UCAPAN PAULUS YANG SULIT - TUNDUK KEPADA PEMERINTAH




UCAPAN PAULUS YANG SULIT (12)




“TUNDUK KEPADA PEMERINTAH”


Roma 13:1

Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.



Hidup Kristen - Bagaimana orang Kristen harus menghadapi ketegangan yang timbul karena kehadiran mereka dalam sebuah masyarakat di mana kebutuhan untuk mempertahankan integritas mereka sebagai individu dan setia pada pemahaman mereka tentang keilahian Kristus bertentangan dengan tuntutan masyarakat itu?

Dalam Roma 13 Paulus memfokuskan pembahasannya pad a ketegangan antara individu dan masyarakat secara umum dalam kaitan dengan masalah ketaatan atau ketidaktaatan. 

Masalah yang timbul berkaitan dengan tanggung jawab individu terhadap tatanan sosial, sepanjang tatanan sosial itu diatur oleh hukum yang ditegakkan dan dilaksanakan oleh orang-orang yang berwenang dalam pemerintahan.

Kita sering kali melakukan kompromi terhadap tanggung jawab individu Kristen atas dasar penerapan perintah Alkitab secara satu pihak. Dengan demikian Roma 13 dan I Petrus 2:13-14 sering kali dikutip sebagai suatu bukti bahwa pemerintah selalu menuntut dan berhak mendapatkan ketaatan kita secara total dan tanpa keraguan. Tetapi Wahyu 13 dan 18 diabaikan. 

Wahyu 13 menggambarkan pemerintah sebagai binatang yang menentang tujuan Allah; sedangkan Wahyu 18 berbicara tentang kejatuhan bangsa Babel modern, yang dirusak oleh kekayaan, materialisme, dan ketidakadilannya.

Beberapa orang Kristen cepat mengutuk siapa saja yang mengganggu atau mengancam untuk mengacaukan norma-norma dan peraturan sosial. Tetapi orang Kristen yang sama itu cenderung mengabaikan Kisah Para Rasul 17:6-7 di mana para rasul digambarkan sebagai "orang-orang yang mengacaukan seluruh dunia" dan yang "bertindak melawan ketetapan-ketetapan Kaisar dengan mengatakan bahwa ada seorang raja lain, yaitu Yesus."


Laporan Kitab Injil juga menjelaskan bahwa Yesus tidak menganggap semua penguasa hukum dan pemerintah sebagai penyalur kehendak Allah yang terakhir. Kemana pun Ia pergi, Ia melawan sistem, Ia mengacaukan keadaan, la menantang pernyataan para penguasa tentang kebenaran. Dan dalam konteks kehidupan kerasulan, banyak sekali martir telah kehilangan nyawa mereka karena mereka menentang keputusan para penguasa.

Dengan demikian, penelitian yang mendalam pada bacaan-bacaan Kitab Suci akan mencegah kita memandang tuntutan masyarakat dan para penguasanya secara tidak kritis dan memberikan persetujuan yang otomatis. 

Apakah ada kondisi di mana tuntutan tatanan sosial harus dilawan dan nilai individu sebagai manusia yang bertanggung jawab di hadapan Allah harus dikokohkan dan dipertahankan?

Jika kita tidak dapat memberikan kesetiaan yang tidak kritis dan tanpa tanya terhadap tuntutan masyarakat dan para penguasa, kita juga harus berhati-hati untuk tidak jatuh kepada sisi ekstrim yang lain, yaitu menyimpulkan bahwa pemerintah pasti merupakan lembaga jahat yang harus dilawan, tidak ditaati, tidak dipercaya atau diabaikan. Karena kita diperintahkan untuk menghormati dan berdoa untuk para penguasa.

Alkitab menjelaskan bahwa pemerintah memiliki peranan yang positif untuk menjalankan rencana Allah untuk manusia. Menurut Perjanjian Baru, semua kekuasaan pada akhirnya berada di bawah pemerintahan dan penghakiman Kristus.

Dengan melihat kedua perspektif ini, bagaimana kita harus memahami Rama 13, yang nampaknya berada pada satu sisi dari perspektif ganda ini? Pertama, kita perlu membaca Roma 13 secara lebih hati-hati dibandingkan dengan sebelumnya.



Kedua, kita perlu membaca nasihat-nasihat ini berdasarkan kanteks aktivitas penginjilan Paulus, yang berlangsung di dalam sebuah dunia di mana hukum dan peraturan Romawi telah menciptakan kedamaian dan tata tertib secara relatif, yang menyebabkan penyebaran Injil terjadi dengan cepat.

Mari kita ikuti dengan teliti argumentasi Paulus secara garis besar:

Pernyataan: Tiap-tiap arang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya" (Roma 13:1).

Pernyataan Hipotetis: Mengapa?
Jawab: Karena semua kekuasaan pada akhirnya ada karena rencana Allah, termasuk kekuasaan pemerintah (Roma 13:1).
Kesimpulan: Karena itu, menentang pemerintah berarti menentang tujuan Allah (Roma 13:2).

Pertanyaan Hipotetis: Tetapi apakah tujuan Allah itu? Jawab: Tujuan Allah adalah agar rnelalui "harnba-harnba-Nya" (para penguasa pemerintahan) tindakan-tindakan yang jahat dihukum (Roma 13:4); perbuatan jahat ditahan melalui ketakutan akan hukuman (Roma 13:3); dan kebaikan dikembangkan dan didorang (Roma 13:3).

Ringkasnya, inilah argumentasi Paulus: Tujuan Allah adalah agar kehidupan manusia dalam masyarakat merupakan kehidupan yang penuh keharmonisan, kedamaian dan ketertiban (lihat Roma 12: 1 0, 18).

Karena kehidupan dalam masyarakat menjadi kacau dan anarkis tanpa adanya hukum yang teratur yang dilaksanakan oleh para penguasa, maka kehadiran hukum merupakan bagian dari tujuan Allah yang menyeluruh untuk manusia.


Karena itu, sepanjang pemerintah dan para penguasanya melaksanakan kekuasaan mereka sejalan dengan tujuan Allah, mereka bertindak sebagai imam-imam Allah demi kebaikan masyarakat secara umum.

Tetapi, jika para penguasa dalam pemerintahan melawan tujuan ilahi ini, maka pemerintahan tersebut tidak dapat dipandang sebagai pemerintahan yang berasal dari Allah.

Sebenarnya, dari Wahyu 13 dan 18 dan juga teks-teks lainnya dalam Perjanjian Baru, jelas bahwa pemerintah yang menganiaya orang Kristen, menyebarkan ketidakadilan dan bukannya keadilan, mendukung kebejatan moral, dan menginjak-injak orang-orang yang lemah dan tidak berdaya, dikendalikan aleh kuasa dan kekuatan jahat yang sama sekali bertentangan dengan kehendak dan tujuan Allah.

Bacaan sesudah pembahasan Paulus tentang hubungan antara individu dan tuntutan dari tatanan sosial (Roma 13:8-10) banyak memberikan pelajaran untuk memahami hubungan itu dengan benar.

Banyak kornentator merasa bahwa Paulus telah selesai membicarakan pemikiran tentang ketaatan pada pemerintah (Roma 13: 1-7) dan sekarang berbicara tentang moral dan etika secara umum. Tetapi saya merasa bahwa pemahaman semacam ini mengenai arah argumentasi mengabaikan tujuan Paulus secara khusus dalam hal ini.

Sebenarnya, nasihat-nasihat mengenai kasih terhadap orang lain (Roma 13:8-10) tidak meninggalkan topik sebelumnya, melainkan merupakan klimaks dari seluruh pembahasan. Ayat 8 sangat berkaitan dengan ayat 7.

Dalam ayat 8 itu argumentasi tentang ketaatan kepada pemerintah dan tanggung jawab dalam tatanan sosial dibahas dalam kaitan dengan hal-hal tertentu yang merupakan hutang kita: pajak, rasa takut, dan penghormatan.

Tetapi di luar hal-hal yang khusus ini, Paulus melanjutkan dengan argumentasi (ayat 8-9) bahwa yang sebenarnya merupakan hutang kita adalah mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi diri kita sendiri.

Menurut warisan Yahudi dari Paulus, para penguasa dalarn pemerintahan dimaksudkan untuk menjadi penjaga perintah Allah yang membuat kehidupan masyarakat terus berjalan.

Perintah "jangan membunuh," "jangan mencuri," "jangan berzinah," dan sebagainya, Jika dilanggar akan menimbulkan kehancuran dan perpecahan masyarakat. Karena Hukum Taurat dapat diringkas menjadi perintah, "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (ayat 9), maka kasih terhadap sesama, yaitu tidak berbuat jahat kepada mereka, "adalah kegenapan Hukum Iaurat" (ayat 10).


Tanggung jawab perlindungan dan pelaksanaan Hukum Taurat inilah yang diberikan kepada para penguasa oleh rancangan Allah.

Bagaimana jika dalam pengungkapan kasih kita terhadap sesama manusia, kita berbenturan dengan hukum masyarakat di mana kita hidup? Bagaimana jika para penguasa rnelakukan tindakan yang bertentangan dengan tujuan yang dimaksudkan untuk mereka seperti dinyatakan dalam Roma 13:3?

Bagaimana jika mereka menjadi "terror terhadap kebaikan?" Bagaimana jika tuntutan dari tatanan sosial menghendaki kita untuk berbaur dalarn gaya hidup yang bertentangan dengan tuntutan langsung dan tak langsung dari Injil?

Tidak ada jawaban yang tepat terhadap pertanyaan-pertanyaan ini. Setiap orang yang menyarankan pemecahan yang mudah atau reaksi Kristiani tidak memahami kompleksitas dunia di mana kita hidup.

Walaupun demikian, kita harus peka terhadap masalah yang ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan di atas dan harus memberikan jawaban sesuai dengan pemahaman kita tentang panggilan Kristus.

Dan panggilan itu jelas merupakan panggilan untuk selalu siap bagi sesama dalam kasih. Jika kita gagal dalam hal ini, maka keyakinan ortodoks yang sangat teliti dan prak1ek hidup yang sangat saleh sekalipun pada akhirnya tidak akan berarti apa-apa.


Sumber:

Manfred T. Brauch, Ucapan Paulus yang Sulit, SAAT Malang 2019, hal. 79-84

0 Response to "UCAPAN PAULUS YANG SULIT - TUNDUK KEPADA PEMERINTAH"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel