UCAPAN PAULUS YANG SULIT - MATI BAGI DOSA



UCAPAN PAULUS YANG SULIT (4)






MATI BAGI DOSA




Roma 6:2, 7

6:2 Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?
6:7 Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa.


Hidup Kristen - Dilema dasar yang diungkapkan dalam pertanyaan dan jawaban ini adalah: hubungan antara kehidupan kita yang baru di dalam Kristus hidup yang bebas dari dosa dengan kehidupan kita yang nyata dari hari ke hari, di mana sering kali dosa itu masih ada. 





Untuk dapat memahami tulisan Paulus dalam hal ini, pertama-tama kita harus berusaha untuk memahami bahasanya mengenai hakekat hubungan orang-orang beriman dengan Kristus.

Tema dari Roma 6 adalah perbandingan antara hidup yang dikuasai oleh maut dan hidup yang dikuasai oleh Roh. 





Yang pertama terjadi jika orang Kristen membiarkan kehidupan mereka yangbaru dalam Kristus dimasuki oleh kekuatan dosa, oleh kehidupan mereka yang lama "di dalam Adam." Yang kedua terjadi jika orang Kristen semakin menyerahkan diri kepada perintah-perintah Kristus.

Cara menjadi manusia baru di dalam Kristus diungkapkan oleh Paulus dengan bahasa yang penuh rahasia. la mengatakan orang beriman sebagai orang yang telah "disalibkan" dan "dikuburkan" bersama Kristus; sebagai orang yang telah "mati" dan "dibangkitkan" bersama Dia. 

Kata-kata ini menyatakan persatuan yang sangat kuat antara orang beriman dan Kristus, yang sulit dipahami oleh kita yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran yang rasional, ilmiah, dan teologis. 

Barangkali mistik Timur dan berbagai kultus dengan meditasi dan kebatinan mereka terbukti sangat menarik, karena bentuk Kekristenan kita yang berbudaya dan disesuaikan tidak mampu memberikan perasaan misterius dan "gaib" kepada banyak orang.


Gagasan Paulus mengenai ada di dalam Kristus, atau bersatu dengan Kristus, sering kali dinyatakan sebagai "kebatinan Paulus," di mana kata kebatinan tersebut menunjukkan hubungan yang sangat dalam antara manusia dan ilahi. Bagaimana pemahaman Paulus mengenai hakekat hubunqan kebatinan antara orang-orang beriman dan Tuhan?

Dalam Roma 6:1-10, Paulus mengatakan kepada kita bahwa , cara untuk menjadi manusia baru adalah melalui persatuan yang mendalam dengan Kristus, yang diberikan-Nya dengan menggunakan baptisan celup: memasuki air baptisan dan kemudian muncul dari air itu melambangkan kematian dan kebangkitan seseorang bersama Kristus. Selanjutnya, ada dua cara untuk menjadi manusia baru:

1. Melalui penyangkalan: kita mati bagi dosa (Roma 6:2), tidak lagi diperbudak oleh dosa (Roma 6:6), dibebaskan dari dosa (Roma 6:7) karena tubuh kita yang lama telah disalibkan (Roma 6:6).

2. Melalui peneguhan: ada hidup yang baru (Roma 6:4), bersatu dengan Kristus (Roma 6:5) dan hidup bersama Kristus (Roma 6:8) karena tubuh yang baru muncul setelah kita dibangkitkan bersama Dia (Roma 6:4).



Hal yang sangat menarik dan juga membingungkan dalam gambaran di atas adalah Paulus menyajikannya sebagai fakta dan juga kemungkinan





Dalam bahasa Yunani bentuk kata kerja indikatif digunakan untuk membuat pernyataan yang sesuai denagn fakta. Dalam konteks bacaan kita, Paulus menggunakan bentuk indikatif ini untuk tanpa ragu-ragu menyatakan fakta bahwa orang beriman mati bagi dosa, dibebaskan dari dosa, disalibkan bersama Kristus dan seterusnya. 

Berdampingan dengan pernyataan-pernyataan ini, Paulus menggunakan bentuk kata kerja pengandaian, yang dalam bahasa Yunani digunakan untuk mengungkapkan kemungkinan, dan harapan bahwa orang-orang beriman, karena telah disalibkan dan bangkit bersama Kristus, tidak akan lagi diperbudak oleh dosa (Roma 6:6) dan hidup dalam hidup yang baru (Roma 6:4).

Yang terjadi di sini adalah adanya pertentangan yang nyata antara penegasan bahwa kita mati bagi dosa dan karena itu bebas dari ikatan dosa, dan bahwa kebebasan semacam ini selalu dan hanya timbul sebagai sebuah kemungkinan yang harus direalisasikan.

Bagaimana kita harus memahami penyejajaran fakta dan kemungkinan yang paradoks ini? Barangkali akan menolong jika kita sekali lagi melihat pada baptisan, karena Paulus jelas mengaitkan baptisan dengan kematian dan kebangkitan Kristus dan dengan kematian kita bagi dosa dan kebangkitan kita. pada kehidupan yang baru.

Dalam berbagai tradisi Kristen, baptisan dipahami sebagai sesuatu yang sakramental, bersifat gaib rohani, atau simbolis. Dalam hal yang pertama, peristiwa ini dipandang menengahi kualitas kematian dan kebangkitan Kristus yang menyelamatkan.


Dalam hal yang kedua, peristiwa ini dipandang menandai kehadiran yang nyata dari Kristus yang disalibkan dan bangkit, dan persatuan batin antara Kristus dan orang yang dibaptiskan. Dalam hal yang ketiga, peristiwa ini dipandang sebagai simbol eksternal perpindahan dari kematian kepada hidup, yang diakibatkan oleh keputusan, komitmen, dan iman pribadi.

Ini bukan saatnya kita memperdebatkan manfaat atau kekurangan dari masing-masing pandangan ini dan variasinya. Masing-masing pandangan ini telah didukung oleh argumentasi teologis yang berbobot. 

Tetapi barangkali kita dapat menggabungkan kebenaran-kebenaran terdalam yang diungkapkan dalam berbagai pemahaman ini dengan cara yang juga memberikan pemahaman baru pada paradoks antara fakta dan kemungkinan dalam hidup orang beriman.

Dalam Kitab Roma, Paulus mengajarkan bahwa pekerjaan Allah, yang dilakukan dalam Kristus dan diterima dengan iman, mengakibatkan pembenaran kita atau pemulihan hubunqan dengan Allah. Karena tanda dari transaksi atau pemulihan itu adalah baptisan, maka kita dapat memandang baptisan itu dalam segi hubungan. 

Dalam baptisan kita menyatakan bahwa kehidupan seseorang yang dibaptis mula; saat ini ditentukan oleh kematian dan kebangkitkan Kristus, dan dalam hubungan dengan Dia sebagai orang-orang yang dibenarkan, kita dibebaskan dari kuasa dosa.


Dinamika dari pemahaman hubunqan ini memungkinkan kita untuk memahami hakikat yang paradoks dari kehidupan baru di dalam Kristus, yang diungkapkan dengan sangat tegas dalam bentuk kata kerja indikatif, "Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa" (Roma 6:7) dan bentuk imperatif, "Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana ... " (Roma 6:12).

Kehidupan yang baru, kata Paulus, telah menjadi realitas dan juga kemungkinan. Bagaimana kita mengetahuinya? Jawaban Paulus diberikan dalam Roma 6:9-10. Kristus hldup: dosa tidak lagi berkuasa atas Dia. 

Karena itu, dalam Roma 6:11, ditegaskan bahwa dalam hubunqan dengan Dia kita mat; bagi dosa dan hidup bagi Allah. Bacaan berikutnya (Roma 6:12-23) kemudian berbicara tentang penerapan praktis dari hubungan yang memberi kehidupan ini.

Mari kita ilustrasikan masalah ini dari pengalaman manusia sehari-hari. Hubungan antara searang pria dan wanita dalam janji nikah terjadi dalam dua aspek. Ada realitas yang didasarkan pada komitmen bersama dalam cinta kasih dan saling ketergantungan. Yang kedua adalah perwujudan praktis dari realitas tersebut, komitmen dalam tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Sekarang jelaslah bahwa realitas hubungan, yang terjadi pada aspek komitmen, tidak secara otomatis atau langsung menjadi realitas perwujudan kehidupan sehari-hari. C.S. Lewis mengatakan, "Ada kemungkinan terjadi kekecewaan ... pada awal setiap usaha manusia ... Ini terjadi jika dua kekasih menikah dan memulai tugas yang nyata untuk hidup bersama ... Ada peralihan dari impian yang dicita-citakan kepada kerja keras."

Dalam setiap hubungan, secara konstan pasti ada pergeseran dari penegasan kepada perwujudan, jika tidak, hubungan itu berada dalam kesulitan. Ada segala macam ancaman dan godaan yang harus terus-menerus ditolak. Menikah berarti bahwa kehidupan kita diatur oleh penegasan dan perwujudan yang terus-menerus dari komitmen dalam janji nikah.

Berada "di dalam Kristus", bersatu dengan Dia dalam kematian dan kebangkitan, berarti bahwa hidup kita ditentukan oleh penegasan dan perwujudan yang terus-menerus dari komitmendalam hubungan itu. Dalam hubungan kita dengan Kristus, kita bebas dari perbudakan dosa; tetapi bahkan searang Kristen dapat "membiarkan dosa berkuasa" (Roma 6:12).

Bagaimanakah kehidupan kita jika penegasan itu tidak 'diterjemahkan' menjadi perwujudan? Jika hubungan kita dengan Kristus tidak terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, maka hubungan-hubungan lain pasti akan mengisi kekosongan ini. Jika bukan pikiran Kristus Tuhan yang mempengaruhi hubungan kita dengan orang lain, maka pikiran ilah-ilah yang lain pasti akan memengaruhi hubungan itu.



Orangtua adalah teladan bagi anak-anak mereka, tidak peduli mereka menyukainya atau tidak. Anak-anak kita melihat dengan sangat cepat siapa diri kita dan siapa dewa-dewa dan ilah-ilah pada altar yang kita sembah.

Jadi pertanyaan untuk saya sebagai seorang ayah adalah: Apakah anak-anak saya merasakan, sementara mereka bertumbuh dewasa, bahwa kehidupan saya dlatur oleh sebuah kuasa yang lebih tinggi daripada cek gaji besok, pengharapan-pengharapan tetangga saya, prioritas terhadap barang melebihi manusia?

Apakah mereka merasakan, sementara mereka mengamati hubungan saya dengan ibu mereka, bahwa kami berbagi kasih yang sejati, bahwa kami benar-benar saling membantu, bahwa dalam hubungan itu kami mengikuti "pemukul genderang yang berbeda"?

Jika mereka merasakan hal ini, maka kehidupan saya adalah perwujudan hubungan saya dengan Kristus. Jika mereka tidak mengamati hal ini, maka kehidupan saya adalah perwujudan hubungan-hubungan lainnya.

Kehidupan Kristen dijalani di antara bentuk indikatif ("kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus") dan bentuk imperatif ("janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa''). Hanya melalui kehadiran Roh Allah yang memberi kekuatan, perintah ini dapat direalisasikan dalam kehidupan kita.


Sumber :

Manfred T. Brauch, Ucapan Paulus yang Sulit, SAAT Malang 2019, hal. 31-36

0 Response to "UCAPAN PAULUS YANG SULIT - MATI BAGI DOSA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel