UCAPAN SULIT PB - SURUHLAH KAMI PINDAH KE DALAM KAWANAN BABI
UCAPAN SULIT PERJANJIAN BARU (1)
"SURUHLAH KAMI PINDAH KE
DALAM KAWANAN BABI ITU"
Matius
8:31
Maka setan-setan itu meminta
kepada-Nya, katanya: "Jika Engkau mengusir kami, suruhlah kami pindah ke
dalam kawanan babi itu." Yesus berkata kepada mereka:
"Pergilah!" Lalu keluarlah mereka dan masuk ke dalam babi-babi itu.
Maka terjunlah seluruh kawanan babi itu dari tepi jurang ke dalam danau dan
mati di dalam air.
Hidup Kristen - Pada
zamen Greenpeace dan dicanangkannya hak-hak hewan, peristiwa Yesus dari Nazaret
yang membinasakan tidak kurang dari 2000 babi (salah satu jenis hewan menyusui
yang cukup pandai) dengan cara membiarkan setan merasuki dan menteror babi-babi
itu sehingga tenggelam dan mati, hal ini menimbulkan masalah bagi sebagian
besar pembaca.
Beberapa
pembaca mengacuhkannya karena peristiwa itu merupakan sejarah Alkitab, tetapi
beberapa pembaca lain mengajukan pertanyaan. Apakah Yesus tidak mempedulikan
kehidupan hewan? Dalam Perjanjian Lama Allah memperhatikan kehidupan hewan (lihat Amsal12:10).
Meskipun
Yesus tidak memperhatikan kehidupan babi-babi itu, tidakkah Dia seharusnya
memikirkan mata pencaharian para pemilik kawanan babi? Yesus jelas tidak
meminta izin pada siapa pun dalam peristiwa tersebut. Masalah ini menjadi lebih
penting saat ini dibandingkan kapan pun sebelumnya.
Kisah
yang tertulis dalam Matius 8:28-34
(lihat juga Lukas 8:26-39, Markus 5:1-20). Dalam kisah tersebut Yesus. yang
menghadapi seorang laki-laki yang sangat kerasukan setan, tidak secara langsung
mengusir setan-setan itu. Sebaliknya Dia berbicara dengan mereka.
Setan-setan
itu meminta agar Yesus mengusir mereka ke dalam sekawanan besar babi yang
sedang mencari makan di sekitar tempat itu. Ketika Yesus menyetujui mereka
segera memasuki babi-babi tersebut, Kawanan babi itu berlari tunggang-langgang,
terjun ke danau Galilea dan tenggelam. Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan di
atas.
Tetapi
sebelum kita beralih ke masalah yang pokok, kita perlu membahas dua hal yang
berkaitan. Pertama, nama dan tempat terjadinya peristiwa tersebut tidak sama
dalam beberapa Injil. Hal ini membuat masalahnya menjadi sangat sulit. Dalam
teks bahasa Yunani yang terbaik Matius menggunakan kata Gadara, Markus
menggunakan kata Gerasa, dan Lukas
sependapat dengan Markus.
Sebagian
besar versi Alkitab modern menerjemahkan istilah aslinya menjadi kedua kata di
atas, tetapi Alkitab versi King James menuliskan Gerasa dalam Kitab Matius dan Gadara dalam dua Injil
lainnya. Versi tersebut mengikuti teks bahasa Yunani yang lebih baru dan
mungkin salah. Tetapi kota manakah yang ditunjukkan oleh nama-nama di atas?
Salah
satu kemungkinan adalah Gerasa, yakni Jerash modern, kira-kira lima puluh
kilometer di sebelah Tenggara danau Galilea. Meskipun sangat makmur pada dua
abad pertama Sesudah Masehi, kota tersebut tampaknya tidak terletak di danau
Galilea. Kemungkinan kedua adalah Gadara, tempat yang sekarang disebut Um Qeia,
kira-kira delapan kilometer di sebelah Tenggara danau Galilea.
Tanahnya
jelas bersebelahan dengan danau itu, karena Josephus menyebutkan fakta tersebut
dan mata uangnya menunjukkan gambar sebuah kapal. Kemungkinan terakhir adalah
sebuah kota di tepi danau. Yang pernah dikemukakan adalah kota Khersa modern,
tetapi barangkali ini salah dibaca sebagai Gerasa setelah mendengar kata yang
diucapkan Origen pada abad ketiga.
Apa
pun nama kota yang sesungguhnya (kita tidak mungkin mengetahui nama semua kota
dan desa di pantai Timur danau Galilea), Markus menggunakan kata “Gerasa” untuk
menyebut penduduknya dan Lukas menggunakan kata yang sama.
Matius (yang
kemungkinan menulis Iniilnya di Syria dan karena itu lebih dekat dengan tempat
tersebut) memilih untuk menyebut nama kota yang diketahuinya, terletak di wilayah
yang diyakininya merupakan lokasinya.
Para
penulis selanjutnya tidak mengetahui tempat-tempat tersebut, membuat masalahnya
menjadi rumit. Namun ada satu hal yang pasti: semua tempat yang disebutkan di
atas terletak di Dekapolis, Wilayah bangsa kafir yang terletak di antara
sepuluh kota di sebelah Timur danau Galilea.
Masalah
pokok yang kedua adalah Matius menyebutkan adanya dua orang yang kerasukan
setan, sedangkan Markus dan Lukas hanya menyebutkan satu orang. Hal ini sering
terjadi dalam Kitab Matius.
Sebagai contoh, dalam Kitab Matius 9:27 dan 20:30 disebutkan dua orang buta, sedangkan Injil
lainnya hanya menyebutkan satu orang, dan dalam Matius 21:2,6 disebutkan ada dua keledai yang dibawa kepada Yesus,
sedangkan Injil lainnya hanya menyebutkan satu keledai.
Dalam
hal ini sama sekali bukan tidak mungkin ada dua atau lebih keledai. Para
pengemis buta (juga para pengemis lain) biasanya berkumpul di gerbang kota,
seekor keledai muda yang belum pernah dipakai untuk bekerja barangkali akan
bersama induknya, dan mungkin ada lebih dari satu orang kerasukan setan yang
berkeliaran di makam yang sama.
Tetapi
seandainya kita tidak perlu melihat masalahnya secara historis pun, kita
mungkin bertanya-tanya mengapa Matius menyebutkan dua sedangkan yang lainnya
hanya menyebutkan satu.
Meskipun jawaban lain mungkin cukup beralasan, salah
satu penyebabnya adalah Matius tertarik akan mujizat karena Kristologi yang
dianutnya. Dengan kata lain, mujizat menunjukkan kuasa Kristus.
Dengan
menyebutkan dua, Matius memperbesar kuasa itu. Penyembuhan satu orang mungkin
merupakan suatu kebetulan, tetapi tidak demikian halnya dengan penyembuhan dua
orang. Demikian pula jika dua keledai dibawa kepada Yesus, 'maka pentingnya
penggenapan Kitab Suci semakin ditegaskan.
Sehubungan
dengan masalah pokok dalam bacaan ini, jelas bahwa para penulis Injil lebih
tertarik pada masalah yang berbeda dengan yang telah dipergumulkan para penulis
modern.
Kita
cenderung mendramatisir manfaat hewan, padahal pada abad pertama hewan
dipelihara untuk diambil dagingnya atau untuk tujuan yang bermanfaat lainnya.
Setiap orang tahu tentang hewan yang dipersembahkan sebagai korban bakaran,
baik di pasar maupun dalam Bait Allah.
Kita
juga melihat ajaran Alkitab mengenai segi ekonomis dari cerita ini, di mana
para penulis Injil jauh lebih menekankan pemeliharaan Allah (Markus 6:7-13) dan harta di surga
daripada berusaha mendapatkan jaminan ekonomi pada masa kini.
Selain itu kita
lebih melihat kekejaman yang dilakukan pada hewan, sedangkan para penulis
Injil lebih menekankan perilaku setan yang sangat merusak dan pengaruhnya
terhadap umat manusia (yang mereka ketahui dari pengamatan langsung). Itulah
sebabnya para penulis Injil melihat keseluruhan cerita tersebut dari sudut
pandang yang berbeda.
Dalam
Kitab Markus, mencatat, Yesus memasuki tanah orang Gerasa. Markus kemudian
mengatakan bahwa tanah tersebut merupakan bagian dari Dekapolis dan menegaskan
bahwa negara itu adalah negara kafir, meskipun dulunya pernah menjadi milik
Israel. Dengan kata lain, Yesus sedang berada di negara kafir.
Orang
yang kerasukan setan itu bahkan menggunakan sebutan "Allah yang
Mahatinggi", yang biasa digunakan oleh orang kafir. Ia tinggal di makam,
sebuah tempat yang najis, kediaman orang mati. Ia dikendalikan oleh "roh
yang najis" (Matius dan Lukas hanya mengatakan bahwa ia "kerasukan
setan").
Babi-babi
itu, tentu saja, adalah hewan yang najis (Imamat 11:7; Ulangan 14:8). Bangsa
Yahudi tidak diizinkan untuk memelihara babi, itulah sebabnya timbul peraturan
rabi dalam Mishnah, Baba Kamma 7:7).
Jadi roh yang najis itu masuk ke dalam
babi-babi yang najis dan membinasakan mereka, sedangkan manusia yang kerasukan
(dan tentu saja akan segera mati) itu dibebaskan dan kembali memiliki kehidupan
(pulang ke rumahnya).
Berdasarkan
sudut pandang ini, yang menjadi masalah bukanlah babi. Babi-babi itu najis, dan
adalah salah jika para penduduk kota itu hanya mempedulikan babi mereka dan
tidak memahami dibebaskannya orang yang kerasukan tersebut.
Sesungguhnya,
babi-babi yang jatuh ke dalam danau itu mungkin juga menyatakan bahwa tanah
yang najis itu telah dibebaskan dari roh yang najis melalui lenyapnya hewan
yang najis; tetapi manusia tidak menginginkan keselamatan, mereka lebih memilih
babi.
Ada
masalah lain dalam bacaan ini. Peristiwa di atas merupakan satu-satunya
pengusiran setan dalam kitab Injil di mana setan membantah Yesus. Dalam
kenyataannya, setan-setan itu melakukannya setelah Yesus memerintahkan mereka
untuk meninggalkan orang yang kerasukan (hal ini tidak disebutkan secara rinci
dalam Kitab Matius).
Mereka tidak ingin disiksa, yaitu dilempar ke neraka
(Matius secara khusus menambahkan kata "sebelum waktunya", yang
berarti sebelum penghakiman terakhir).
Mengapa
setan-setan itu mengatakannya? Pertama, bangsa Yahudi mengajarkan bahwa para
setan bebas menyiksa manusia sebelum penghakiman terakhir (Lihat Jubilee 10:5-9
dan 1 Henokh 15-16). Kedua, munculnya Yesus dan kuasa-Nya untuk mengusir mereka
seolah-olah membuat Yesus memulai penghakiman akhir itu terlalu cepat.
Itulah
sebabnya izin untuk memasuki babi-babi itu merupakan pengakuan bahwa
penghakiman terakhir itu belum terjadi. Para setan masih bebas untuk melakukan
pekerjaan pengrusakan.
Meskipun demikian, di mana pun Sang Raja hadir, Dia akan
membawa kerajaan-Nya dan membebaskan umat-Nya dari kuasa kejahatan.
Dalam
kisah ini tidak terkesan bahwa Yesus dikendalikan atau diperdaya. Dia baru saja
menenangkan sebuah badai yang hebat, bahkan mungkin badai itu ditimbulkan oleh
setan (Lihat Matius 8:23-27; Markus 4:35-41; Lukas 8:22-25).
Dia
tetap merupakan "Anak Allah" yang berdaulat dalam membebaskan orang
yang kerasukan setan itu. Tetapi bagi para penulis Injil, kisah ini merupakan
kesempatan untuk menjelaskan bahwa meskipun Kerajaan Allah memang datang
melalui Yesus, belum tiba saat penghakiman akhir di mana kejaha tan akan
dihancurkan secara total.
Setan
masih berkeliaran dan berperilaku jahat, menyiksa dan membunuh siapa saja yang
mereka jumpai. Meskipun demikian, kemampuan setan itu terbatas karena Yesus
mampu dan akan terus membebaskan manusia dengan kuasa-Nya.
Sebagai
manusia modern, kita mungkin tidak terlalu memperhatikan bahwa setan memiliki
sifat merusak, yang merupakan sifat majikan mereka (lihat Yohanes 10:10, di
mana "pencuri" merupakan gambaran Iblis).
Yesus, tentu saja, tidak
memerintahkan setan untuk membunuh babi-babi itu; tetapi mereka melakukan apa
yang ingin mereka lakukan pada manusia dalam jangka panjang.
Demikian pula kita
mungkin tidak sependapat jika dikatakan bahwa dalam hal ini pilihan Allah
terbatas, dan oleh kemurahan hati-Nya Dia memilih untuk menunda penghakiman
akhir.
Seharusnya
penghakiman akhir itu telah terjadi jika Dia melenyapkan kekuatan jahat itu
secara total. Namun kedua fakta ini menggarisbawahi masalah yang paling
penting, yaitu bahwa manusia sangat berharga di hadapan Allah.
Demikian
berharganya kehidupan manusia sehingga jika perlu, sekelompok besar hewan boleh
dikorbankan untuk satu atau dua orang.
Sumber:
Peter H. Davids, Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Baru,
SAAT Malang 2013, hal. 12-17
0 Response to "UCAPAN SULIT PB - SURUHLAH KAMI PINDAH KE DALAM KAWANAN BABI"
Post a Comment