HERMENEUTIKA SPIRAL "SINTAKSIS"





SINTAKSIS

Pengertian Sintaksis merupakan istilah yang mencakup pola-pola komposisi, tata bahasa dan sematik yang dapat membetuk suatu kesimpulan yang tepat dan benar. Pola-pola komposisi menangani hubungan disetiap kalimat dengan menyediakan dasar studi Sintaksis. Tata bahasa menangani hubungan di setiap frasa dan istilah yang menyediakan tahab kedua dari Analisis Sintaksis.


Sedangkan sematik menangani hubungan semotaksis di antara makna-makna dari istilah-istilah dan yang menyediakan bagian bangunan terakhir dari Analisis Sintaksis. Yang menghubungkan ketiga aspek tersebut adalah struktur dan pada intinya Sintaksis merupakan struktural. Sintaksis memadukan berbagai aspek dalam tugas hermeneutika dan memampukan untuk menyelidiki lebih jauh ke dalam teks Alkitab untuk usaha menemukan berita dari Allah.


TRANSFORMASI-TRANSFORMASI DALAM ALKITAB

Kebanyakan orang telah berusaha untuk menerapkan teknik-teknik transformasi dalam studi Alkitab. Salah satunya kaum strukturalis yang melakukan teknik-teknik transformasi cukup ekstrim, mereka mengganti struktur lahir (teks) dengan struktur batin (ide-ide yang menjadi dasar teks tersebut).


Sedangkan Gerhardt Güttgemanns juga mengembangkan “puisi-puisi generatif” menggunakan “puisi” dengan maksud untuk melihat teks sebagai produk sejarah dari makna atau pengertian penafsiran kontemporer. Güttgemanns menerapkan metode-metodenya pada teks tertentu yang lebih mendekati Eksegesis Strukturalis.


Sintaksis merupakan karya dari Eugene Nida dan Charles Taber dengan menerapkan sistem penerjemahan tiga tingkat dari bahasa asli (Ibrani atau Yunani) ke bahasa penerima (Inggris Amerika atau British pada abad dua puluh satu). Berikut merupakan sistem penerjemahan tiga tingkat:


a. Analisis dengan menyelidiki hubungan struktur asli dengan relasi-relasi tata bahasa dan makna kata yang sesuai dengan Metodologi Sintaksis atau Eksegesis;

b. Pengalihan bahasa asli kepada bahasa penerima atau hasil dari analisis dialihkan ke dalam bahasa penerima;

c. Menyusun materi yang sudah dialihkan supaya sepenuhnya dapat dimengerti menggunakan bahasa penerima.


Mereka mengintegrasikan komponen-kompenen tata bahasa dan makna dalam tugas Sintaksis. Tata bahasa dan semantik saling bergantung, dikarenakan makna bergantung pada permainan di antara ke dua aspek tersebut. Pada saat itulah mereka menemukan nilai sejati dari kaidah-kaidah transformasi.

Kalimat inti adalah yang menandai penegasan-penegasan dasar individual yang merupakan suatu kalimat. Kalimat-kalimat tersebut dapat dijabarkan dengan menjadikannya dua tipe, yaitu kalimat tunggal dan kalimat bersusun.


John Sawyer memberikan contoh yang berbeda mengenai riset paradigmatis dengan mempelajari transformasi yang saling berhubungan dengan bahasa Perjanjian Lama untuk keselamatan dan mencatat empat kalimat yang berasal dari inti dasar yang sama. Transformasi maju yang akan memanfaatkan teknik-teknik retorika dengan keputusan-keputusan final. Transformasi maju disusun setelah setiap kalimat inti dirangkai untuk menentukan relasi-relasi dasar. Sebuah bagan dibuat untuk mengendalikan dan menuntun Eksegesis.


PAPARAN PROPOSISI DARI FILEMON 4-7 (NIV)

John Beekman dan John Callow memaparkan mengenai proposisi dalam Filemon 4-7. Saat seseorang telah mengisolasi kalimat intinya maka pemaparan yang dilakukan akan menjadi lebih pasti.

Beekman dan Callow juga merangkum relasi-relasi antara proposisi-proposisi. Relasi-relasi tambahan adalah relasi yang mengembangkan ide, seperti deret kronologis, simultaanitas, alternasi, percakapan atau dialog dan dukungan yang sepadan.

Relasi-relasi asosiatif adalah yang mendukung atau menjelaskan ide, seperti dukungan melalui penjelasan yang khusus, dukungan melalui penjelasan yang serupa, dukungan melalui argument, sarana-hasil, sarana-maksud, syarat-akibat, konsesi-lawan keinginan dan dasar-kesimpulan. Sedangkan dukungan melalui pengarahan merupakan latar belakang atau tempat kejadian, seperti waktu, lokasi dan keadaan.


BAHASA PERFORMATIF DAN EMOTIF

Dalam Kitab Suci sering kali bahasanya bukan sekedar menunjukkan pengamatan atau penambahan pengetahuan melainkan juga menampilkan suatu tindakkan yang disebut dengan bahasa performatif. Bahasa performatif menggambarkan apa yang sebenarnya dari pada apa yang seharusnya atau yang seharusnya tidak terjadi.


Dalam bahasa-bahasa performatif menuntut pembicara mempertahankan kata-katanya. Seluruh kata-kata yang terdapat dalam Kitab Suci dipandang sebagai organisme hidup yang mengikat seseorang pembicara untuk melakukan apa yang akan dikatakan. Sedangkan ajaran performatif tergantung pada adanya suatu keadaan yang benar dan juga diterima secara umum. Setiap konsep harus dilihat dalam kerangka seluruh karyanya agar tujuan dan berita yang akan disampaikan dapat dipahami. Austin membedakan daya antara ilokusi dan perlokusi. Bahasa ilokusi menampilkan suatu tindakkan, akan tetapi ucapan perlokusionernya yang menyebabkan akibat yang ingin dihasilkan oleh bahasa ilokusi.


Bahasa emotif atau yang sering disebut ucapan ekspresif dalam Alkitab. Perasaan epistle merupakan aspek penting untuk keseluruhan makna dari epistle. Dapat dikatakan bahwa makna yang benar akan hilang tanpa gambaran emosi untuk penuntunan sang penafsir. Untuk menentukan pola-pola emosi dapat dilakukan pada saat penulis menggunakan bahasa yang emotif.


Makna-makna emotif terdiri dari kontras-kontras poler yang dipisahkan oleh suatu rangkaian yang berlapis dengan presentse penggunaan yang tinggi atas kata-kata yang berada pada posisi netral, dengan maksud seluruh kata adalah bagian dari pola yang lebih besar yang berada di antara kutub-kutub. Seorang penafsir harus melakukan studi paradigmatis, yaitu penafsiran yang harus menyelidiki suatu kata yang cocok dalam suatu skala yang bertingkat dan studi sintagtis untuk dijadikan pengetahuan warna dari emosi.


MAJAS

Ungkapan figuratif secara tradisi yang dibahas dalam bidang hermeneutika khusus. Ungkapan konfiguratif yang mencakup topik yang beragam sebagai bahasa, genre dan theologi. Dalam majas banyak mengandung aspek tata bahasa dan sematik.


Majas membentuk tingkat ketiga dari pengertian yang beragam dari makna setelah makna primer dan makna sekunder. Makna harafiah menempati dua tingkat awal dan mengidentifikasikan penekanan dasar suatu istilah. Majas memperhatikan hubungan asosiatif  antara pengertian. Dalam Alkitab selalu menerapkan gambaran-gambaran yang beraneka warna untuk diambil sejumlah besar pengalamannya. Terminologi bisnis digunakan untuk menggambarkan pemuridan dan hubungan-hubungan keluarga untuk menggambarkan hubungan antara Allah dan umatNya.


Beekman dan Callow memaparkan terdapat dua kelompok utama dari pengertian asosiatif atau figurative. Tipe satu, yaitu yang pertama, dalam asosiatif dengan waktu, keterangan waktu menggantikaan peristiwa.

Yang kedua, relasi ruang memanfaatkan ide tempat. Yang ketiga, relasi-relasi logis atau sebab akibat mengganti sebab dengan akibat atau sebaliknya. Kemudian tipe dua, yaitu yang pertama relasi anggota kelompok, satu anggota tertentu mewakili keseluruhan. Yang kedua, relasi konstituen-keseluruhan, satu bagian dari struktur yang lebih besar mewakili keseluruhan. Yang ketiga, relasi atribut-keseluruhan terjadi ketika sifat atau tujuan dari suatu hal digunakan untuk hal itu sendiri.


Kesulitan utama dalam menafsir adalah majas dengan alasan setiap bahasa mengembangkan relasi asosiatif mereka secara sendiri-sendiri. Sehingga bahasa metafora dalam Ibrani atau Yunani sering sama sekali tidak memiliki padanannya dalam ungkapan-ungkapan bahasa Inggris. Disaat bahasa asli menggunakan ungkapan figurative, maka itu dapat diterjemahkan kedalam tigaa caraa yang sangat memungkinkan: yang pertama, jika gaya bahasa memiliki paralelnya dalam bahasa penerima, maka kita dapat secara langsung menerjemahkannya.


Yang kedua, jika suatu pengalihan makna tidak terjadi secara langsung, namun tetap ada sedikit kesepadanan serta untuk menghilangkan ambiguitas. Yang ketiga, jika antara bahasa asli dan bahasa penerima sama sekali tidak ada kesepadanan, majas dapat diganti dengan idom yang sepadan.


Terdapat tegangan kekuatan yang sangat besar dalam bahasa figuratif dalam memunculkan gambaran-gambaran segar dalam pikiran orang yang sedang belajar. Ungkapan figuratif merupakan suatu pilihan yang disengaja dari penulis yang menggunakannya untuk memaksa para pembaca diguncang oleh keganjalan pemikiran, sebab dari makna harafiah yang normal tidak sesuai.



1. Majas Perbandingan

Dalam majas perpandingan terdapat metafora dan simile yang adalah dua bahasa yang terikat dengan perbandingan secara langsung.simile adalah bahasa yang membangun perbandingan formal dengan menggunakan konjungsi seperti.

Sedangkan metafora adalah suatu perbandingan tersirat, namun dalam banyak cara bahkan bisa lebih langsung, metafora tidak menggunakan konjungsi seperti atau bagai.



2. Majas Penambahan atau Ungkapan Penuh

Dalam majas ini terdapat banyak gaya bahasa, yaitu yang pertama pleonasme adalah gaya bahasa yang menunjuk kepada pendambahan sinonim yang melimpah untuk menegaskan satu hal. Pleonasme merupakan gaya bahasa penulisan kuno untuk menjelaskan dan menekankan, juga serupa dengan sarana puitis dari partikel sinonim. 

Paranomasia atau permainan kata dengan menunjukkan kata-kata yang bunyinya mirip dan penempatannya berdampingan dalam suatu teks yang berfungsi sebagai penegasan dan untuk menarik perhatian pembaca asli serta menyatakan maksud yang ingin diutamakan. Epizeuxis atau epanadiplosis, majas ini akan muncul ketikaa suatu kata penting diulangi dengan fungsi sebagai penegasan. 

Hiperbola merupakan majas yang melebih-lebihkan secara sadar dengan fungsi untuk menekankan suatu kebenaran. Hendiadi adalah majsa yang terjadi ketika ada dua atau tiga istilah ditambahkan satu pada yang lain dengan fungsi untuk menyatakan suatu hal yang sama.


3. Majas Yang Tidak Lengkap

Majas ini kebalikan dari majas penambahan atau ungkapan penuh. Dalam majas ini banyak melibatkan peniadaan dibandingkan penambahan. 

Ellipsis adalah majas yang secara tata bahasa ungkapannya tidak lengkap sehingga menuntut pembaca untuk menambahkan konsep-konsep untuk menyelesaikan pemikiran terhadap ungkapan tersebut. 

Zeugma merupakan majas yang berbentuk elipsis yang khusus dimana terdapat dua istilah yang dipadukan, walaupun dua istilah tersebut berbeda daan perlu dipisahkan melalui penambahan verba. 

Aposiopesis, majas ini muncul ketika satu bagian dari suatu kalimat yang disengaja dihilangkaan dengan alasan penegasan. 


3. Majas Yang Melibatkan Kontras Atau Pernyataan Yang Mengecilkan Persoalan

Ironi merupakan suatu sarana retorika yang penting dan menyatakan satu hal sementara memaksudkaan kebalikannya serta sering diteraapkaan dalam konteks polemik dan diiringi dengan saarkasme atau pengejekan. 

Litotes adalah frasa-frasa yang mengecilkan persoalaan atau melemahkan suatu hal supaya dapat menguatkan hal yang lainnya. 

Eufemisme merupakan suatu majas yang menggantikan istilaah yang kasar dengan istilah yang lebih halus atau tidak kasar. 

Antithesis adalah suatu kontrasa langsung dimana terdapat dua hal ditempatkan berlawanan atau bertolak belakang saru dengan yang lain.



4. Majas yang Berpusat pada Asosiasi atau Relasi

Metonimia merupakaan majas yang muncul ketika satu nomina digantikan dengan nnomina yang lainnya yang memiliki asosiasi dekat dengan nomina tersebut. 

Sinekdoke merupakan majas yang menggantikan sebagian dengan keseluruhan atau keseluruhan dengan sebagian.


5. Majas yang Menekankan Dimensi Personal

Personifikasi akaan muncul ketika suatu bendaa atau ide dihadirkan sebagai pesona. 

Apostrophe merupakan suatu sarana retorika dimana sebuah penyataan ditujukan kepada suatu objek imajiner atau pesonaa untuk memberi dampak. Maka kesimpulan dari uraian diatas bahwa majas atau kiasan atau gaya bahasa merupakan sumber-sumber yang kaya akan gambaran.


Contoh-Contoh dalam Alkitab



Untuk mempelajari sebuah perikop secara mendalam, menyelesaikan masalah-masalah tata bahasa, sematik dan Sintaksis yang muncul dalam suatu teks. Maka perlu menggunakan sarana-sarana yang ada dengan bukti yang para penulis manfaatkan, bukanlah kesimpulan-kesimpulan yang telah dibuat oleh para penulis sarana-sarana tersebut.


Karena tidak ada satu pun orang yang serius melakukan Eksegesis, mereka hanya puas dengan mengikuti pengarahan dari beberapa buku tafsiraan yang terkenal. Oleh karena itulah kekeliruan dari banyak makalah hanya menjadi tulisan yang meninggikan pandangan orang lain.

Riset Sintaksis terjadi dengan beberapa tingkatan sama seperti tata bahasa dan analisis semantis. Seorang peneliti yang membuat tafsiran atas suatu teks Alkitab pastinya akan menghabisakn waktunya untuk meneliti materi-materi primer dan membuat bagan perkembangan Sintaksis dari ide-ide.


Setiap struktur harus dianalisis secara mendetail, mencari tema-tema melalui bagian paralel yang masi ada serta memperhatikan struktur batin yang mendasarinya dengan pengaruhnya pada keseluruhan berita dari struktur lahir. Maka akan menghasilkan spiral yang mengarah ke atas menuju makna yang dimaksudkan dari suatu teks untuk tiap bagian maupun keseluruhan.



Ekskursus Mengenai Gramatika Transformasi

Konsep dasar Sintaksis transformasi adalah bagian dari teori yang lebih besar yang Chomsky kembangkan dengan mengamati kemampuan yang mengejutkan untuk mengintegrasikan aturan-aturan Sintaksis ke dalam pola-pola pengucapan. Gramatika generatif merupakan teori Sintaksis yang paling berpengaruh yang juga pernah dikembangkan sepanjang periode linguistik kuno maupun modern, teori ini diberi nama oleh Chomsky.


Walaupun ucapan Sintaksis seseorang tidak terbatas, tetap saja merupakan suatu aktivitas yang dikendalikan dengan aturan. Pengunaan bahasa yang kreatif bukanlah sekedar produk dari rangsangan lingkungan, akan tetapi kreativitas ini dikendalikan oleh aturan-aturan Sintaksis yang merupakan bagian dari sebuah kapasitas.

Gramatika generative berusaha menentukan  aturan-aturan linguistic universal yang mengendalikan kemahiran bahasa. Gramatika generatif memiliki pengaruh secara tidak langsung yang sangat penting bagi riset Alkitab.


Ekskursus Mengenai Kritik Retoris


Kritik retoris merupakan satu disiplin ilmu yang belum sungguh-sungguh berkembang dengan memperhatikan dimensi-dimensi estetik dari gaya literatur dan pola-pola struktural. Aspek lain dari analisis retoris, retorika sebagai studi tentang persuasi atau sarana argumentasi.

Retorika terutama merupakan seni persuasi dengan penalaran filsafat dan mengklasifikasi retorika berdasarkan ragam aspek. Ada tiga tipe pidato, yaitu yudisial (legal), deliberatif (debaat-debat politik atau religius) dan epideiktik (pujian atau celaan). Dan mengembangkan lima kanon atau aturan mengenai persuasi, yaitu penemuan, penyusunan, gaya, memori dan penyampaian.


Retorika dalam konsep penilaian berpusat pada pengembangan atas “bukti-bukti” atau argumen-argumen yang cukup meyakinkan untuk mempersuasikan. Retorika secara universal merupakan bagian dari pelatihan Helenistik di tingkat pendidikan lanjutan atas pada masa kini dan merupakan suatu subjek penting dari pendidikan sekunder.


Teknik retorika dan pendekatan-pendekatan retorika kepada pola-pola persuasi memiliki tiga asumsi ang dibentuk oleh pendekatan ini, yaitu yang pertama penulis menerapkan teknik-teknik ini secara sederhana, yang kedua tulisan-tulisan Perjanjian Baru pada dasarnya bersifat formal dan yang ketiga para pembaca asli nyaman dengan hal ini dan memahaminya.


Pola-pola dalam retorika klasik berguna untuk membangun pola-pola kuno dari argumentasi retoris karena pola-pola tersebut membentuk suatu control dimana kita dapat membandingkan pola-pola dari tulisan-tulisan Perjanjian Baru.


Garis besar yang sangat menolong bagi studi Perjanjian Baru, yaitu Exordium (Pendahuluan), Narratio (Pemaparan)

Partitio (sering kali merupakan bagian dari narratio), Probatio (Pembuktian), Refutatio (Pertimbangan) dan Peroratio (Penutup).

Itu hanya merupakan garis besar dasar dan para praktisi didorong untuk bisa kreatif dalam penataan dan komposisi dari suatu tulisan. Kemudian tugas dari kritik retoris adalah untuk mempelajari suatu unit kuno.


Suatu metode untuk kritik retoris dengan tujuan untuk meminimalkan bahaya-bahaya dan memaksimalkan petonsi-potensi dari sarana untuk kritik. Bahaya yang harus dikenali, yaitu subjektivisme, reduksionisme, dan melebih-lebihkan. Kritik retoris harus dimanfaatkan sebagai bagian proses Eksegesis secara menyeluruh ketimbang sebagai tujuan bagi Eksegesis.


Menentukan unit retoris harus ditentukan dengan hati-hati karena sangat penting untuk memutuskan suatu perikop peralihan milik bagian sebelum atau sesudahnya. Menganalisa situasi retoris sama dengan menentukan tujuan dari suatu perikop atau kitab tersebut.


Menentukan tipe retoris yang diterapkan dan pertanyaan di balik penerapannya, pertanyaannya bukanlah sekedar situasi atau rintangan di balik suatu perikop akan tetapi pertanyaannya merupakan pertanyaan retoris mengenai suatu isu dan mengendalikan perkembangan dari suatu teks.


Menganalisis penataan, teknik dan gaya, penataan merupakan satu komponen esensial dari teknik-teknik yang digunakan oleh seorang penulis. Sedangkan gaya merujuk kepada penataan secara artistik dari sarana-sarana linguistik untuk meningkatkan pengaruh yang dimaksud.

Mengevaluasi keefektifan retorika merupakan suatu kritik yang harus diuji ulang setiap langkah dari proses kritis dan melihat apakah studi kritis telah dengan tepat mengevaluasi pendengar.


Analisis wacana wacana dan linguistik teks merupakan suatu proses penyelidikan dimana seseorang memeriksa bentuk dan fungsi dari semua bagian dan tingkatan dari suatu wacana tertulis dan dengan tujuan lebih memahami bagian-bagian dan keseluruhan dari wacana tersebut.


Analisis wacana mempelajari mengenai hubungan timbal balik pada tiap tingkat. Kadang kala linguistik teks dianggap sebagai suatu analisis yang terpisah. Tujuan dari analisis wacana adalah untuk memahami bagaimana pergerakan ide di dalam kemajuan komunikasi.  





Diringkas Dari Buku "SPIRAL HERMENEUTIKA"
By: Grant R. Osborne Penerbit "Momentum"


0 Response to "HERMENEUTIKA SPIRAL "SINTAKSIS" "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel