PENGHARAPAN MESIANIS YAHUDI







Pengharapan Mesianis Yahudi

Istilah Mesias banyak sekali dipakai dalam Gereja Kristen bagi pribadi Yesus.  Istilah ini sama dengan istilah Kristus atau κρίστος  dalam bahasa Yunani yang berarti “Yang diurapi”.  Hal ini nyata dengan adanya fakta bahwa orang-orang yang percaya kepada Yesus pada masa-masa permulaan disebut sebagai orang-orang Kristen; dan hal ini merupakan kesaksian yang mengesankan akan konsep Kristus dalam pemikiran mereka.  

Mereka begitu yakin bahwa Yesus adalah Mesias dan mereka begitu giat dalam memberitakan hal itu hingga orang-orang lain menyebut mereka “pengikut-pengikut Kristus.”  Hal ini terjadi di Antiokia karena di sanalah pertama kali murid-murid itu disebut Kristen.  Di sanalah pertama kali jemaat di bangun di tengah-tengah orang-orang bukan yahudi (KPR 11:26). 

Orang-orang Yahudi tidak akan menyebut orang-orang percaya sebagai pengikut Mesias, karena mereka tidak pernah mengakui bahwa jemaat Kristen memiliki hak untuk mempergunakan istilah itu bagi Yesus.  Tetapi bagi orang-orang bukan Yahudi tidak ada keberatan seperti itu dan mereka sebenarnya tidak memperdulikan dampak dari nama itu.  

Pemakaian kata ”Kristus” secara terus menerus kelihatannya tidak berarti bagi mereka.  Mereka seharusnya pada sumber-sumber orang Yahudilah didapat keterangan tentang betapa pentingnya gelar itu bagi Yesus dan bagi orang-orang pada zamannya. Baru setelah itu keterangan dari kitab-kitab Injil akan dapat dimengerti dengan benar.

  1.  Latar Belakang dalam Perjanjian Lama

Ada empat sumber utama untuk agama Yahudi pada zaman itu yaitu Perjanjian lama, tulisan-tulisan Apokrifa dan Pseudepigrafa, naskah-naskah Laut Mati (Qumran) dan tulisan-tulisan para rabi.  Gagasan tentang Mesias harus dipelajari dari masing-masing sumber tersebut.


Mempelajari kebenaran Yesus sebagai Mesias perlu diperhatikan dua topik berkenaan dengan latar belakang pengharapan mesianis dalam PL.  Yang pertama, pemahaman pemakaian  meshiah (diterjemahkan ke dalam Bahasa Yunani sebagai kristos) dalam Perjanjian Lama.  Yang kedua adalah pengertian yang tepat tentang konsep “Anak Daud” dalam Perjanjian Lama.  Kedua topik tersebut sangat penting dalam perkembangan pengharapan mesianis orang-orang Yahudi

Sebenarnya arti dari kata dalam Perjanjian Lama adalah sangat luas dan dalam prakteknya dapat dipakaikan untuk siapapun yang diurapi Allah, yaitu orang yang mendapatkan panggilan dan misi istimewa dari Allah.  Istilah tersebut paling sering dipakai untuk raja bangsa Israel (contohnya, 1 Sam 2:10, 35: 24:6; 26:9, 11, 16, 23), tetapi juga dipakai untuk imam-imam (contohnya, Imamat 4:3,5, 16; 8:12; Mazmur 84:10), nabi-nabi (contohnya 1 Raja 19:16), dan bapa-bapa leluhur (I Tawarikh 16:22; Mazmur 105:15). Bahkan istilah ini dipakai dalam Yes 45: I untuk Koresy, raja Persia, yang diberi peranan sebagai agen keselamatan bagi umat Allah.  Dalam Daniel 9:25 istilah tersebut (dalam konteks ini) dipakai sebagai terminus technicus untuk Mesias yang akan menyelematkan umat Allah pada akhir zaman.[1]

Selain pemakaian kata dalam Perjanjian Lama, ada juga beberapa nas yang, menurut kebanyakan penafsir injili, menubuatkan kedatangan seorang Raja yang akan datang pada akhir zaman (Mesias).   Contoh yang dapat disebutkan adalah: Kejadian 49:10; Bilangan 24:17; Yesaya 9:6-7; Mikha 5:2; Zakharia 9:9.  Juga, beberapa ayat dan Kitab Mazrnur, yaitu 2:2 dan 110:1, ditafsirkan dalam Perjanjian Baru sebagai nubuatan tentang Yesus sebagai Mesias (KPR 4:25-26; Matius 22:44; Markus 12:36; Lukas 20:42; KPR 2:34)

Walaupun hanya beberapa ayat dalam Perjanjian Lama menyebutkan seorang Raja yang akan datang pada akhir zaman, beberapa pasal dalam Perjanjian Lama menggambarkan zaman mesianis dan aktivitas Allah pada waktu itu (contohnya Yesaya 26-29; 40-42; Yehezkiel 40-48: Daniel 12; YoeI 2:28-3:21).  Kenyataan ini konsisten dengan kecenderungan orang-orang dari Timur Tengah untuk lebih mengutamakan fungsi dari pada agen.

Dalam Perjanjian Lama, terutama dalam kitab nabi-nabi, banyak disebutkan tentang masa kemesiasan yang akan datang yang menawarkan masa depan yang cerah bagi umat Allah (Yes 26-29; 40; Yeh 40-48; dan 12; Yl 2:28-3:21), tetapi hanya sedikit dikatakan tentang Mesias.  Gelar itu tidak dipakai untuk penyelamar yang akan datang, bahkan tokoh yang akan membuka zaman yang akan datang adalah Allah sendiri.  

Tetapi, walaupun istilah ”Mesias” itu tidak muncul secara tersendiri, ada bermacam-macam penggunaannya dalam rangkaian kata seperti Mesias Tuhan (yaitu yang diurapi Tuhan).  Gagasan mengenai pengurapan seseorang untuk suatu misi khusus muncul beberapa kali, terutama bagi raja-raja dan imam-imam (Im 4:3), juga nbai0nabi (I Raj 19:16) dan bapak-bapak leluhur Israel (Mzm 105:15), dan bahkan bagi seorang raja kafir, yaitu Koresy (Yes 45:1).  

Pengurapan yang menunjukkan tugas khusus ini kemudia digunakan dalam hal yang lebih teknis, khususnya bagi seseorang yang akan dipilih Allah sebagai alat-Nya untuk menyelamatkan umat-Nya.  Dapat dikatakan bahwa Perjanjian lama mempersiapkan jalan bagi Mesias dan banyak perikop Perjanjian lama mengenai Mesias itu dikutip dalam Perjanjian Baru.
2.  Latar Belakang pada Masa Perjanjian Baru

Selama masa transisi antara masa Perjanjian Lama dan Perjanjian baru, arti dari istilah itu mengalami beberapa perubahan, dan arti teknis dari orang-orang yang diurapi Tuhan menjadi lebih menonjol (Mazmur salomo 17-18).  

Pengharapan akan kedatangan Mesias mempunyai bentuk yang berbeda-beda, tetapi yang paling menonjol ialah gagasan mengenai Raja keturunan Daud, yang akan mendirikan kerajaan di dunia bagi umat Israel dan akan menghancurkan musuh-musuh Israel.  Mesias akan merupakan tokoh politik, tetapi dengan kecenderungan ke arah agama.  Konsep itu merupakan gabungan yang aneh dari pengharapan bersifat nasional dan pengharapan rohani.[2]

Dari naskah-naskah Laut Mati disebutkan adanya dua orang Mesias, seorang dari harun dan seorang dari Israel (Bdg 1 QS 9:11).  Karena persekutuan di Qumran itu merupakan suatu masyarakat imam, tidaklah mengherankan bila ditemukan bahwa Mesias dari Harun lebih penting daripada Mesias dari Israel.  

Sampai sejauh mana pentingnya pandangan yang berbeda tentang Mesias ini bagi penetapan penggunaan istilah dalam Perjanjian baru masih diperdebatkan, tetapi sedikitnya hal itu membuktikan adanya pandangan yang berbeda-beda mengenai karakter yang tepat dari jabatan Mesias.

Perlu dicatat bahwa tidak ada bukti tentang penggunaan istilah ”Mesias” oleh para rabi sebelum tahun 70 sM, tetapi keterangan tentang ajaran rabi pada itu sedikit sekali.[3]  Di samping itu istilah ini tidak pernah dipakai oleh Yosefus dalam usahanya untuk membuat agama Yahudi dapat lebih diterima oleh orang-orang Roma.  

Istilah itu muncul dalam Apokalipsis ezra dan Barukh, yang keduanya sejaman dengan masa terbentuknya jemaat kristus; dan seperti pada masa antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.  Kelihatannya gelar itu dihubungkan dengan gagasan seorang Anak Daud terutama dalam IV Ezra 12:32-34. 


Dari penyelidikannya yang singkat tentang latar belakang ini, jelaslah bahwa gagasan tentang Mesias yang akan datang sudah tersebar luas di antara orang-orang Yahudi, tetapi asal mula dan watak dari Mesias yang akan datang itu tidak dimengerti dengan jelas.  

Kelompok yang  berbeda-beda cenderung untuk membayangkan Mesias sesuai dengan keyakinan mereka sendiri, misalnya kelompok iman di Qumran menafsirkannya dengan istilah-istilah imam, kelompok-kelompok nasionalis dengan istilah-istilah politik, dan sebagainya.  Dalam memikirkan bagaimana Yesus menggunakan istilah Mesias, harus diingat bahwa ia memperhatikan pengertian yang paling populer dari istilah itu.  Sudah tentu pemikiran populer cenderung pada kedatangan seorang pemimpin politik yang akan membebaskan orang-orang Yahud dari beban tekanan Roma.  

Dengan mengingat gagasan populer tersebut, dapat dimengerti mengerti mengapa Yesus menghindari penggunaan istilah ini.

Ada beberapa sumber informasi tentang pengharapan mesianis orang-orang Yahudi pada masa Perjanjian Baru yang paling penting yaitu Mazmur-mazmur Solomo 17-18 yang ditulis antara tahun 70-45 S.M. di Yerusalem, karena dalam kedua pasal tersebut Mesias digambarkan dengan lengkap.  Selain itu ada beberapa ayat dalam tulisan-tulisan dan Qumran yang bernilai ( IQS 9:11; IQS 4QPaIr. 3; CDC 19:10—11; 20:1; 12:23-24; 14:19), tetapi pandangan berbagai tulisan tersebut tidak selalu sama. Juga konsep Mesias muncul dalam Benediction 14 dan Shemoneh Esreh, beberapa nas dalam Targum, IV Ezra 12:32,11 Bar. 29:3; 30:1, dan I Henokh 48:10; 52:4, tetapi relevansi pengajaran dokumen-dokumen ini terhadap kepercayaan orang-orang Yahudi belum disetujui oleh semua penafsir, karena mungkin waktu penulisannya sesudah masa Perjanjian Baru.[4]

Tulisan-tulisan dari masa Perjanjian Baru menggambarkan pengharapan mesianis orang-orang Yahudi bahwa Mesias adalah seorang tokoh yang sangat diurapi oleh Allah. Ia memiliki suatu hubungan yang sangat dekat dengan Allah, sehingga kehidupannya suci.  

Ia tidak sombong, tetapi bengantung pada Allah, dan ia penuh belas kasihan terhadap orang-orang yang lain.  Ia juga sangat kuat di dalam Tuhan sehingga kata-katanya berkuasa.  Jelas ia adalah seorang tokoh yang unik, tetapi orang-orang Yahudi tidak pernah membayangkan bahwa ia akan menyamakan diri-nya dengan Allah sehingga ia layak disebut Allah Anak.  Ide itu di luar bayangan orang-orang Yahudi pada zaman Perjanjian Baru.

Sang Mesias juga mempunyai pelayanan yang unik.  Dari semua pengharapan pelayanan Mesias yang paling penting bagi orang-orang Yahudi yang sedang dijajah oleh Roma ialah bahwa Mesias akan mengalahkan, menghukum dan memerintahkan musuh-musuh bangsa orang-orang Yahudi (yaitu bangsa-bangsa lain).  

Mesias akan membawa kemerdekaan bagi orang-orang Yahudi.  Namun yang tidak disadari orang-orang Yahudi adalah bahwa pelayanan Mesias bukan hanya pelayanan militer, karena ia juga akan menghakimi, mendisiplin dan menyempurnakan bangsa Yahudi, kemudian membimbing serta memerintah mereka dan memberkati mereka sebagai umat Allah.

Pengharapan mesianis ini berkembang pada masa penjajahan bangsa Yahudi, sehingga banyak orang Yahudi pada masa Perjanjian Baru menantikan kedatangan Mesias.  Ada banyak unsur pengharapan tersebut yang benar, tetapi pengertian orang-orang Yahudi terhadap Mesias kurang lengkap, kurang seimbang, dan kurang Alkitabiah sehingga ada tabrakan antara pengharapan mereka dengan pengajaran Yesus mengenai diri-Nya sendiri.


3.  Pemakaian Mesias dalam Kitab-kitab Injil Sinoptik

Markus menggunakan istilah ”Mesias” hanya tujuh kali dalam seluruh Injilnya.  Bisa diduga bahwa Yesus tidak menganjurkan pemakaian istilah tersebut selama hidup-Nya di dunia, mengingat pemakaian istilah tersebut di Palestina pada jamanNya.  

Ia bukanlah Mesias dalam arti yang sesuai dengan pengertian orang pada umumnya ketika mendengar istilah itu.  Dan karenanya, memakai istilah tersebut akan mengundang kesalalahpahaman.

Pengertian orang-orang Yahudi kurang lengkap mengenai hakekat dan fungsi Mesias.  Yesus tidak memakai istilah tersebut untuk menggambarkan diri-Nya sendiri. Memang jika Ia memakai istilah tersebut, maka hal itu dapat menyebabkan salah pengertian mengenai hakekat dan pelayananNya.  

Itu sebabnya roh-roh jahat dilarang berbicara “karena mereka tahu bahwa Ia adalah Mesias” (Lukas 4:41), dan orang-orang yang disembuhkanNya tidak diperbolehkan untuk bersaksi kepada orang-orang lain tentang apa yang dilakukanNya kepada mereka (contohnya Markus 1:44; 5:43; 7:36 dan ayat-ayat yang sejajar dalam Injil Matius dan Lukas).  Itu sebabnya juga pertanyaan Yohanes Pembaptis mengenai kemesiasan Yesus dijawab secara tidak langsung (Matius 11:2-6; Lukas 7:18-23).

Walaupun demikian ketika Petrus menyebut Yesus “Mesias” (“Kristus”), maka Ia tidak menyangkal hal itu; melainkan Ia menerima pengakuannya (Matius 16:13-20; bdg. Markus 8:27-30; Lukas 9:18-21), asal kemesiasan-Nya tidak diberitahukan kepada orang-orang lain, yang belum menjadi murid-murid-Nya.

Menyelidiki kitab-kitab Injil Sinoptik memberikan petunjuk mengenai pandangan Yesus tentang peranan Mesias.  Pertama-tama, perlu dicatat bahwa kitab-kitab Injil memberikan informasi mengenai pengharapan umum akan Mesias pada waktu itu.

Dari data-data di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Yesus memang adalah “Mesias”, raja bangsa Yahudi yang sangat diurapi Allah.  Namun kemesiasan  Nya tidak sama dengan yang diharapkan oleh orang-orang Yahudi.  

Oleh karena itu, sebelum Yesus mati dan bangkit Ia tidak terbiasa mengakui secara langsung kepada orang-orang yang belum percaya kepada-Nya bahwa Ia adalah Mesias.  Ketika Ia sudah bangkit, baru Ia mengambil inisiatif untuk menjelaskan kemesiasan-Nya dengan para murid-Nya (Lukas 24:26, 46).[5]

Tujuan Injil Matius ada dua yaitu: pertama, untuk membuktikan bahwa Yesus adalah Mesias.  Mesias adalah suatu sebutan Yahudi bagi raja Israel yang akan membawa keselamatan bagi Israel pada akhir zaman.  Matius menyajikan Yesus sebagai Mesias Israel (Yang Diurapi) yang menggenapi peran dari nabi, imam dan raja dalam satu Pribadi.  

Kedua untuk menyajikan kerajaan sesuai dengan rencana Allah.  Yesus adalah Mesias Israel dan bangsa itu telah menolak sang Mesias.  Matius menjelaskan bahwa kerajaan yang telah ditawarkan kepada orang Yahudi telah ditunda oleh karena penolakan Israel.  Kerajaan Mesias di dunia akan didirikan pada saat Kedatangan-Nya Kedua.[6]

Matius juga memberikan tekanan Yesus sebagai Anak Daud (Mat. 9:27; 12:23; 15:22; 20:30, 31; 21:9 15; 22:42).  Di Matius 9:27 sangatlah jelas orang buta itu mengerti Anak Daud adalah Mesias yang dapat melakukan pekerjaan Mesias, seperti mencelikkan mata orang buta (Yes. 35:5), yang merupakan pekerjaan Allah (Mzm. 146:8).  

Penggunaan nama dalam Matisu 21:9 menyatakan signifikansinya sebagai datangnya Penebus yang akan membawa keselamatan kepada bangsa itu dan membebaskannya, pada waktunya akan membawa berkat (Mzm. 118:25-26).





[1] Tom Sappington, “Diktat Kuliah Teologi Perjanjian Baru”  (Jogyakarta: Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia, t.t.), p. 27.
[2] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian baru Jilid 1 p. 267.
[3] Dalam tulisan-tulisan para rabi, Mesias dari keturunan Raja Daud merupakan tokoh utama dalam pengharapan akan datangnya seorang Mesias, sedangkan gelar “Anak Manusia” tidak dipakai lagi (Ladd, 1974, p. 138).

[4] Tom Sappington, p. 28.
[5] Untuk pembahasan yang lebih detil, coba baca Richard N. Longenecker, The Christology of Early Jewish Christianity (Grand Rapids: Baker, 1970), hal 63-82 (dari sudut pandang injili), atau dan sudut pandang non-injili bacalah artikal—artikal dalam James H. Charlesworth, ed., The Messiah (Minneapolis: Fortress, 1992).

[6] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology, Buku Pegangan Teologi  (Malang: Literatur SAAT, 2008), p. 97.

0 Response to "PENGHARAPAN MESIANIS YAHUDI "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel