktur batinnya adalah kebenaran teologis yang tertanan di dalam
pernyataan, karena dalam struktur batin terdapat banyak dampak pada sistematika.
F. Sintaksis Dan Semantik
Eugene
Nida dan Charles Taber membahas dua faktor dasar yang memengaruhi makna.
Sangatlah mengagumkan melihat jutaan kemungkinan ide yang ada dan kosakata kita
yang terbatas, namun ambiguitas bukanlah suatu hasil yang terus menerus,
melainkan suatu tingakatan ketepatan yang lebih tinggi telah dicapai melalui
jangakauna makna dan penggunaan luas yang dikenakan kepada kata-kata dalam
konteks-konteks yang berneda.
Faktor
pertama yang menentukan kepada makna adalah sintaksis.apakah suatu kata
digunakan sebagai nomina, verba, atau adjektiva, akan membuat suatu perbedaan
yang sangat besar. Suatu makna juga dapat berubah secara radikal di tiap
penggunaan sinaksis. Hal yang sama sering sekali terjadi dengn kata-kata yang
ada dalam Alkitab.
Semotaksis
adalah faktor kedua dan merujuk kepada pengaruh dari kata-kata yang
mengelilingi. Ini tentu dapat menjadi sangat kompleks karena semua unsur yang
ada dalam suatu struktur lahir saling berinteraksi. Salah sau aspek yang
menentukan berkenaan dengan modifikator. Seiring dengan meningkatnya
modifikator, kekhususan dari suatu pernyataan meningkat secara proporsional.
Namun dalam banyak kasus, tingkat ambiguitasnya sangat tinggi.
G. Jangkauan Semantik
Tatkala
kita bealih dari aspek-aspek struktural kepada sarana-sarana actual dari
semantik, kita harus mulai dari pekerjaan dasar dengan membangun
parameter-parameter makna kata di dalam kasus-kasus individual.
Jangkauan
makna dari satu kata merupakan hasil dari studi sinkronis, suatu daftar
mengenai cara-cara suatu kata yang digunakan pada suatu karya yang dituliskan.
Orang yang melakukan riset semnatis digaris depan akan melacak
pemunculan-pemunculan dari istilah-istilah tersebut, mencatat distribusi,
memeriksa pengelompokan secara sintaksis dan mengatur data itu kedalam makna
primer, sekunder, dan metafora.
Namun
yang terpenting adalah kita harus mempelajari setiap konteks secara mendetail,
karena banyak orang salah karena mengasumsikan makna primer didalam suatu
perikop yng sebenarnya lebih condong pada salah satu penggunaan makna sekkunder
atau suatu istilah. Makna sekunder merupakan makna khusus yang sering kali memiliki
suatu aspek dari pengertian primer namun hanya muncul dalam beberapa konteks.
H. Makna Konotatif
Ninda
dan Taber mengemukakan empat komponen dasar dari penerapan dinamis atas
kata-kata didalam suatu konteks yaitu: elemen objek, peristiwa yang dikonotasikan,
natur abstrak yang diperoleh, dan relasi yang tersirat.
Suatu
istilah abstra bersifat teoritis dan berpusat pada aspek kualitatif dari suatu
kata. Suatu istilah kata relasional meliht suatu konsep dalam asosiasinya
dengan orang atau ide lain dan menekankan kolerasi antar istilah-istilah
tersebut.
I. Medan Makna/Riset Paradigmatis:
Sinonim, Antonim, Dan Analisis Komponen.
Bagian
ini membahas medan makna dari sutu konsep bukan hanya beragam makna yang dapat
dimiliki suatu istilah didalam konteks-konteks yang berbeda melainkan
istilah-istilah lain yang berhubungan. Pendektan yang paradigmatic ini semakin
diakui memiliki yang tinggi dalam studi kata yang serius.
Istilah
teknis bagi medan makna adalah paradigmatic adalah polifermi atau sinonim.Ada dua
penggunaan sinonim dalam studi Alkitab. Jika mencari pola Teologis yang lebih
besar dibalik penggunaan suatu istilah tertentu kita akan mempelajari istilah
yang serupa untuk konsep yang sama untuk menemukan medan makna yang lebih besar
yang dapat memperkaya suatu kstudi tertentu. Kedua kita dapat mempelajari
sinonim-sinonim yang digunakan dalam suatu perikop yang sam dan sejauh mana
sinonim-sinonim tersebut tumpang tindih.
Antonim
termasuk kedalam kategori semantis oposional. Anatomi umum terlihat dalam
bahasa yang digunakan Alkitab dan mmirip dengan pola puisi Ibrani tentang
pararel antithesis. Tipe oposisi yang tidak terlalu kontras adalah anatomi
bertahap, suatu oposisi hierarki yang membandingkan namun tidak membentuk
saling pengecualian.
Sedangkan proses analisis paradigmatis bertujuan untuk membandingkan sinonim dan antonim melalui suatu tabel yang disebut oleh para ahli semantic sebagai ‘analisis komponen makna”.
Sedangkan proses analisis paradigmatis bertujuan untuk membandingkan sinonim dan antonim melalui suatu tabel yang disebut oleh para ahli semantic sebagai ‘analisis komponen makna”.
J. Ambiguitas Dan Makna Ganda.
Dalam
mempelajari aspek-aspek sintagmatis dan paradigmatik dari kata-kata penting
untuk memperhatikan ttipe-tipe dan sering kali fenomena ambiguitas ini muncul
dengan hapax legomena atau kekaburan, aspek-aspek yang jarang dari jangkauan
makna.
Ambiguitas
merupakan alasan mengapa banyak ahli perjanjian lama begitu serng menyarankan
dilakukannya emendasi (perbaikan) dalam teks. Dan harus kita ketahui adalah
masalah ambiguitas ini banya terjadi dalam kitab perjanjian lama.
SUMBER
"SPIRAL HERMENEUTIKA:
PENGANTAR KOMPREHENSIF BAGI PENAFSIRAN ALKITAB"
GRANT R. OSBORNE, PH.D.
PENERBIT MOMENTUM
0 Response to "HERMENEUTIKA SPIRAL "SEMANTIK""
Post a Comment